Konservasi Perairan

PiSiSi, Panglima Laot, dan Kawasan Konservasi di Tengah Samudera

Pulau Pinang, Siumat, dan Simanaha, saat ini telah menjadi ikon kawasan konservasi perairan yang terletak di bagian timur gugus kepulauan Simeulue.

Editor: Taufik Hidayat
Foto Kiriman Warga
Tagline nelayan dari Pulau Pinang, Siumat dan Simanaha di Perairan Simeulue dalam menjaga kawasan konservasi perairan, untuk sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. 

SERAMBINEWS.COM - Munculnya istilah PiSiSi bermula sejak Pemerintah Kabupaten Simeulue menginisiasi penetapan Kawasan Konservasi Perairan pada tahun 2006.

PiSiSi adalah singkatan dari Pinang, Siumat, dan Simanaha, tiga pulau yang saat ini telah menjadi ikon kawasan konservasi perairan yang terletak di bagian timur gugus kepulauan Simeulue.

PiSiSi dicadangkan bukan tanpa sebab, di depan 26 Desa yang menghadap ke kawasan ini berjajar pulau-pulau kecil dan hamparan terumbu karang yang indah. Menjadi naungan bagi ribuan atau bahkan jutaan biota laut yang hidup dan bertumbuh kembang disana. 

Kawasan ini juga menjadi ladang penghidupan nelayan tradisional yang saban hari mencari peruntungan dengan cara mengail ikan di lokasi-lokasi pemancingan favorit dan keramat.

Beberapa diantara mereka mencari peruntungan dengan berenang menyusuri alunan gelombang dan derasnya arus laut sambil menyiagakan tombak yang akan dihujamkan ke ikan ekonomis. 

Isdawati, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Simeulue menceritakan aktivitas pengelolaan di PiSiSi.

Pada awal pencadangannya sebagai Kawasan Konservasi Perairan tidak banyak geliat aktivitas pengelolaan di kawasan ini, dengan berbagai keterbatasan pengelolaan Kawasan hanya dilakukan secara ad-hock.

Sadar akan hal tersebut, sejak awal staf dan pendahulunya di DKP Simeulue telah melakukan konsolidasi untuk menghimpun dukungan masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian habitat terumbu karang di PiSiSi.

“Kami memanfaatkan saluran komunikasi melalui mesjid-mesjid disekitar kawasan, sosialisasi dilakukan seusai pelaksanaan shalat Jum’at selesai,” ujarnya. 

Isdawati melanjutkan, saat ini geliat pengelolaan PiSiSi sangat membanggakan, Panglima Laot dan nelayan kecil di sekitar kawasan telah menerapkan pengaturan alat tangkap di masing-masing lhok seperti melarang penggunaan Trawl, bahan peledak, kompresor, pukat cincin, bagan, muro-ami, potassium dan bahan kimia berbahaya.

Saat ini pengelolaan PiSiSi telah menjadi kewenangan DKP Provinsi melalui UPTD yang akan melanjutkan kerja-kerja pengelolaan. “Kami siap bekerjasama dan memberikan dukungan dalam pengelolaan PiSiSi yang harapannya dapat berkontribusi nyata terhadap kesejahteraan masyarakat Simeulue,” tutup Isdawati.

Edi, salah satu tokoh muda disekitar PiSiSi mengisahkan perjuangannya bersama para Panglima Laot mempertahankan sumber penghidupan mereka di PiSiSi. Setidaknya hingga tahun 2012, PiSiSi sangat rentan terhadap aktivitas penangkapan ikan yang merusak.

“Saat itu kami hanya mampu menggerutu dan hanya sebatas melapor saja” ujar Edi.

Saat itu Edi menilai bahwa pengawasan kawasan dari aktivitas penangkapan ikan yang merusak merupakan tanggung jawab penuh Pemerintah dan penegak hukum.

Tapi karena nelayan kecil semakin terjepit, hasil tangkapan kian menurun, sementara kebutuhan ekonomi terus meningkat, akhirnya sejak 2019 sudah ada tujuh Panglima Laot Lhok di sekitar kawasan membulatkan tekad untuk membantu mengurai kebuntuan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved