Berita Banda Aceh

Akademisi Kesehatan Lakukan Penelitian tentang Stunting di Aceh, Ini Hasilnya dan Rekomendasi Mereka

Mereka adalah akademisi Politeknik Kesehatan atau Poltekkes Kemenkes Aceh, Universitas Syiah Kuala, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau B

Penulis: Mursal Ismail | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Ketua Tim Peneliti Stunting di Aceh, Dr Aripin Ahmad, MKes, memaparkan hasil penelitian mereka dalam diseminasi di Aula Poltekkes Kemenkes Aceh kawasan Darul Imarah, Aceh Besar, Senin (19/9/2022) 

Mereka adalah akademisi Politeknik Kesehatan atau Poltekkes Kemenkes Aceh, Universitas Syiah Kuala atau USK, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau Balitbangkes Aceh, dan Universitas Teuku Umar atau UTU Meulaboh, Aceh Barat. 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Para akademisi kesehatan di Aceh melakukan penelitian tentang stunting di Aceh baru-baru ini. 

Para peneliti itu, yakni Dr Aripin Ahmad, MKes (Ketua Tim Peneliti) dan anggota Teuku Muliadi, MKM, dan dr Nelly Marissa, Abidah Nur, SGz, MBiomed.

Selanjutnya, dr Marisa, Junaidi, MKes, Fitrah Reynaldi, MKes, Eva Fitriyaningsih, MSi, dan dr Husnah. 

Mereka adalah akademisi Politeknik Kesehatan atau Poltekkes Kemenkes Aceh, Universitas Syiah Kuala atau USK, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau Balitbangkes Aceh, dan Universitas Teuku Umar atau UTU Meulaboh, Aceh Barat. 

Sedangkan mentor Prof Rizal Martua Damanik dari IPB University. Ini merupakan satu dari 12 penelitian atau riset se-Indonesia yang didanai Grant Research Asian Development (ADB). 

Nah, pada Senin (19/9/2022), hasil penelitian tentang stunting di Aceh ini mereka diseminasi yang antara lain diikuti pihak Dinas Kesehatan Aceh mewakili Pemerintah Aceh, pihak kampus, mahasiswi kesehatan, dan lain-lain. 

Diseminasi itu di Aula Poltekkes Kemenkes Aceh kawasan Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. 

Dari bahan diseminasi hasil penelitian itu antara lain disebutkan latar belakang penelitian ini karena Aceh merupakan salah satu Provinsi dengan prevalensi stunting tinggi (33,2 persen) pada tahun tahun 2021. 

Penurunan prevalensi sangat kecil dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia Provinsi Aceh. Kondisi ini disebabkan karena masih rendahnya cakupan indikator sensitif dan spesifik. 

Diseminasi hasil penelitian tentang stunting Aceh di Aula Poltekkes Kemenkes Aceh kawasan Darul Imarah, Aceh Besar, Senin (19/9/2022)
Diseminasi hasil penelitian tentang stunting Aceh di Aula Poltekkes Kemenkes Aceh kawasan Darul Imarah, Aceh Besar, Senin (19/9/2022) (For Serambinews.com)

Baca juga: BKKBN Laksanakan Program Dapur Sehat Atasi Stunting di Lhokseumawe

Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk menganalisis cakupan indikator program intervensi sensitif dan spesifik terhadap prevalensi stunting pada balita di Aceh.

Dengan demikian, manfaatnya dapat menjadi suatu referensi/rujukan bagi Pemprov Aceh dan Pemkab/Pemko di Aceh tentang gambaran capaian indikator sensitif dan spesifik serta pengaruhnya terhadap prevalensi stunting balita di Aceh

Penelitian ini dilaksanakan atas dasar peneliti untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tentang stunting serta dapat memberikan gambaran kepada pemerintah. 

Terutama Pemprov Aceh dan pihak terkait tentang capaian indikator sensitif dan spesifik selama tahun 2020 - 2021.

Sampel di 13 kabupaten/kota

Sampel penelitian ini dilakukan di 13 kabupaten/kota yang dibagi dalam tiga regional lokus stunting di Aceh.

Pertama, Regional Selat Malaka (Aceh Besar, Bireuen, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Pidie). 

Kedua, Regional Gayo-Alas (Gayo Lues, Bener Meriah, Aceh Tenggara, dan Aceh Tengah). 

Ketiga, Regional Samudera Hindia ((Simeulue, Nagan Raya dan Subussalam)

Penelitian ini menggunakan desain crossectional study, menganalisis cakupan indikator program intervensi spesifik dan sensitive dan korelasinya dengan prevalensi stunting. 

Baca juga: Pentingnya Nutrisi untuk Mencegah Stunting pada Anak

Adapun sasaran penelitian sebagai berikut

1. Ibu hamil (CED) yang dapat PMT” 92 Perpres No.72 [20]

2. Ibu hamil yang mengonsumsi TTD 90 Perpres No.72 [20]

3. Balita kurus yang mendapatkan PMT” 92 Perpres No.72 [20]

4. Kehadiran di Posyandu 90 Pemprov [18]

5. Ibu hamil K4 90 Perpres No.72 [20]

Baca juga: Posyandu Diminta Tak Sepelekan Bobot Anak, Kepala BKKBN: Protein Hewani untuk Cegah Stunting

6. Anak 6-59 bulan yang memperoleh vitamin A 100 Kemenkes[21]

7. Bayi 0-11 bulan yang telah diimunisasi Lengkap 95 Perpres No.72 [20]

8. Balita diare yang dapat suplementasi zinc 90 Kemenkes[21]

9. remaja putri yang mengonsumsi TTD 58 Perpres No.72 [20]

10. Layanan ibu nifas 95 Perpres No.72 [20]

Baca juga: Kemenkominfo Kampanyekan Pola Hidup Bersih dan Sehat di Provinsi Aceh untuk Turunkan Stunting

11. Kelas ibu hamil 90 Perpres No.72 [20]

12. Keluarga yang mengikuti bina keluarga balita 90 Perpres No.72 [20]

13. RUTA dengan sumber air minum yang layak 100 Perpres No.72 [20]

14. RUTA yang menggunakan sanitasi yang layak 90 Perpres No.72 [20]

15. Orang tua yang mengikuti kelas parenting 90 Kemenkes [21]

16. Anak usia 2-6 tahun terdaftar PAUD 93 Renstra Paud [22]

17. Rumah tangga peserta JKN/JAMKESDA 88 Perpres No.72 [20]

18. KPM PKH yang mdapat FDS gizi 90 Kemensos[23]

19. kelompok miskin sebagai penerima BPNT 100 Kemensos[23]

20. Desa menerapkan KPRL 80 Pemprov[18]

Hasil penelitian dan penghambat kebijakan stunting 

Dari ke-13 lokus stunting yang dianalisis, hanya tiga kabupaten yang angka stunting berada di bawah provinsi, yaitu Bireuen, Simeulue, dan Aceh Tamiang

Adapun faktor penghambat implementasi dan kebijakan stunting adalah sebagai berikut:

✓ Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang stunting

✓ Belum maksimalnya kegiatan dan koordinasi proses kinerja TPPS

✓ Belum terbentuknya koordinasi antara provinsi dan kabupaten kota

✓ Kualitas dan kuantitas SDM baik tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung lainnnya masih kurang

✓ Kurang maksimal anggaran khusus untuk tenaga pendukung seperti kader dan tenaga pendukung

lainnya

✓ Belum adanya rencana aksi dari regulasi yang sudah ada

✓ Dinas-dinas (Bappeda dan Dinkes) belum berani membuka data-data secara transparan karena

dikhawatirkan akan menjadi kelemahan dan aib daerah.

✓ Terbatasnya media edukasi dan sistim informasi di setiap desa

✓ Belum adanya strategi khusus dari setiap SKPA/ SKPK dalam upaya percepatan peningkatan cakupan

indikator layanan sensitif dan spesifik.

✓ Intervensi stunting masih fokus pada kelompok balita dan lebih ke arah anak yang menderita stunting

sebagai sasaran intervensi seperti pemberian PMT balita di RGG dan Posyandu

✓ Kondisi Geografis, Aceh tersebar di 3 kawasan (barat selatan, pantai utara dan pegunungan),

berpengaruh terhadap sumber air bersih, ketersediaan pangan hasil laut (untuk pegunungan).

✓ Peran tokoh agama dan tokoh adat dalam pencegahan stunting belum disentuh.

Antara lain peran tengku, imum meunasah, penceramah menjadi bagian dari channel komunikasi informasi edukasi (KIE)

pencegahan stunting belum digunakan.

✓ Faktor bencana juga menjadi pengaruh seperti Penyakit PMK pada Sapi dan COVID-19 yang dapat

menghambat penurunan stunting.

✓ Masih minimnya pelibatan atau keterlibatan Perguruan Tinggi/Universitas, pihak swasta dan Lembaga

Swadaya Masyarakat dalam percepatan penurunan stunting.

Rekomendasi

1. Adanya penegasan pada alokasi anggaran untuk peningkatan capaian layanan indikator sensitif dan spesifik

2. Penguatan layanan intervensi sensitive dan spesifik pada region Gayo Alas, peningkatan akses air bersih dan sanitasi dan akses terhadap pangan terutama sumber protein hewani.

3. Penguatan program perubahan perilaku melalui pendekatan keagamaan; pelibatan tokoh agama sebagai channel penyampaian informasi, seperti melalui kutbah Jumat, ceramah dengan pelibatan pengurus mesjid

4. Fasilitasi penguatan koordinasi dan kerjasama lintas sektor (termasuk organisasi dan Universitas-Universitas)

5. Penguatan peran dan fungsi TPPS agar maksimal dalam mengimplementasikan program percepatan penurunan stunting

6. Perlu disusun strategi, program dan teknis pelaksanaan implementasi program percepatan penurunan stunting dalam bentuk regulasi atau rencana aksi.

7. Penguatan Rumoh Gizi Gampong (RGG) melalui peningkatan kapasitas pengelola RGG, Peralatan dan dukungan pendanaan dari dana desa. (*)

 

 

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved