Sejarah Hari Ini, 74 Tahun Lalu Warga Aceh Sumbang Hingga 20 Kg Emas Untuk Beli Pesawat Pertama RI

Tepatnya pada Juni 1948 silam, warga Aceh bergotong royong menyumbang harta bendanya, membantu mewujudkan keinginan pemerintah untuk bisa memiliki a

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Yeni Hardika
SERAMBINEWS.COM
Pesawat Dakota RI-001 Seulawah, Maskapai Pertama Indonesia di Lapangan Blangpadang Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM - Sejarah dalam Minggu Ini, Juni 2022, warga Aceh menyumbang hingga 20 Kg emas untuk membeli pesawat pertama Indonesia.

Tepatnya pada Juni 1948 silam, warga Aceh bergotong royong menyumbang harta bendanya, membantu mewujudkan keinginan pemerintah untuk bisa memiliki armada pesawat udara di usianya yang masih seumur jagung.

Dari sumbangan emas rakyat Aceh, Indonesia memiliki pesawat terbang pertamanya, sekaligus menjadi cikal bakal perusahaan penerbangan niaga pertama, yakni Garuda Indonesia.

Mengutip pemberitaan Harian Kompas, 23 Oktober 2009, sejarah penerbangan Indonesia dimulai pada 16 Juni 1948.

Pada saat itu, Presiden pertama Indonesia yaitu Soekarno, melakukan lawatan ke Kutaraja, kini Banda Aceh).

Dalam kunjungannya di Hotel Kutaraja itu, Soekarno berpidato dan meminta rakyat menyumbang untuk Republik yang saat itu masih rentan karena kekosongan kas negara, sebagaimana dilansir dari Kompas.com, 6 Juni 2021.

Presiden Soekarno kala itu berhasil membangkitkan patriotisme rakyat Aceh.

Baca juga: Beda dengan Akidi Tio, Sosok Ini Sumbang Untuk Pembelian Pesawat Pertama RI, 70 Tahun Baru Terungkap

Baca juga: Masih Ingat Nyak Sandang? Masjid Hasil Permintaannya ke Jokowi Mulai Dibangun, Segini Kapasitasnya

Tak butuh waktu lama, dengan bantuan Tengku Muhammad Daud Beureueh, rakyat Aceh berhasil mengumpulkan puluhan kilogram emas.

Tak hanya saudagar Aceh, rakyat kecil pun ikut bahu membahu mengumpulkan harta kekayaan yang mereka miliki untuk disumbangkan.

Sampai akhir kunjungannya di Aceh pada 20 Juni 1948, total emas yang telah dikumpulkan warga Aceh untuk sumbangan membeli pesawat sebanyak 20 kilogram.

Selain emas, warga Aceh juga berhasil mengumpulkan uang berjumlah 120.000 dolar Singapura.

NYAK Sandang (kanan) memperlihatkan bukti obligasi pengumpulan uang untuk membeli pesawat pertama Indonesia di Desa Lhuet, Jaya, Aceh Jaya, Rabu (14/3). Nyak Sandang (91) memiliki bukti berupa selembar obligasi atau surat pernyataan utang dari pemerintah yang dikeluarkan tahun 1950 saat ayahnya Ibrahim bersama warga lainnya menyerahkan bantuan untuk membeli pesawat Dakota RI- 001 Seulawah yang merupakan cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama di Indonesia.
NYAK Sandang (kanan) memperlihatkan bukti obligasi pengumpulan uang untuk membeli pesawat pertama Indonesia di Desa Lhuet, Jaya, Aceh Jaya, Rabu (14/3). Nyak Sandang (91) memiliki bukti berupa selembar obligasi atau surat pernyataan utang dari pemerintah yang dikeluarkan tahun 1950 saat ayahnya Ibrahim bersama warga lainnya menyerahkan bantuan untuk membeli pesawat Dakota RI- 001 Seulawah yang merupakan cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama di Indonesia. ()

Dengan uang dan emas sumbangan dari rakyat Aceh, pemerintah Soekarno lewat Wieweko, seorang perwira AURI, membeli dari Singapura sebuah pesawat C-47 Dakota.

Pesawat tersebut dioperasikan Angkatan Udara sebagai alat transportasi bagi pejabat negara.

Sebagai tanda terima kasih kepada rakyat Aceh, pesawat itu diberi nama Dakota RI-001 Seulawah.

Baca juga: VIDEO Masjid Nyak Sandang Hadiah Presiden Jokowi, Penghargaan Atas Pembelian Pesawat Seulawah RI 01

Seulawah sendiri memiliki arti berarti "Gunung Emas", yang juga merupakan nama salah satu gunung di Aceh, tepatnya di Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar.

Disebutkan dalam salah satu sumber, Dakota RI-001 Seulawah memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28.96 meter, ditenagai dua mesin Pratt & Whitney berbobot 8.030 kg.

Tugas pertamanya membawa Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam kunjungan kerja ke Sumatera, dengan rute dari Yogyakarta ke Jambi, Payakumbuh, Kutaraja Payakumbuh, dan kembali ke Yogyakarta.

Pada awal Desember 1948, Dakota RI-001 Seulawah diterbangkan ke Calcutta (kini Kolkata, India) untuk mendapatkan servis dan penambahan kapasitas tangki bahan bakar.

Perawatan tersebut diperkirakan memakan waktu selama tiga pekan.

Disamping itu, pada 19 Desember 1948, Yogyakarta yang kala itu merupakan ibu kota RI diserang dan diduduki tentara Belanda dalam agresi militer kedua.

Sehingga Seulawah Air tidak memungkinkan untuk kembali ke Indonesia.

Baca juga: VIDEO Pesawat Dakota RI-001 Seulawah, Pertama Indonesia di Lapangan Blangpadang Banda Aceh

Akibatnya, antara awak pesawat dan pemerintah pusat di Yogyakarta terputus.

Untuk membiayai hidup personel serta perawatan pesawat, dibentuklah perusahaan penerbangan Indonesia Airways yang diawakili personel AURI.

Dengan seizin Duta Besar Indonesia untuk India Dr Sudarsono, pesawat itu dengan awaknya kemudian disewakan kepada Pemerintah Myanmar.

Tanggal 26 Januari 1949 pesawat itu berangkat dari Calcutta ke Rangon, Myanmar.

Hasil penyewaan pesawat itu digunakan untuk membeli sebuah pesawat dan menyewa satu pesawat lainnya dari Hongkong.

Selama 19 bulan Indonesian Airways bertugas di luar negeri sebelum akhirnya dilikuidasi pada Agustus 1950.

Pesawat tersebut dan awaknya kemudian ditugaskan dalam Dinas Angkutan Udara Militer yang menghubungkan antarpangkalan udara di Indonesia.

Patungan Indonesia-Belanda

Selain itu, yang banyak luput dari pemahaman sejarah, yakni andil pemerintah Belanda.

Dalam hal ini kaitannya dengan kesepakatan pasca pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949.

Masih bersumber dari Kompas.com, Garuda Indonesian Airways, cikal bakal Garuda Indonesia, sebenarnya merupakan perusahaan patungan Indonesia-Belanda yang dibentuk bersamaan dengan pengakuan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

Perusahaan baru yang dibentuk usai kesepakatan KMB ini meneruskan operasional yang sudah dijalankan pesawat Dakota dari sumbangan rakyat Aceh sebelumnya.

Dengan ditandatanganinya perjanjian KMB, maka Belanda wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia Belanda kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), termasuk maskapai KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij- Inter-Insulair Bedrijf).

KLM-IIB merupakan anak perusahaan KLM setelah mengambil alih maskapai swasta K.N.I.L.M (Koninklijke Nederlandshindische Luchtvaart Maatschappij) yang sudah eksis sejak 1928 di area Hindia Belanda.

Sehari setelah peresmian pembentukan usaha patungan Indonesia-Belanda, 28 Desember 1949, pesawat Garuda Indonesian Airways digunakan untuk terbang perdana mengangkut Presiden Soekarno dan keluarga dari Maguwo, Yogyakarta, ke Bandar Udara Kemayoran, Jakarta.

Pesawat itu menggunakan logo Garuda dan pada ekornya dicat bendera Merah Putih.

Soekarno bersama Guntur, Megawati, dan istrinya yang sedang hamil, Fatmawati, menjadi penumpang penerbangan perdana Garuda.

Setahun kemudian, di tahun 1950, Garuda Indonesia menjadi perusahaan negara.

Pada periode tersebut, Garuda Indonesia mengoperasikan armada dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah yang terdiri dari 22 DC-3, 8 Catalina kapal terbang, and 8 Convair 240.

Armada Garuda Indonesia terus bertambah dan akhirnya berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke Mekah membawa jemaah haji dari Indonesia pada tahun 1956.

Tahun 1965, penerbangan pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan dengan Amsterdam sebagai tujuan terakhir.

Meskipun sudah terbang sebelumnya, akta pendirian perusahaan ini dibuat tanggal 31 Maret 1950 dan tanggal 24 Maret 1954 perusahaan ini dinasionalisasikan, sehingga tak ada lagi kepemilikan Belanda di Garuda Indonesia hingga saat ini.

(Serambinews.com/Yeni Hardika)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sejarah Garuda Indonesia, Bermula dari Sumbangan Emas Rakyat Aceh

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved