Info Singkil

Kisah Kesaktian Pedang Panglima Bedil Oyok Berusia 4 Abad Ungkap Keberadaan Kerajaan di Haloban

Bedil Oyok merupakan panglima perang pertama kerajaan yang mendiami Pulau Haloban nama lain dari Pulau Tuangku. Menilik dari usia kerjaan yang mendiam

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/DEDE ROSADI
Pedang Bedil Oyok alias Baeha Panglima Perang pertama kerjaan yang mendiami Pulau Tuangku sekitar abad ke-17 lalu. Pedang tersebut kini dipegang Angku Tarlih Keturunan ke-6 dari Bedil Oyok di Desa Asantola, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil. 

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Gugusan Kepulauan Banyak, di Kabupaten Aceh Singkil, tak hanya menawarkan keindahan wisata bahari.

Pulau yang sempat diminati Murban Energy, investor asal Uni Emirat Arab (UEA) itu, menyisakan bukti sejarah masa lalu yang masih tersimpan hingga kini.

Bukti sejarah itu berupa pedang panglima Bedil Oyok alias Baeha. Pedang sang Panglima tersebut kini disimpan Angku Tarlih, keturunan ke-6 dari Bedil Oyok, di rumahnya di Desa Asantola, Kecamatan Pulau Banyak Barat.

Bedil Oyok merupakan panglima perang pertama kerajaan yang mendiami Pulau Haloban nama lain dari Pulau Tuangku.

Pedang Bedil Oyok alias Baeha Panglima Perang pertama kerjaan yang mendiami Pulau Tuangku sekitar abad ke-17 lalu. Pedang tersebut kini dipegang Angku Tarlih Keturunan ke-6 dari Bedil Oyok di Desa Asantola, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil.
Pedang Bedil Oyok alias Baeha Panglima Perang pertama kerjaan yang mendiami Pulau Tuangku sekitar abad ke-17 lalu. Pedang tersebut kini dipegang Angku Tarlih Keturunan ke-6 dari Bedil Oyok di Desa Asantola, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil. (SERAMBINEWS/DEDE ROSADI)

Menilik dari usia kerjaan yang mendiami Pulau Haloban, maka pedang Panglima Bedil Oyok, sudah berusia lebih dari 4 abad.

Keberadaan pedang Panglima Bedil Oyok, menunjukan di pulau berbatas dengan Samudera Hindia itu, sekitar abad ke-17 lalu berdiri sebuah kerajaan.

Duel Dua Pria di Kebun Berakhir Tragis, Seorang Tewas Ditebas Pedang, Pelaku Murka Dipelototi Korban

Pulau Tuangku atau Pulau Haloban, merupakan pulau paling menonjol di gugusan Kepulauan Banyak.

Sebab dari sekitar 66 pulau, ukuran Pulau Tuangku paling besar dan paling tinggi.

Kembali kepada kisah pedang Panglima Bedil Oyok.

Pedang menggunakan gagang tembaga, sedangkan sarungnya terbuat dari tanduk.

Ketika dikeluarkan dari sarung pedang terlihat berkarat termakan usia dan bagian mata pedang mendekat ke ujung retak.

Pedang yang memiliki panjang sekitar semeter itu lentur, tapi tak patah ketika dilengkungkan.

Retakan pada mata pedang memiliki histori tersendiri.

Kala itu Bedil Oyok, selaku panglima perang sedang bertarung menghadapi musuh yang bersembunyi di rumpun nibung.

Bedil Oyok mengayunkan pedang menebas pohon nibung hingga menjatuhkan sang lawan.

Arab Saudi Berencana Ubah Lagu Kebangsaan dan Bendera Hijau Berhiaskan Pedang

Tebasan itu menyebabkan mata pedang di dekat ujung retak.

"Ini sudah makan korban ketika perang," kata Angku Tarlih saat mengisahkan pertarungan Panglima Bedil Oyok menghadapi musuh yang bersembunyi di rumpun nibung.

Berdasarkan literatur serta kisah dari mulut ke mulut, Pulau Tuangku setidaknya pernah dipimpin enam raja.

Namun ada catatan sejarah terputus. Para tetua serta bukti sejarah belum mengungkapkan nama resmi kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku.

Apakah namanya kerajaan Haloban atau Tuangku? Biarlah ahli sejarah membuktikannya kelak.

Pulau Tuangku sendiri diambil dari nama raja terkahir bergelar Tuangku Umar atau Sutan Umar.

Mengenai raja terakhir ini ada friksi yang mengatakan hanya pelaksana tugas sebab pewaris tahta masih menempuh pendidikan di luar kerjaan.

Nama-nama raja yang mendiami Pulau Tuangku, tertulis dalam catatan sejarah, berupa kertas menggunakan tulisan Arab.

Catatan itu menunjukan ada enam raja yang pernah berkuasa di pulau terbesar dalam gugusan Kepulauan Banyak tersebut.

Raja pertama bernama Sutan Malingkar Alam, lalu Sutan Mahmud, Sutan Marahamat, Sutan Setangkai Alam, Sutan Alam dan Sutan Umar (Tuangku Umar).

Pemimpin terakhir itulah, yang kemudian ditapalkan menjadi nama Pulau Tuangku.

"Kerajaan berakhir seiring Indonesia merdeka," jelas Herlin keturunan ketujuh dari Bedil Oyok, sambil menunjukan silsilah raja bertuliskan huruf arab.

Sementara berdirinya kerjaan di Pulau Haloban, alkisah dahulu kala, di sekitar Pulau Banyak Barat saat ini, ada empat orang tinggal. Pertama bernama Tutuwon yang diperkirakan berasal dari Padang Sidempuan bergelar Datuk Besar.

Lalu Lawoeka asal Simeulue bergelar Datuk Maharaja, Lasengak asal Nias bergelar Datuk Muda dan Hutabarat bersuku Batak bergelar Datuk Pamuncak.

Terjadi pertengkaran hebat antara Lawoeka dengan Lasengak, diperkirakan memperebutkan siapa yang paling berhak mengusai wilayah itu.

Pertengkaran dilerai Tutuwon. Setelah itu Tutuwon mengajak Lawoeka dan Lasengak bertandang ke rumahnya yang diperkirakan berada di Pasi Panjang atau Kampung Lama penduduk Haloban sebelumnya.

Di rumah Tutuwon disuguhi hasil bumi. Ini menyadarkan Lawoeka dan Lasengak bahwa ternyata ada yang lebih dahulu tinggal di Haloban.

Setelah itu lalu berkeliling adakah orang lain yang tinggal. Tiba di sekitar Pulau Aisakhu terlihat asap. Ketika didekati bertemulah dengan Malikul Braya.

Berkeliling lagi kembali terlihat asap di daerah Air Dingin. Di situlah bertemu Hutabarat.

Setelah itu berembuklah menentukan siapa yang berhak menjadi raja. Lantaran diantara mereka tidak ada yang memiliki trah raja.

Maka, Malikul Braya yang bergelar Imam Garang, diper

10 Hektare Lahan di Lhokseumawe Terbakar, Pemadaman Berlangsung Hingga Lima Jam

Buka Musda IMM Aceh, Ketua PW Muhammadiyah Ingatkan IMM Jadi Kader Umat, Bangsa, dan Persyarikatan

Prabowo Janji Tak Lupa Pesantren dan Para Kiai

caya menjemput Sutan Malingkar Alam ke Pagaruyung Minangkabau di Sumatera Barat, saat ini.

Setelah kembali ke Haloban, didirikanlah kerajaan sekitar abad ke-17. Kerajaan ini berdiri sendiri alias otonom.

Karena merasa tak berafiliasi, konon ketika pihak Kesultanan Aceh, memerintahkan kerajaan kecil memerangi Belanda ditolak penguasa Pulau Haloban.

Bahkan utusan Kesultanan Aceh yang datang dihadang Baeha alias Bedil Oyok, Panglima Pertama Kerjaan yang mendiami Pulau Tuangku.

Utusan Kesultanan Aceh, sempat beberapa kali gagal masuk karena kesaktian Bedil Oyok sulit ditandingi.

Hingga akhirnya ditemui kelemahanya. Bedil Oyok yang sakti mandraguna, kelemahanya dibedil telingannya. Sehingga namanya melegenda dengan sebutun Bedil Oyok yang dalam bahas Haloban artinya bedil telinga.

Catatatan sejarah ini tentu memilki versi berbeda. Pastinya sebuah penelitian baru-baru ini menyebutkan dua desa di Pulau Tuangku, yaitu Haloban dan Asantola, didiami suku yang berbahasa beda dari suku lainnya di Aceh.

Bahasa itu disebut bahasa Haloban. Ini juga menjadi fakta, Pulau Tuangku, kaya akan budaya dan sejarah masa lalu yang menarik untuk diteliti.(*)

Hujan Diprediksi Landa Sebagian Aceh Hingga Tiga Hari Kedepan (26-28/9/2022), Ini Data BMKG

40 Syech Kesenian di Kabupaten Bireuen Gelar Temu Ramah, Usul Kesenian Daerah Masuk Sekolah

10 Hektare Lahan di Lhokseumawe Terbakar, Pemadaman Berlangsung Hingga Lima Jam

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved