Jurnalisme Warga
Jejak Yahudi di Kampung Blower Banda Aceh
Sudah ada sejumlah tulisan yang mengulas sejarah Kampung Belower/Blower (Desa Sukaramai) yang umumnya mengutip dari hasil penelitian yang saya lakukan

OLEH TEUKU CUT MAHMUD AZIZ, Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Almuslim dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Banda Aceh
Sudah ada sejumlah tulisan yang mengulas sejarah Kampung Belower/Blower (Desa Sukaramai) yang umumnya mengutip dari hasil penelitian yang saya lakukan.
Melalui tulisan ini saya coba mengulas kembali sejarah Kampung Blower dengan memasukkan informasi yang baru tanpa harus melakukan plagiasi dari tulisan saya sendiri.
Selain sejarah Kampung Blower, di dalam tulisan berikutnya saya akan tambahkan dengan mengulas sejarah Spoordex yang berada di Jalan Diponegoro Banda Aceh.
Blower dan Spoordex, nama yang tidak asing di telinga warga yang telah menetap lama di Banda Aceh, tapi mungkin tidak bagi generasi milenial.
Penting bagi milenial untuk mengetahui sejarah yang ada di wilayah yang ia tempati.
Saya bersama ketiga adik besar di Kampung Blower.
Kami tinggal di Jalan Pattimura.
Saya sempat sekolah di SD Nomor 29 Blower hingga kelas 5.
Pada kenaikan kelas, saya ikut orang tua pindah ke Perumnas Lambheu Keutapang.
Saya melanjutkan sekolah di SD Lambheu.
Baca juga: Joe Biden Sebut Solusi Dua Negara Jauh dari Harapan, Abbas Minta Permukiman Yahudi Dihentikan
Baca juga: Capres Joe Biden Bela Negara Yahudi
Saya masih ingat di akhir tahun ‘70-an hingga ‘80-an hampir setiap pagi mendengar gesekan suara biola yang dilantunkan dengan mendendangkan beragam lagu oleh ayah dari sahabat saya, tetangga yang berada di belakang rumah saya.
Beliau berasal dari Jawa.
Keempat anak beliau semuanya berdarah seni dan bergabung di sanggar musik dan tari Aceh.
Mereka sering tampil di acara TVRI yang gambar televisinya masih hitam putih.
Mereka juga sering diundang untuk tampil menyanyi dan menari di Gedung Kebudayaan yang berada di Jalan Teuku Umar.
Tidak hanya mereka, banyak dari tetangga saya di Blower yang aktif dalam sanggar seni.
Bahkan, ada yang terkenal sebagai penyanyi seriosa yang sering jadi juara nasional dan tampil di TVRI.
Saya teringat di waktu sore bersama teman-teman Blower sering nonton pertunjukan seni di Gedung Kebudayaan.
Di kala itu terasa aktif kegiatan dan pertunjukan seni di sana.
Selama tinggal di Blower, saya jarang mendengar orang berbicara bahasa Aceh.
Yang terdengar dalam keseharian adalah bahasa Indonesia.
Warga Kampung Blower banyak yang berasal dari Pulau Jawa dan ada juga yang berasal dari Ambon.
Saat orang tua bekerja, saya diasuh oleh seorang ibu yang berasal dari Jawa, tetangga yang berada di belakang rumah.
Saya memanggil beliau dengan nama “Ibu Belower.
” Seorang perempuan yang sangat sabar dan penyayang dalam menjaga saya yang cukup bandel dan suka berkelahi.
Saat ini beliau telah berusia ‘80-an tahun.
Saya semakin tahu sejarah Blower ketika berada di Belanda, saat menjadi ‘visiting researcher’ di Universitas Leiden.
Saya meriset tentang sejarah orang Yahudi di Aceh, dan Blower menjadi salah satu tempat yang pernah didiami oleh keluarga Bolchover.
Adolf Bolchover (Adolphe Bolchover) sebagai anak tertua dari keluarga Bolchover lahir di Harlou, Rumania, tahun 1856.
Ia dikenal sebagai tuan tanah.
Sebelumnya ia bernama Meier Avram Bolchover.
Besar kemungkinan ia tidak menikah.
Beliaulah yang memiliki inisiatif menyediakan sebidang tanah bagi perkuburan orang-orang Yahudi di Kampung Blower (dalam Perkuburan Kerkoff).
Terlihat dalam album foto tahun 1924, gambar gerbang pintu masuk Perkuburan Yahudi yang di dindingnya tertulis: “this gate was donated to the Israelite cemetery by the late A.M.Bolchoner [!] who passed away on 24 June 1897.
” Batu kuburan masih terlihat bermarmer (Glaser 1991:32 dalam (Brakel-Papenhuyzen with the co-operation of Teuku Cut Mahmud Aziz).
Untuk menggarap tanahnya yang luas, Adolf memperkerjakan orang-orang Tionghoa.
Yang ditanamin di lahannya beragam sayuran.
Orang-orang yang bekerja di kebun dan yang tinggal di sekitar kebunnya kesulitan menyebut nama “Bolchover.
” Karena kesulitan mengeja namanya akhirnya panggilan Bolchover berubah menjadi “Belower”, lalu menjadi Blower saja.
Lahan miliknya dikenal dengan nama “Kebon Blower.
” Kebun inilah yang menjadi cikal bakal Kampung Blower.
Adolf memiliki dua saudara laki-laki yang bernama Litman Bolchover dan Israel Bolchover.
Mereka bertiga datang bersama ke Kuta Raja (Banda Aceh).
Adolf dan Litman mengikuti program naturalisasi menjadi warga negara Belanda, sedangkan Israel belum diketahui apakah mengikuti program tersebut atau tidak.
Israel, saudara yang termuda, menikah terlebih dahulu dengan Deborah Bolchover sebelum berangkat ke Kuta Raja.
Di Kuta Raja Deborah melahirkan empat orang anak, yaitu Jona Bolchover, Clara Bolchover, Pauline Bolchover, dan Saul Bolchover (Teuku Cut Mahmud Aziz 2011).
Pada 1908 Deborah Bolchover meninggal dan dikebumikan di dekat makam Adolf Bolchover yang meninggal tahun 1897.
Setelah Deborah meninggal, Israel mengirim anak-anaknya ke Penang, Malaysia.
Di sana mereka sekolah di sekolah Jesuit.
Pada tahun 1912 Litman dan Israel mengambil keputusan meninggalkan Kuta Raja.
Mereka mampir ke Penang, menjemput anak-anak Israel untuk pindah ke Manchester, Inggris.
Hingga saat ini empat generasi keluarga Bolchover menetap di Inggris dan ada juga yang tinggal di Hong Kong.
Litman dan Bolchover meninggal di Manchester sekitar tahun 1940-an.
Tahun 2010 saya menemukan arsip koran berbahasa Belanda di Nationaal Archief of the Hague, Belanda, yang memuat berita “HET NIEUWS VAN DEN DAG.” Voor Nederlandsch-Indie, van Dinadag 14 Juli 1908, No.163.A.Groot-Atjeh.
Pada paragraf ketiga tertulis “De Atjehsche Handel Maatschsppij en de firma L.Bolchover en Co.Hebben het meeste verlien geleden, wiji de kelders waar haar voorraden opbewaard waren, dagen lang ender water hebben gestaan, terwiji het door de zeer anel opkomende bandjir niet mogelijk was de geaderen in veiligheid te brengen.
” Jika diartikan “BERITA HARI INI,” Untuk Hindia Belanda, dari Dinadag 14 Juli 1908, No.163.A.Aceh Besar.
Gambaran isi berita mengenai Acehsche Handel Maatschsppij dan perusahaan milik Litman Bolchover and Co yang mengalami kerugian besar karena gudang bawah tanah milik mereka terendam air berhari-hari lamanya.
Barang-barangnya tidak mungkin untuk diselamatkan.
Dalam berita ini tidak disebutkan nama barang atau produknya.
Keluarga Bolchover yang menetap di Inggris dan Hong Kong pernah datang ke Banda Aceh untuk menemui saya.
Saya mengajaknya mengelilingi Banda Aceh dan secara khusus melihat Kampung Blower dan Makam Kerkoff.
Di Perkuburan Kerkoff ada 23 kuburan Yahudi.
Sebagian besarnya Yahudi Rumania, selain Yahudi Austria dan Rusia.
Orang-orang Yahudi yang menetap di Kuta Raja sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia berjumlah sekitar 300-an orang.
Umumnya mereka berbisnis rempah-rempah dan membuka usaha perkebunan serta ekspor-impor.
Mereka senang menetap di Banda Aceh, tapi karena permasalahan ekonomi, mereka mencari penghidupan baru dan pindah ke Jakarta dan Surabaya, di samping ada yang melanjutkan perjalanan ke Singapura, Israel, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat.
Saya pernah mengulas cerita keluarga Bolchover melalui tulisan berjudul “Catatan Gadis Yahudi yang Lahir di Banda Aceh” yang terbit di Harian Serambi Indonesia (28/5/2019).
Keluarga Yahudi asal Harlou, Rumania, yang menjadi warga negara Belanda telah meninggalkan jejak sejarahnya di Kampung Blower (Desa Sukaramai) Banda Aceh.
Kampung yang setelah Kemerdekaan RI, mulai ditempati oleh para mantan tentara Marsose Belanda yang tidak mau kembali lagi ke kampung halamannya di Jawa dan Ambon.
Fragmen sejarah itu paling tidak bisa menjadi gambaran awal bahwa Banda Aceh pernah menjadi “kota global” karena dihuni beragam suku bangsa.
Baca juga: Melalui Catatan Kuno, Orang Palestina Ini Bocorkan Rencana Besar Yahudi Untuk Mendominasi Dunia
Baca juga: Sarat Akan Sejarah, Kenapa Yerusalem Penting Bagi Kristen, Islam, dan Yahudi? Ini Keistimewaannya