Berita Jakarta
Indonesia Ajak Anggota G20 Atasi Krisis Global
Perhelatan G20 Summit menjadi momen strategis bagi Indonesia sebagai tuan rumah untuk mengajak negara-negara kelompok dua puluh
JAKARTA - Perhelatan G20 Summit menjadi momen strategis bagi Indonesia sebagai tuan rumah untuk mengajak negara-negara kelompok dua puluh dengan perekonomian besar di dunia agar berkomitmen mengatasi krisis global yang dihadapi saat ini.
Co-Chair C20 Indonesia, Aryanto Nugroho, mengatakan energi tidak hanya dipandang sebagai sebuah komoditas tetapi juga menjadi faktor pertumbuhan ekonomi.
"Forum G20 diharapkan menjadi titik transformasi pemimpin dunia dalam mewujudkan aksi ambisius terhadap perubahan iklim, khususnya melalui transisi energi," kata Aryanto dalam diskusi publik tentang transisi energi di Jakarta, Senin (30/5/2022).
Saat ini ketergantungan negara-negara G20 terhadap pemakaian energi fosil masih sangat tinggi, termasuk dalam kerangka ini konsumsi gas yang masih sangat tinggi.
G20 sebagai kelompok negara yang mendominasi sistem ekonomi global dan menjadi rumah bagi dua pertiga dari populasi dunia bertanggung jawab terhadap 78 persen emisi karbon global.
Aryanto menyampaikan bahwa memastikan stabilitas energi dan ketahanan energi dalam jangka panjang juga menjadi bagian dalam melakukan transisi energi.
Jadi, sebelum transisi energi, ketahanan energi termasuk stabilitas energi menjadi penting apalagi di tengah krisis Ukraina maupun Rusia.
"Di satu sisi, para ilmuwan memberikan penilaian melalui IPCC Report tentang mitigasi perubahan iklim bahwa rata-rata emisi global tahunan mencapai nilai tertinggi sepanjang sejarah manusia dalam satu dekade terakhir," ujarnya.
Baca juga: Presiden Ukraina Sebut Rusia Penjajah, Putin Harus Dilarang Menghadiri KTT G20 di Bali
Baca juga: Menko Airlangga: Negara G20 Harus Solid untuk Menjaga Stabilitas Ekonomi Dunia
Walaupun peningkatan emisi mulai melambat, lanjut Aryanto, aksi perubahan iklim terbukti dengan menurunnya harga panel surya dan teknologi pembangkitan listrik tenaga angin secara signifikan.
Namun, upaya yang dilakukan saat ini masih sulit untuk mencapai target di bawah dua derajat Celcius.
Bahkan diprediksi mencapai tiga derajat Celcius jika masih melakukan business as usual.
"Karena itu, kita membutuhkan upaya yang luar biasa.
Percepatan transisi menjadi kata kunci terkait hal ini," ucap Aryanto.
Ia menerangkan salah satu tantangan terbesar melakukan transisi adalah kebutuhan pendanaan dan memastikan transisi energi yang berkeadilan.
Di satu sisi kita butuh pendanaan, memastikan modal kapital itu benar-benar kita dorong untuk memperkuat transisi energi.