Berita Jakarta
Pembelian Pupuk Subsidi Dibatasi Hanya untuk Sembilan Komoditi Pangan, Agar Distribusi Tepat Sasaran
Pemerintah membatasi pembelian pupuk subsidi seiring melonjaknya harga bahan baku untuk pupuk akibat perang Rusia-Ukraina
JAKARTA - Pemerintah membatasi pembelian pupuk subsidi seiring melonjaknya harga bahan baku untuk pupuk akibat perang Rusia-Ukraina.
Pembatasan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10/2022 tentang Tata Cara Penebusan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Sektor Pertanian.
Dalam Permentan tersebut, mulai September 2022 pupuk hanya diperuntukan kepada sembilan komoditas pangan yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao, dan kopi.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian (Kementan), Mohammad Hatta, mengatakan, saat ini terjadi gangguan dalam rantai pasokan global yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa, di mana harga pupuk kini mengalami lonjakan signifikan.
"Pupuk yang disubsidi hanya NPK dan Urea.
Lalu, pupuk subsidi itu dibatasi untuk sembilan komoditas pangan yang mempengaruhi inflasi," ujar Hatta saat soft launching Aplikasi Rekan di Bali, Senin (18/7/2022).
Kementan juga akan terus menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penyaluran pupuk subsidi.
Hatta mengatakan, penyimpangan pupuk subsidi kini menjadi perhatian semua pihak dan menjadi temuan BPK.
"Ini jadi perhatian BPK khususnya penyaluran dan pembayaran subsidi yang tidak tepat sasaran dan tidak tepat waktu sehingga petani tidak memperoleh pupuk pada saat dibutuhkan," ucap Hatta.
Menurutnya, upaya mitigasi penyimpangan yang dilakukan Kementan yaitu pengembangan sistem verifikasi dan validasi penyaluran pupuk subsidi, serta mendorong petugas berperan aktif melakukan pengawasan.
Baca juga: Petani Menjerit karena Pupuk Subsidi Menghilang, Kementan Siapkan Asuransi untuk Petani
Baca juga: PT Pupuk Indonesia Gelar Rakor & Pembinaan Kios Pupuk Subsidi, Ingatkan Pentingnya Administrasi
"Perubahan pengecer yang cukup dinamis dan mekanisme pembayaran yang tidak akuntabel, dokumen administrasi yang belum sesuai ketentuan harus jadi perhatian serta komitmen bersama," tuturnya.
Kementan, lanjut Hatta, juga tak punyarencana mengatur harga pupuk nonsubsidi melalui Harga Eceran Tertinggi (HET).
Sebelumnya pemerintah pernah melakukan diskusi soal HET tetapi tidak ada jalannya untuk melakukan intervensi, sehingga dilepas sesuai mekanisme pasar.
"Itu harus dibuat regulasi besar dari Kementerian Perdagangan.
Saat ini kami hanya mengatur yang pupuk subsidi," kata Hatta.
Menurutnya, pemerintah sudah siap dan akan berupaya mengatasi keluhan petani, setelah pupuk subsidi jenis NPK dan Urea hanya diperuntukan ke sembilan komoditas pertanian.
"Urea petani tebus Rp 2.250 per kilo, sedangkan harganya Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per kilogram.
NPK kurang lebih di atas Rp 10.000 tapi petani hanya menebus kurang lebih Rp 3.000," ujar Hatta.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud, mengatakan, tujuan dari kebijakan ini untuk membenahi tata kelola distribusi pupuk agar lebih tepat sasaran, sehingga meningkatkan kualitas dan kuantitas pertanian.
"Sembilan komoditas ini diharapkan bisa mendukung terwujudnya ketahanan pangan yang lebih baik di masa depan," ucapnya.
Ia menyebutkan, pemerintah sudah menganggarkan subsidi pupuk Rp 25 triliun yang akan dimanfaatkan untuk 16 juta petani dalam RDKK.
Musdalifah juga menyambut baik soft launching implementasi aplikasi Rekan untuk penebusan pupuk bersubsidi di Provinsi Bali.
Digitalisasi penebusan pupuk bersubsidi ini akan diterapkan di beberapa kios pupuk lengkap (KPL), sekaligus sebagai pilot project. (tribun network/sen/wly)
Baca juga: Pupuk Subsidi di Bireuen Mulai Sangat Terbatas, Pemkab Minta Petani Memahami Kondisi
Baca juga: Aceh Jaya Minta Tambahan Pupuk Subsidi