Internasional

Kebencian Warga Turki Semakin Tinggi, Pengungsi Suriah Bentuk Kafilah Cahaya Menuju Yunani

Sekelompok besar pengungsi Suriah di Turki bersiap membentuk konvoi memasuki Uni Eropa melalui Yunani.

Editor: M Nur Pakar
AFP
Kamp Pengungsi Suriah di Turki 

SERAMBINEWS.COM, LONDON - Sekelompok besar pengungsi Suriah di Turki bersiap membentuk konvoi memasuki Uni Eropa melalui Yunani.

Harian Inggris, The Guardian, Kamis (22/9/2022) melaporkan sekitar 100.000 dari 3,5 juta warga Suriah di Turki akan bergabung dengan apa yang disebut "Kafilah Cahaya."

Rencana untuk membentuk grup telah terbentuk selama beberapa minggu melalui aplikasi perpesanan Telegram.

Peserta disarankan untuk membawa barang-barang penting untuk perjalanan, seperti tenda, kantong tidur, dan makanan kaleng.

Penyelenggara karavan mengumumkan titik awal gerakan ini di Edirne, timurlaut Turki.

Dari sana, para pengungsi berharap dapat membangun momentum yang cukup untuk memungkinkan menyeberangi perbatasan ke Yunani tanpa hambatan.

Baca juga: Kapal Migran Menuju Eropa Tenggelam di Turki, Enam Orang Tewas, Termasuk Anak-Anak dan Bayi

Faktor utama di balik pembentukan gerakan karavan, meningkatnya kemarahan warga Turki.

Penyelenggara mengkritik "rasisme yang menjijikkan" yang telah menyebabkan serangan mematikan terhadap warga Suriah oleh warga Turki.

Faris Mohammed Al-Ali, seorang warga Suriah berusia 18 tahun tewas di Turki dalam dugaan serangan rasis bulan ini.

Sedangkan Leyla Mohammed (70) menjadi korban serangan pada Mei 2022 yang memicu kemarahan di seluruh dunia.

“Pengungsi Suriah telah melarikan diri dari konflik berdarah, penyiksaan, penghilangan paksa dan pelanggaran menjijikkan lainnya saat mencari keselamatan di Turki," kata Sara Hashash dari kelompok hak asasi manusia Syria Campaign.

"Sangat mengerikan, mereka sekarang menghadapi serangan lebih lanjut,” tambahnya.

Baca juga: Yunani Tuduh Turki Mengancam Kedaulatan Negaranya Tanpa Alasan dan Menghina Rakyatnya

Khairu, seorang warga Suriah berusia 22 tahun yang telah tinggal di Turki sejak 2018, mengatakan kepada The Guardian:

“Tidak ada masa depan bagi saya dan setiap warga Suriah di sini.”

Dia mengaku takut menjadi korban pembunuhan mendadak atau deportasi biadab.

Dia hanya ingin hidup tanpa rasa takut akan hari esok, karena ketakutan akan hari esok, sinyal kematian yang sangat lambat.

Namun, ada kekhawatiran di antara beberapa anggota kelompok Telegram yang berkekuatan 100.000 orang.

Dimana, deportasi ke Suriah dapat digunakan sebagai hukuman jika para pengungsi tertangkap mencoba menyeberang ke Yunani.

Taha Elghazi, seorang aktivis pengungsi Suriah terkemuka di Turki, memahami kekhawatiran pengungsi Suriah tentang rasisme dan kesengsaraan ekonomi.

Baca juga: Pengungsi Suriah Mulai Dibenci Warga Turki, Kejahatan Terus Meningkat, Termasuk Pembunuhan

Tetapi, dia memperingatkan karavan kemungkinan akan gagal mencapai tujuan.

Tindakan keras oleh otoritas Turki di sepanjang perbatasan dengan Yunani, serta langkah-langkah Uni Eropa untuk memperketat keamanan.

“Berarti akan ada perlakuan brutal terhadap pengungsi ketika dalam perjalanan ini, dan pendekatan karavan tidak jelas, karena dapat membahayakan mereka," jelasnya.

Para pemimpin karavan telah mendesak PBB untuk mengambil tindakan untuk melindungi pengungsi Suriah.

Terutama dari semua bentuk pelecehan fisik, psikologis dan politik.

Mereka meminta Uni Eropa untuk membuka pintu konvoi ini masuk atau menemukan solusi segera.

Baca juga: Buronan Turki Tuduh Terlibat Korupsi, Anggota Partai Berkuasa Erdogan Mengundurkan Diri

Yuko Narushima, juru bicara UNHCR, mengatakan prihatin dengan keselamatan dan kesejahteraan mereka yang memutuskan mengambil bagian dalam gerakan ini.

Dia beralasan, berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan gerakan terorganisir serupa ini di sekitar dunia mungkin akan berisiko dan sangat berbahaya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved