Internasional
Jurnalis dan Aktivis Iran Kecam Rezim Teheran, Sebut Pemerintah Iran Berlumuran Darah
Aktivis dan jurnalis wanita Iran-Amerika Serikat, Masih Alinejad menyoroti kejahatan rezim di Teheran.
SERAMBINEWS.COM, NEW YORK CITY - Aktivis dan jurnalis wanita Iran-Amerika Serikat, Masih Alinejad menyoroti kejahatan rezim di Teheran.
Dia juga mengkritik Presiden AS Joe Biden karena mengizinkan Presiden Iran, Ebrahim Raisi, datang ke New York untuk berbicara di Majelis Umum PBB.
Hanya beberapa hari setelah seorang wanita berusia 22 tahun meninggal setelah dipukuli oleh polisi moral Iran di Teheran.
Sambil mencengkeram rambutnya sendiri, Alinejad menggambarkan bagaimana Mahsa Amini diserang setelah ditahan oleh petugas yang menuduhnya tidak pantas mengenakan jilbab.
Dimana, Amini memperlihatkan sehelai rambut kecil secara tidak sengaja.
Tetapi, dia meninggal dunia pada Jumat (16/9/2022) karena cedera parah di kepala.
Baca juga: Aksi Protes Kematian Wanita Muda Mahsa Amini Meluas, Iran Tutup WhatsApp dan Instagram
Dia berbicara di sela-sela Majelis Umum PBB.
Pada pertemuan puncak di Midtown Manhattan yang diselenggarakan oleh kelompok advokasi yang berbasis di AS, United Against Nuclear Iran pada Rabu (21/9/2022).
Dia merasa bersalah atas pembunuhan Amini.
Komentarnya menggemakan para aktivis lain yang mengatakan menyesali kenyataan, terlepas dari upaya mereka, belum ada perubahan dalam cara Iran diatur.
Alinejad, yang pada tahun 2019 meluncurkan proses hukum terhadap pemerintah Iran di pengadilan federal AS karena pelecehan terhadap keluarganya, menyampaikan pidato luas di pertemuan puncak itu.
Dia mengutuk rezim Teheran atas serangkaian kejahatannya.
Baca juga: Seorang Aktivitas Wanita Iran Dihukum, Tanpa Jilbab Saat Muncul di Media Sosial
Mendesak negara-negara Barat untuk berdiri bersatu untuk mengakhiri teror Iran.
Dia mengatakan para aktivis harus membatalkan para diktator di Teheran dengan memberikan suara bagi rakyat Iran yang tidak bersuara yang menginginkan perubahan pemerintahan.
Mengecam pemerintahan dengan menyebut "berlumuran darah" di Teheran, Alinejad mengatakan memalukan bagi AS dan Eropa yang ingin menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.(*)