Jurnalisme Warga

Sensasi Rasa Martabak Durian Samudera Pase

Durian, buah yang memiliki aroma khas dan daging yang empuk, sangat diminati oleh kalangan muda dan tua. Julukan si “Raja Buah”

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Sensasi Rasa Martabak Durian Samudera Pase
FOR SERAMBINEWS.COM
CHAIRUL BARIAH, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki), Dosen Fakutas Ekonomi Universitas Almuslim, dan Anggota  FAMe  Chapter Bireuen, melaporkan dari Geudong Pase, Aceh Utara

OLEH CHAIRUL BARIAH, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki), Dosen Fakutas Ekonomi Universitas Almuslim, dan Anggota  FAMe  Chapter Bireuen, melaporkan dari Geudong Pase, Aceh Utara

Durian, buah yang memiliki aroma khas dan daging yang empuk, sangat diminati oleh kalangan muda dan tua.

Julukan si “Raja Buah” pantas diberikan kepadanya, selain karena aromanya yang tajam, juga rasanya gurih dan lezat. Tak heran bila banyak orang yang berburu durian saat musimnya tiba.

Ada beberapa jenis durian yang dikenal di kalangan masyarakat. Di antaranya durian montong yang aslinya berasal dari Jawa Tengah, walaupun banyak yang mengatakan berasal dari Thailand. Jenis berikutnya musang king, bokor, tembaga, dan durian merah karena dagingnya berwarna merah.

Di antara beberapa jenis durian yang paling lezat menurut lidah pencinta durian mulai dari warna, aroma, rasanya gurih, lembut, dan creamy adalah durian musang king, aslinya berasal dari Malaysia.

Daging durian yang gurih membuat penggemarnya ketagihan mulai dari sensasi rasa pertama sampai menjadi kenangan.

Racikan durian dalam berbagai olahan akan menjadi incaran pencinta durian seperti yang ada di salah satu warung berlabel “Martabak Durian Samudera Pase”, terletak di jalan Medan-Banda Aceh Nomor 1, Gampong Geudong,  Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Lokasinya tidak terlalu jauh dari situs Kerajaan Samudera Pasee.

Aneka olahan berupa martabak durian, pulut durian, es krim durian, es teler durian, es sop buah durian, es sop buah float, es campur durian,  pancake durian, dan berbagai rasa lainnya yang diracik langsung oleh ahlinya.

Bagi yang tidak menyukai menu serbadurian ini tersedia juga berbagai pilihan seperti soto ayam, kopi, dan aneka minuman lainnya.

Warung Martabak Samudera Pase berdiri sejak tahun 1980. Warung ini awalnya hanya berupa kedai kecil yang terbuat dari kayu. Dirikan oleh Haji Teungku Muhammad Rasyid.

Menu pertama yang dsajikan adalah martabak telur,  kemudian berinovasi membuat martabak durian, itu pun awalnya terbatas hanya disajikan untuk keluarga. Namun, karena mulai dikenal sebagai menu utama di warung ini dan banyaknya orderan yang diterima,  pemiliknya pun berusaha untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi pelanggannya.  

Baca juga: Festival Kuliner Aceh Timur Jadi Daya Tarik Wisata

Baca juga: Lokan Badaruk, Kuliner Aceh Singkil Masuk Nominasi Anugerah API 2022, Ayo Dukung dengan Cara Ini

Warung ini dikelola secara turun-temurun. Usaha tersebut kini dilanjutkan oleh anaknya, Amir Hamzah bersama istrinya Yusrawati. Lokasinya strategis, mudah terjangkau, karena terletak di sisi jalan nasional Medan-Banda Aceh sehingga banyak pendatang menjadikan tempat ini sebagai target wisata kuliner yang wajib dikunjungi saat datang ke Aceh Utara.

Pada saat saya dan keluarga berkunjung, hampir tak ada tempat duduk yang tersisa. Warung penuh dengan pelanggan dari berbagai golongan, mulai dari balita sampai lansia.

Pemandangan ini menunjukan bagaimana pencinta kuliner  durian benar-benar memburu tempat ini untuk menikmati aneka rasa durian, terutama menu yang menjadi ciri khas dan sudah sangat terkenal baik di lokal, nasional maupun internasional, yaitu martabak durian seharga Rp9.000 per porsi untuk ukuran dan rasa original. Sedangkan yang lain disesuaikan dengan permintaan pelanggan.

Setelah duduk, kami memesan beberapa menu, yaitu pulut durian, es krim durian, pancake durian, dan es campur durian. Namun, karena di antara kami ada yang sudah lapar–mungkin pengaruh jarak tempuh selama 1 jam 25 menit dari Matangglumpang Dua--sehinga pesanan kami tambah dengan nasi soto dan beberapa jus serta minuman segar lainnya. Di sini juga tersedia ‘sate matang’ yang legendaris itu.

Karena suasa saat itu penuh dengan pelanggan, membuat saya terasa sesak napas dan  terpaksa ke luar untuk menghirup udara segar, kemudian kembali dan menikmati aneka sajian yang telah kami pesan. 

Banyaknya jumlah pelanggan dipengaruhi oleh hari libur, terutama pada saat Idulfitri, Iduladha, dan masa liburan sekolah. Para pengendara yang melintas  banyak memilih rehat di sini sambil menikmati aneka sajian durian.

Keberadaan warung ini selain mengembangkan dan melanjutkan usaha yang telah dirintis oleh orang tua, pemilik juga turut memberikan kesempatan kepada  masyarakat sekitar untuk menjadi karyawan.

Hal ini turut membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitarnya.

Untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman di era 4.0, maka sistem penjualan saat ini telah dikembangkan tidak hanya membeli langsung di tempat, tetapi juga telah dipasarkan secara digital dengan memesan via telepon/WA kemudian pembayarannya ditransfer, biaya pengiriman tergantung dari jarak lokasi pelanggan. 

Untuk memenuhi permintaan pelanggan, owner usaha ini telah mengepakkan sayapnya dengan membuka beberapa cabang, di antaranya tahun  2019 di  Ulee Lheue, Banda Aceh,  tahun  2021 di Bireuen, tepatnya jalan terminal lama, dan di Krueng Geukeuh, Aceh Utara, pada awal Februari 2022.

Durian sebagai bahan utama yang digunakan setiap hari tersedia.

Ini berkat kerja sama yang baik dengan pihak pemasok, bukan hanya dari lokal, tetapi juga dari luar Aceh, seperti Sumatera Utara dan Riau.

Ketika musim hujan biasanya musim durian pun tiba, maka daerah-daerah yang banyak menghasilkan buah durian dibanjiri oleh kunjungan pencinta durian.

Meski harganya mahal buah dengan aroma khas ini tetap jadi incaran para pencintanya.

Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara, salah satu penghasil durian terbesar di Aceh, bahkan gapura untuk masuk ke kecamatan ini memakai lambang durian berukuran besar.

Kampungnya juga disebut dengan kampung durian, tapi bukanlah durian yang sebenarnya, melainkan singkatan kata yang punya makna tersendiri.

Ada yang seru ketika musim durian tiba. Saya jadi ingat kisah di masa kecil dulu, saat saya ikut dalam kegiatan menunggu durian runtuh di kampung tempat kelahiran saya.

Walapun pohonnya tak terlalu banyak, tetapi duren dapat dinikmati oleh keluarga kecil kami, bahkan ada juga yang dibagikan kepada tetangga.

Durian yang jatuh dari pohon, kata nenek, pertanda sudah matang dan siap untuk disantap.

Sayangnya, terkadang kami kalah bersaing dengan tupai yang lebih lincah dalam berburu durian, rasanya pun gurih dan nikmat. Hal ini berbeda dengan durian yang diperam rasanya sedikit hambar sebagaimana durian yang pernah diperam oleh nenek.

Aroma durian juga terkadang menjadi sumber perdebatan bagi yang tidak menyukainya, bahkan ada yang mual, pusing, dan muntah mencium aromanya.

Namun, buah ini menjadi idola bagi yang menyukainya. Menurut Azwir, salah seorang penggemar durian, rasanya sulit dilukiskan dengan kata-kata, apalagi kalau mendapatkan durian yang super seperti musang king, rasanya tak ingin berhenti untuk menikmatinya kalau tidak ingat akan efek samping yang ditimbulkannya.

Pemilihan bahan yang berkualitas sangat menetukan rasa, sebagaimana yang disampaikan Pak Amir Hamzah. Dia juga terus berupaya untuk berinovasi dalam pengembangan usahanya. 

Sajian martabak durian dan aneka olahan lainnya lebih nikmat bila disajikan di alam terbuka dengan penataan tempat yang bercorak tradisional.

Baca juga: Ragam Makanan Tradisional Siap Memanjakan Lidah di Festival Kuliner Aceh Timur

Baca juga: Kuliner Aceh di Shangri-La

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved