Breaking News

Pemerintah dan Ulama Mulai Pikirkan soal Ganja untuk Kesehatan, Wapres Minta MUI Buat Fatwa

Pemerintah dan ulama mulai memikirkan cara agar ganja untuk kesehatan bisa dilakukan dengan segala pertimbangan serta ketetatan aturan.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Mursal Ismail
Pixabay/Julia Teichmann
Ilustrasi ganja untuk medis. Pemerintah dan ulama mulai memikirkan jalan agar ganja untuk kesehatan bisa dilakukan dengan segala pertimbangan serta ketetatan aturan. 

Pintu pembahasan ganja untuk kesehatan dari pemerintah dan ulama kembali dibuka usai viralnya aksi Santi Warastuti, seorang ibu yang putrinya mengidap cerebral palsy.

SERAMBINEWS.COM - Pemerintah dan ulama mulai memikirkan cara agar ganja untuk kesehatan bisa dilakukan dengan segala pertimbangan serta ketetatan aturan.

Pintu pembahasan ganja untuk kesehatan dari pemerintah dan ulama kembali dibuka usai viralnya aksi Santi Warastuti, seorang ibu yang putrinya mengidap cerebral palsy.

Santi merupakan seorang ibu asal Sleman, Yogyakarta yang berjalan dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan berhenti di depan Gedung MK, Jakarta Pusat sambil memegang papan berisi kalimat "Tolong Anakku Butuh Ganja Medis".

Dikutip dari Kompas.com, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya akan memberikan akses penelitian ganja untuk kebutuhan medis.

Baca juga: Masih Ingat Fidelis? Kisah Ganja Medis untuk Selamatkan Istri yang Berujung Jeruji Besi dan Maut

Budi Gunadi mengatakan, hal tersebut merupakan tahap pertama untuk melihat manfaat ganja.

"Itu ganja kita lihat manfaatnya seperti apa lewat riset, datanya, faktanya nanti seperti apa," kata Budi saat ditemui di Gedung Kemenkes, Rabu (29/6/2022).

"Nanti dari situ kita ada basisnya," tambahnya.

Budi menambahkan, setelah dilakukan riset dan diketahui bahwa ganja dapat diberikan untuk layanan medis tertentu, Kemenkes akan mendampingi proses produksinya.

"Habis itu (riset) dilakukan proses produksinya, tapi itu tahap kedua. Ini tahap pertama dulu," ujarnya.

Baca juga: MUI Tunggu Permintaan Resmi Pemerintah dan DPR Soal Fatwa Ganja Medis

Budi menjelaskan, pihaknya akan mengeluarkan regulasi untuk memberikan akses terhadap fasilitas penelitian ganja tersebut.

Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga akan melakukan kontrol dan pendampingan terhadap fungsi-fungsi penelitian ganja tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan medis.

"Penelitian ini melibatkan penelitian lain, seperti perguruan tinggi, karena balik lagi tahap pertamanya harus ada penelitian," ucapnya.

Baca juga: Komisi III Undang Pakar Medis Aceh Bahas Ganja dalam RDP, Maruf Amin Minta MUI Keluarkan Fatwa

Sebelumnya, Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin meminta MUI membuat fatwa.

Fatwa tersebut mengenai wacana penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.

Ma'ruf mengatakan, fatwa yang disusun MUI itu diharapkan akan menjadi pedoman bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akan mengkaji wacana legalisasi ganja untuk medis.

"Saya minta nanti MUI segera membuat fatwanya untuk bisa dipedomani oleh DPR," kata Ma'ruf di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (28/6/2022).

"Jangan sampai nanti berlebihan dan juga menimbulkan kemudaratan," tambahnya.

Baca juga: Usai Bu Santi Viral, Wapres Maruf Amin Minta MUI Buat Pedoman Ganja Medis

Ma'ruf mengatakan, MUI sudah mengeluarkan aturan bahwa penyalahgunaan ganja merupakan suatu hal yang dilarang bagi umat Islam.

Akan tetapi, ia mengakui bahwa MUI perlu mengeluarkan fatwa baru seiring munculnya wacana melegalisasi ganja untuk kebutuhan medis.

"Masalah kesehatan itu saya kira nanti MUI, pengecualian, MUI harus membuat fatwanya, fatwa baru pembolehannya, artinya ada kriteria," ujarnya.

Baca juga: DPR Kaji Legalisasi Ganja untuk Medis, BNN Tak Setuju

Ganja untuk medis bisa jadi pilihan, tapi bukan yang terbaik

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-DI) Zubairi Djoerban, mengatakan, penggunaan ganja sebagai pengobatan masih dilarang di Indonesia.

Ia mengatakan, jika berkaca dari Amerika Serikat, penggunaan ganja untuk medis dibatasi dan diatur secara ketat.

"Jadi sebetulnya sudah ada obat untuk masing-masing penyakit, seperti epilepsi dan lainnya itu," kata Zubairi saat dihubungi Kompas.com, Rabu.

"Namun, ganja medis bisa menjadi pilihan, tapi bukan yang terbaik," tambahnya.

Menurut Zubairi, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) baru mengeluarkan izin penggunaan ganja untuk pasien epilepsi dengan kejang.

Tetapi kasus tersebut jarang terjadi.

Sementara itu, Zubairi menyebutkan bahwa penggunaan ganja bagian THC dan Delta-8-THC dilaporkan memiliki banyak efek samping sehingga direkomendasikan untuk dihindari.

"Produk Delta ini sering terkait dengan bahan kimia, yang ternyata jelek untuk kesehatan," ujarnya.

"Emang banyak laporannya," tambahnya.

Baca juga: VIRAL Ibu Butuh Ganja Medis untuk Obati Sakit Anaknya, Bisa Sembuhkan Penderita Cerebral Palsy

Sikap MUI

Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh memastikan, pihaknya akan melakukan kajian terkait fatwa ganja medis usai diminta Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Dalam penjelasannya, Niam mengakui dalam agama Islam, hukum setiap yang memabukkan itu haram.

"Setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak," ujar Niam dalam keterangannya, Rabu.

"Dan ganja termasuk barang yang memabukkan," tambahnya.

Baca juga: Warga Thailand Overdosis Ganja, Pemerintah Panik Rancang Aturan Pengendalian

Maka dari itu, Niam menjelaskan, mengonsumsi ganja itu hukumnya haram.

Hanya saja, Niam memberi catatan bahwa ganja boleh digunakan.

"Jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar'i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan," ucapnya.

"Dengan syarat dan kondisi tertentu," tambahnya.

Niam mengungkapkan, perlu ada kajian mendalam ihwal manfaat ganja tersebut.

"Kita akan mengkaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja ini," imbuh Niam.

"Dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan," tambahnya.

Demikian terkait wacana ganja untuk kesehatan, kala pemerintah dan ulama mulai pikirkan narkotika jenis itu untuk medis.

(Serambinews.com/Sara Masroni, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved