Berita Banda Aceh
Kasus Dugaan Korupsi Tsunami Cup, Jaksa Tahan M Zaini, Pengacara Nilai Alasan Penahanan Tidak Tepat
Adik mantan Gubenur Aceh, Irwandi Yusuf, itu ditahan setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pelaksanaan turnamen
BANDA ACEH - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh menahan Muhammad Zaini, Senin (19/9/2022).
Adik mantan Gubenur Aceh, Irwandi Yusuf, itu ditahan setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pelaksanaan turnamen sepak bola internasional Tsunami Cup atau Aceh World Solidarity Cup (AWSC) tahun 2017 lalu.
Sementara itu, Zainil Djalil SH selaku Kuasa Hukum dari M Zaini menilai alasa penyidik menilai kliennya tidak tepat.
Kajari Banda Aceh, Edi Ermawan SH MH, melalui Kasi Intelijen, Muharizal, SH MH, kepada Serambi, kemarin, mengatakan, Muhammad Zaini ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negera (Rutan) Banda Aceh, kawasan Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar.
"Tersangka Muhammad Zaini alias Bang M bin Yusuf (alm) selaku Panitia AWSC Tahun 2017 sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan oleh tim jaksa penyidik Kejari Banda Aceh," ujar Muharizal.
Sebelumnya, pada 7 September 2022, Muhammad Zaini sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat Nomor: Prin-09/ L.1.10 /Fd.1/09/2022.
Ia diduga secara bersama-sama turut menikmati uang/dana dari hasil penyimpangan anggaran AWSC 2017 sebesar Rp 730 juta seperti fakta penyidikan dan/atau fakta persidangan dalam perkara terdakwa Moh Sa’adan bin Abidin dan Simon Batara Siahaan Anak Bangga Siahaan.
Berdasarkan fakta penyidikan, Aceh World Solidarity Cup Tahun 2017 terselenggara dengan dana dari APBA Perubahan Tahun 2017 pada Dinas Pemuda Dan Olahraga (Dispora) Aceh sebesar Rp 3.809.400.000.
Selain itu, panitia pelaksana (panpel) ada menerima dana dari sponsorship, sumbangan pihak ketiga lain yang sah dan tidak mengikat, serta penjualan tiket sebesar Rp 5.436.036.000.
Baca juga: Tsunami Cup Rugikan Negara Rp 2,8 Miliar, Hasil Audit BPKP Aceh
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Tsunami Cup 2017 Kembali Diaudit BPKP Aceh, Terindikasi Ada Kerugiaan Negara
"Berdasarkan LHP BPKP Perwakilan Aceh, penyimpangan anggaran pada AWSC tahun 2017 mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp 2.809.600.594," sebut Muharizal.
Tersangka, tambahnya, melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 8 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana sudah diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Alasan tidak tepat Zaini Djalil SH dari Kantor Hukum Zaini Djalil Associates selaku Kuasa hukum Muhammad Zaini menyatakan kecewa terhadap tindakan Penyidik Kejari Banda Aceh yang menahan kliennya.
“Meskipun kewenangan penahanan hak subjektif dari penyidik atas dasar adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana, kami menilai tidak tepat alasan tersebut menjadi dasar dilakukan penahanan terhadap klien kami,” ungkap Zaini Djalil dalam siaran pers yang dikirim ke Serambi, sore kemarin.
Menurut Zaini Djalil, tidak mungkin kliennya akan menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, mengingat seluruh alat barang bukti khusunya semua surat sudah disita oleh penyidik dalam kasus sebelumnya atas terdakwa Simon dan Saadan.
“Klien kami juga sangat koperatif dalam proses penyidikan.
Buktinya, klien kami hadir saat diperiksa.
Apalagi, penyidik tetap menggunakan hasil audit yang sama untuk klien kami seperti audit terhadap tersangka sebelumnya,” urai dia.
Meskipun itu kewenangan subjektif dari penyidik, lanjut Zaini Djalil, tapi alasan objektifnya juga harus dikedepankan.
Baca juga: Lama Menghilang, Kini Kasus Dugaan Korupsi Tsunami Cup 2017 Sedang Diaudit BPKP Aceh
Apalagi, sambung Zaini, kliennya baru pertama diperiksa sebagai tersangka terkait kasus yang sudah pernah diadili dan sudah ada terpidananya.
“Kami juga sudah mengajukan permohonan agar klien kami tidak ditahan/penangguhan penahanan dengan jaminan keluarga,” ucap Zaini Djalil.
Terkait dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pengelolaan AWSC 2017 dimana Muhammad Zaini diduga menerima dana Rp 730 juta, menurut Zaini Djalil, hal itu sangatlah tidak benar.
Sebab, uang tersebut merupakan pembayaran utang kepada Muhammad Zaini yang awalnya memberi pinjaman kepada panitia melalui Saadan untuk mendukung suksesnya kegiatan tersebut.
Sebab, kata Zaini Djalil.saat itu belum ada pencairan dana dari Pemerintah Aceh.Apalagi, sebut Zaini Djalil, uang pinjaman dari kliennya Rp 2.650.000.000 itu sudah terbukti di persidangan, yang sesuai dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh Nomor: 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna.
Dimana, majelis hakim dalam pertimbangannya menyebutkan “Menimbang bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan tersebut, terdakwa Moh Saadan bin Abidin selaku Ketua Panitia AWSC sudah meminjam uang melalui Muhammad Zaini sejumlah Rp 2.650.000.000
” Jika penyidik beralasan bahwa pembayaran uang tersebut bersumber dari pembayaran hak siar dari PSSI dan tidak melalui mekanisme pengelolaan keuangan negara, Zaini Djalil menyatakan hal itu bukanlah tanggung jawab kliennya, tapi tanggung jawab panitia dalam hal ini terpidana Saadan dan Simon sebagai penerima dan PSSI sebagai pihak pemberi yang mentransfer ke rekening Saadan dan Simon.
“Sementara klien kami (Muhammad Zaini) adalah orang yang menerima pembayaran piutang dari Panitia AWSC dan itu pun masih ada sisa sebesar Rp 1.920.000.000 pinjaman yang belum terbayar dari panitia kepada klien kami.
Sebenarnya, dalam hal ini klien kami merupakan korban,” urai Zaini Djalil.
Karena itu, ia berharap perkara tersebut dapat segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada PN Banda Aceh karena semua barang bukti sudh dimiliki oleh penyidik atas dasar perkara sebelumnya Nomor: 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna sesuai dengan asas peradilan pidana “peradilan cepat dan biaya ringan.
” Sehingga penegak hukum dalam rangka pemberantasan korupsi dapat bekerja secara professional dan berkeadilan, karena hakikat hukum dapat memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Aceh menggelar turnamen sepak bola bertaraf internasional ‘Aceh World Solidarity Cup’ di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh pada 2-6 Desember 2017.
Eveny yang diikuti empat negara yaitu Indonesia, Kyrgyztan, Mongolia, dan Brunei Darussalam itu dilaunching Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, dengan tujuan untuk mengembalikan prestasi sepak bola Aceh. (mas)
Baca juga: Terdakwa Tsunami Cup Divonis 2 Tahun Penjara, Harta Mohammad Sadan Terancam Disita
Baca juga: Majelis Hakim Vonis Dua Terdakwa Kasus Korupsi Turnamen Tsunami Cup