Berita Kutaraja

Mendesak, Kehadiran Museum Perdamaian dan Trauma Center di Aceh, Begini Paparan Aktivis Sipil

Kehadiran Museum Perdamaian dan Trauma Center dinilai sebagai hal yang mendesak di Aceh.

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Saifullah
Dok Serambi FM
Wacana tentang perlunya dibangun museum perdamaian dan pusat penanganan trauma tersebut mengemuka dalam talkshow yang diprakarsai Flower Aceh bersama Infid di Studio Radio Serambi FM, Selasa (16/8/2022) sore. 

Andainya Aceh memiliki trauma center sebagai bagian dari museum perdamaian, lanjut Sharli, maka para korban konflik ataupun korban pelanggaran HAM itu akan bisa ditangani secara intensif di trauma center tersebut.

“Aceh perlu trauma center. Pulihkan dulu psikisnya. Bagaimana bisa kita merawat perdamaian kalau masih ada jiwa-jiwa yang terluka,” imbuh Sharli.

Riswati MSi selaku Direktur Eksekutif Flower juga sangat sependapat bahwa di Aceh perlu dibangun museum perdamaian yang di dalamnya ada trauma center.

“Trauma center itu bukan saja perlu bagi korban konflik yang jumlahnya ribuan, tetapi juga kita perlukan untuk menangani korban-korban kekerasan seksual yang belakang ini banyak terjadi di Aceh,” ujarnya.

Baca juga: Tradisi Pendidikan Dayah Harus Masuk Kampus Dibahas Dalam Talkshow di Pascasarjana UIN Ar-Raniry

Menyembuhkan luka-luka para korban konflik, menurut Riswati, bukanlah persoalan mudah.

Oleh karenanya, diperlukan upaya terpadu untuk menangani luka fisik dan psikis para korban konflik dan tempat yang paling ideal untuk itu adalah trauma center.

“Kita tidak akan bisa membangun masa depan yang baik jika sebagian dari masyarakat kita masih terpasung oleh kegelapan masa lalu, masih memperjuangkan keadilan, dan hak-haknya sebagai korban konflik,” kata Riswati.

Menurut Riswati, trauma healing harus pula menjangkau ke akar rumput, ke desa-desa, tempat tindak kekerasan pada masa konflik dulunya paling banyak terjadi.

Narasumber ketiga, Feri Malik juga sepakat bahwa Aceh perlu memiliki museum perdamaian dan trauma center.

“Kita dorong kehadiran museum perdamaian di Aceh. Kita sudah punya Museum Tsunami untuk mengenang peristiwa gempa dan tsunami yang mahadahsyat melanda Aceh pada tahun 2004," tutur dia.

Baca juga: Talkshow tentang PPKM Dirangkai dengan Launching TribunBekasi.com dan TribunTangerang.com

"Tapi pada Agustus 2005 ketika konflik Aceh berakhir karena Pemerintah RI dan GAM berdamai, kita belum punya museum perdamaiannya,” kata Feri.

Menurutnya, dengan adanya museum perdamaian orang lain bisa belajar banyak tentang resolusi konflik di Aceh, karena konflik bersenjata di Aceh diakhiri dengan perdamaian.

“Aceh bisa jadi model dalam penyelesaian konflik. Tapi perdamaian kita haruslah berkeadilan, berpihak pada korban, agar potensi konflik tidak berulang,” ujarnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved