Opini

Kegagalan Nova, Kegagalan DPRA

FRAKSI Partai Aceh (F-PA) di DPRA memberikan predikat Gubernur Aceh terburuk kepada Ir H Nova Iriansyah MM

Editor: bakri
FOR SERAMBINEWS.COM
HASAN BASRI M NUR,  Dosen Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

OLEH HASAN BASRI M NUR,  Dosen Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh

FRAKSI Partai Aceh (F-PA) di DPRA memberikan predikat Gubernur Aceh terburuk kepada Ir H Nova Iriansyah MM.

Predikat Gubernur Aceh terburuk diberikan oleh F-PA dalam rapat paripurna DPRA, Jumat (1/7/2022).

Nova Iriansyah dinilai gagal mengatasi kemiskinan dan berbagai persoalan lain selama 4 tahun dia menjadi orang nomor 1 di Aceh.(Baca: Partai Aceh Nobatkan Nova Iriansyah Gubernur “Terburuk”, www.detik.com, edisi 1/1/2022).

Berbeda dengan F-PA, politikus Partai Golkar Hendra Budian, melalui akun twitter pada Sabtu (2/7), sebagaimana dikutip Serambi, menyebut Nova Iriansyah sebagai Gubernur Aceh terbaik sepanjang masa (Baca: Setelah Dilabel Buruk Partai Aceh, Giliran Hendra Budian Sebut Nova Gubernur Terbaik Sepanjang Masa, https://aceh.tribunnews.com, edisi 3/7/2022).

Meskipun Hendra Budian tidak berbicara atas nama anggota dewan, namun pada pundak yang bersangkutan melekat jabatan anggota DPRA dari Fraksi Partai Golkar, sehingga wajar jika rakyat berasumsi telah terjadi polemik di internal lembaga legislatif dalam menilai Gubernur Nova Iriansyah.

Target RJMA Pada hakikatnya, diperlukan timbangan (wazan, ukuran) dalam menilai kegagalan maupun kesuksesan seseorang, apalagi pejabat negara yang dipilih oleh rakyat melalui pesta demokrasi Pemilu atau Pilkada.

Timbangan untuk menilai kesuksesan atau kegagalan Gubernur Nova Iriansyah terdapat dalam dokumen (buku) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) Tahun 2017-2022.

Dokumen RPJMA ini telah dibahas dan disusun sesuai dengan visi-misi pasangan Gubernur/Wakil Gubernur terpilih pada 2017 yaitu Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.

Baca juga: Nova Iriansyah Tanggapi soal Label Gubernur Terburuk Sepanjang Sejarah Aceh

Baca juga: Diberi Prediket Gubernur Terburuk Sepanjang Sejarah Aceh, Nova Ucapkan Terima Kasih kepada Fraksi PA

Baca juga: Dicap Gubernur Terburuk Sepanjang Sejarah Aceh di Akhir Masa Jabatan, Ini Tanggapan Nova Iriansyah

Dokumen RPJMA 2017-2022 telah menjadi dokumen penting negara yang disahkan menjadi qanun oleh pihak DPRA, yaitu Qanun Nomor 1 Tahun 2019.

Artinya, dalam hal ini DPRA juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan tercapainya targettarget yang telah ditetapkan dalam RPJMA 2017-2022.

Di antara fungsi anggota dewan adalah penganggaran (budgeting) dan pengawasan (controlling) terhadap kekuasaan eksekutif.

Artinya, anggota DPRA 2019-2024 berkewajiban memastikan alokasi anggaran demi tercapainya target-target yang ada dalam RPJMA 2017-2022.

Selain itu, DPRA juga harus menggunakan kuasa legislatifnya dalam mengontrol tindak tanduk pihak eksekutif.

Rapor merah Nova Berkaca pada buku RPJMA 2017-2022 publik dapat menilai bahwa Gubernur Nova Iriansyah telah gagal, tidak lulus dalam menjalankan tugas ulul amri untuk Aceh.

Nova memperoleh rapor merah di akhir masa jabatan.

Dalam tulisan singkat ini saya hanya melihat satu dari sejumlah target (sasaran) RPJMA 2017-2022 yang memperoleh rapor merah, yaitu target pengurangan angka kemiskinan di Aceh.

Dalam RPJMA 2017-2022, target pengurangan kemiskinan ditetapkan sebesar 1 persen setiap tahun.

Artinya, selama 5 tahun kemiskinan di Aceh ditargetkan turun hingga 5 persen.

Kondisi awal (2017) pada saat pasangan Irwandi- Nova memimpin Aceh angka kemiskinan di Aceh sebesar 15,92 persen dan pada tahun 2018 ditargetkan menjadi 15,43 persen.

