G30S PKI
Dibalik G30S/PKI di Aceh: Kekerasan Rasial Menyasar Etnis Tionghoa, Puluhan Ribu Melarikan Diri
"Saya pikir, jika saya tidak dapat bergabung dengan revolusi di China, saya memiliki kesempatan untuk bergabung dalam perjuangan di Indonesia"
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
Ayah Xie telah melakukan perjalanan ke Aceh dari wilayah Quan Tung, Guandong di China selatan.
Ketika ayah Xie berusia tiga belas tahun, dia bersama seorang teman sering bepergian antara Malaysia, Indonesia, dan China, yang mengajar tentang seni membuat furnitur.
Setelah menyelesaikan sekolah, Xie juga pergi ke Medan untuk berlatih sebagai guru dan satu lulusan dengan Ho.
Setelah menyelesaikan pelatihannya, Xie juga kembali ke Banda Aceh untuk mengajar di sekolah yang berafiliasi dengan Asosiasi Huakiao.
Sekolah itu merupakan tempat ia mengajar selama satu tahun sebelum peristiwa 1 Oktober 1965 meletus, dan ia beserta keluarganya terpaksa mengungsi.
Selanjutnya, Wak Tin Chaw lahir pada tahun 1946 di Banda Aceh, dan dibesarkan di Peunayong.
Ayahnya, Wang, berasal dari Shandong, China.
Wang awalnya adalah seorang pedagang kain.
Namun pada masa pendudukan Jepang di Aceh ia dan dua teman dekatnya membuka sebuah restoran, “Hap Seng Hing”, yang menyajikan daging babi panggang.
Wang dan teman-temannya adalah anggota Asosiasi Huakiao, serta anggota bawah tanah anti-Jepang.
Wak menjelaskan bahwa salah satu alasan mendirikan restoran itu agar anggota gerakan bawah tanah anti-Jepang memiliki tempat untuk mengadakan pertemuan rahasia.
Wang adalah seorang pemimpin dalam komunitas yang berafiliasi dengan Asosiasi Huakiao.
Kemudian membantu gerakan anggota komunitas etnis Tionghoa yang diusir untuk meninggalkan Aceh.
Anggota etnis Tionghoa di PKI, seperti Asan, 6 dari satu-satunya anggota Sekretariat Provinsi PKI di Aceh.
Asan lahir sekitar tahun 1932, kemungkinan di besarkan di Singapura.