Kupi Beungoh
Menyimak Kitab Sirussalkin di Masjid Raya Baiturrahman Bersama Abu Mudi
Bayangkan ya, kitab ini membahas hal-hal paling esensial seperti tentang bagaimana kita menjadi manusia yang baik perangai sehingga dapat berguna
Oleh: Dr Teuku Zulkhairi (Aktivis Santri/Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
SERAMBINEWS.COM - Setelah terhenti selama covid, pengajian Tastafi di Masjid Raya Baiturrahman InsyaAllah akan kembali dilangsungkan bersama Abu Mudi pada Jum'at malam (malam Sabtu) lusa (27 Mei 2022).
Pada pengajian yang terbuka untuk umum, InsyaAllah Abu Mudi akan membacakan Kitab Sirussalikin karangan Syaikh Abdul Somad Al Falimbani.
Sebuah Kitab Arab-Melayu (Jawi) produk era kejayaan umat Islam di dunia Melayu.
Kitab Sirussalikin ini merupakan terjemahan dari Kitab Lubab Ihya Ulumuddin karangan Hujjatul Islam Imam al-Ghazali.
Tapi dalam pembahasannya, sang penulis juga mengambil dari sumber lain untuk memperkuat bahasan di dalamnya.
Sementara isinya, Sirussalikin adalah Kitab yang memadukan pembahasan pokok-pokok dari agama Islam berupa Tauhid, Fiqh dan Tasawuf.
Baca juga: Potret Gayo dalam Perspektif Sejarah (1900 – 1950)
Seluruh isi pembahasan didalamnya adalah syarat-syarat bagi umat Islam untuk menuju kejayaan dan keselamatan di dunia maupun di akhirat.
Jika kita mampu amalkan isi dari Sirussalikin, InsyaAllah kita akan menjadi orang-orang yang beruntung di dunia dan juga di akhirat.
Penasaran? Makanya kita perlu baca kitab ini. Juga dengan menghadiri pengajian-pengajian yang mengupas kitab ini.
Di antara fondasi dasar tegaknya peradaban Islam di dunia Melayu di masa silam adalah adanya kitab-kitab seperti Sirussalikin ini yang diajarkan atau dipelajari umat Islam dunia Melayu saat itu.
Bahasan dari kitab-kitab seperti ini telah mampu mengisi wawasan umat Islam dunia Melayu pada saat itu yang kemudian membentuk karakter mereka menjadi sebuah bangsa besar dan teladan dalam peradaban.
Bayangkan ya, kitab ini membahas hal-hal paling esensial seperti tentang bagaimana kita menjadi manusia yang baik perangai sehingga dapat berguna di dunia ini.
Jika kita membaca kitab ini, kita pasti akan memahami betapa banyak kesalahan dan dosa-dosa kita selama ini. Ya begitulah faktanya.
Oleh sebab itu kita perlu membaca kitab ini sehingga kita dapat mengetahui tentang diri kita sendiri.
Baca juga: Rindu Thimpan di Paris
Pada titik ini, kita akan memahami mengapa para ulama Melayu dahulu menerjemahkan kitab-kitab bertuliskan Arab karya para ulama Timur Tengah ke dalam tulisan Arab-Melayu atau Jawi.
Ya karena para mereka ingin agar keilmuan Islam yang banyak ditulis dalam bahasa Arab pada saat itu mesti tersebar dan dapat dinikmati oleh umat Islam di dunia Melayu di semua lapisannnya. Oleh semua masyarakat di semua levelnya.
Maka kita akan dapati penjelasan seperti ini sejak awal pembahasan kitab Sirussalikin.
Kata Syaikh Abdul Somad al Palembani, tujuan beliau menerjemahkan kitab Ihya Ulumuddin menjadi Sirussalikin ini adalah supaya dapat dibaca atau dipelajari banyak orang.
Dan tujuan seperti itu, yakni terwujud maksimalnya pembelajaran di masyarakat, hasilnya dimana kitab-kitab bertuliskan Arab-Melayu ini menjadi rujukan atau referensi pokok dalam pembelajaran Islam di dunia Melayu selama berabad-abad lamanya.
Oleh sebab itu, jangan heran jika sekarang kita mendengar ungkapan "Dunia Melayu Dunia Islam".
Dunia Melayu itu identik dengan Islam. Dan bahwa fondasi keislamannya tidak lain adalah kitab-kitab Arab-Melayu itu.
Baca juga: Pemuda dan Eksistensi Bangsa
Di luar Aceh, kitab-kitab Arab-Melayu Melayu ini sangat dihargai dan terus dikaji. Di Brunei Darussalam, Malaysia dan juga termasuk Selatan Thailand.
Kitab Arab-Melayu ini adalah produk intelektual para ulama Dunia Melayu di era kejayaan Dunia Melayu dahulu.
Jika kita di Aceh ingin kejayaan seperti dahulu, maka tentu tidak boleh sombong di depan Karangan-karangan ulama dunia Melayu masa lalu ini.
Mari hadiri pengajian Sirussalikin bersama Abu Mudi di Masjid Raya malam Sabtu 27 Mei. Hadirlah dengan niat menuntut ilmu dan dengan ketawadhu'an.
Terimakasih kita ucapkan kepada Tgk Marwan Yusuef Bin Abdurrauf sebagai ketua Panitia (yang juga Pak Geuchik Gampong Baro) yang telah bekerja keras mempersiapkan terlaksananya pengajian ini.
*) Penulis Dr Teuku Zulkhairi adalah seorang aktivis santri Aceh dan juga seorang Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.