Lalu pada tahun 2019 ditargetkan menjadi 14,43 persen, berikutnya pada tahun 2020 turun menjadi 13,43 persen dan pada tahun 2021 turun lagi ke angka 12,43 persen.

Selanjutnya dalam buku RPJMA 2017-2022, pada tahun 2022 sebagai tahun terakhir kepemimpinan Nova Iriansyah kemiskinan di Aceh ditargetkan menjadi 11,43 persen.

Target-target yang telah ditetapkan dan disahkan dalam Qanun Nomor 1 Tahun 2019 ternyata tidak tercapai, bahkan meleset jauh.

Angka kemiskinan Aceh pada tahun 2022 masih bertengger di atas 15 persen, jauh dari target 11,43 persen.

Bahkan, pada tahun 2022 Aceh masih tetap bertahan pada posisi juara termiskin di Sumatera dan termiskan ke-5 di Indonesia.(Baca: Data BPS: Aceh Masuk 5 Provinsi Miskin di Indonesia, https:// news.detik.com, edisi 2 Februari 2022).

Ini adalah rapor merah Gubernur Nova Iriansyah yang nyata, tak dapat dielak, kecuali mencaci maki BPS sebagai pihak yang mengeluarkan data resmi di Indonesia.

Kegagalan bersama Kegagalan fatal Nova Iriansyah dalam mencapai target pengurangan kemiskinan di Aceh adalah kegagalan anggota DPRA juga, atau disebut Pemerintahan Aceh.

Ada kesan, sebagian anggota DPRA tidak memainkan fungsinya secara maksimal dalam penganggaran dan pengawasan sehingga target pengurangan kemiskinan gagal dicapai.

Jangan-jangan ada anggota DPRA yang tidak membaca isi dokumen RPJMA 2017- 2022 yang telah mereka sahkan.

Idealnya anggota DPRA menguasai di luar kepala target-target dalam RPJMA sesuai dengan komisi masing- masing.

Anggota DPRA bidang pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat harus seringsering mempertanyakan kinerja pihak eksekutif dalam meraih target pembangunan.

Tidak selayaknya anggota DPRA malah mencela Gubernur Aceh di akhir jabatannya, kondisi yang mana nasi telah menjadi bubur.

Rapor merah dalam pengurangan kemiskinan ini akan menjadi penyesalan Nova Iriansyah sepanjang masa, juga penyesalan anggota DPRA 2019- 2022.

Sebab, anggaran yang tersedia melebihi dari cukup untuk menekan kemiskinan, jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang tidak memiliki tambahan dana Otonomi Khusus (Otsus).

Peh tem soh Idealnya, seorang pemimpin meninggalkan legacy (warisan) yang menjadi kenangan indah yang bermanfaat sepanjang masa.

Sebaliknya, pemimpin “antena siput” hanya memikirkan kesejahteraan pribadi dan keluarganya.

“Peh Tem Soh”, tak ada apa-apanya.

Prof Dr Ibrahim Hasan (Gubernur Aceh dari akademisi USK) meninggalkan banyak legacy.

Di antaranya adalah pembebasan rakit penyeberangan di wilayah Barat-Selatan Aceh, mega proyek Irigasi Krueng Aceh, Sekolah Unggul Modal Bangsa dan proposal jalan “jaring laba-laba” untuk membuka pedalaman Aceh.

Orang Aceh berharap predikat sebagai provinsi miskin di Indonesia dapat dihilangkan dalam dua tahun ke depan.

Rakyat di kantongkantong kemiskinan (seperti Singkil, Gayo Lues, Pidie dan Aceh Utara) pasti merasa sedih atas nasib mereka yang terkesan tidak ada yang peduli dengan sentuhan program- program jitu dan tepat sasaran.

Sementara mereka melihat dengan mata sendiri kehidupan pejabat yang menggunakan mobil mewah, rumah gedung hingga wara-wiri ke luar negeri.

Semoga Pj Gubernur Aceh yang baru saja dilantik, Mayjend TNI Purn Achmad Marzuki, mempelajari persoalan kemiskinan untuk kemudian dapat menetapkan sejumlah kebijakan dan rencana aksi untuk mengatasinya.

Kepemimpinan Achmad Marzuki dengan pola baru yang tegas alias tidak "meungom-ngom" dinantikan rakyat Aceh sejauh berpihak pada rakyat, bukan berpihak pada calon proyek.

Semoga Pj Gubernur Achmad Marzuki meninggalkan legacy di Aceh, walau waktunya singkat.

Semoga!

Baca juga: Setelah Dilabel Buruk Partai Aceh, Giliran Hendra Budian Sebut Nova Gubernur Terbaik Sepanjang Masa

Baca juga: Presiden Berhentikan Nova Iriansyah Sebagai Gubernur Aceh, Berikut Rincian Harta Kekayaan Nova

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved