Internasional

Presiden Iran Serukan Persatuan Nasional, Redam Kemarahan Warga Atas Kematian Mahsa Amini

Presiden Iran Ebrahim Raisi, Selasa (4/10/2022) menyerukan persatuan nasional. Raisi berusaha meredakan demonstrasi yang meluapkan kemarahan atas

Editor: M Nur Pakar
AFP
Presiden Iran Ebrahim Raisi 

SERAMBINEWS.COM, TEHERAN - Presiden Iran Ebrahim Raisi, Selasa (4/10/2022) menyerukan persatuan nasional.

Raisi berusaha meredakan demonstrasi yang meluapkan kemarahan atas penguasa negara itu.

Sksi protes anti-pemerintah atas kematian wanita muda Kurdi, Mahsa Amini terus melanda negara itu selama berminggu-minggu dan terus menyebar ke universitas dan sekolah tinggi.

Raisi mengakui Republik Islam memiliki kelemahan dan kekurangan.

Tetapi, dia mengulangi kalimat resmi, kerusuhan yang dipicu bulan lalu oleh kematian seorang wanita dalam tahanan polisi moral negara itu tidak lain plot musuh-musuh Iran.

“Hari ini, tekad negara ditujukan pada kerja sama untuk mengurangi masalah rakyat,” katanya dalam sesi parlemen.

Baca juga: 159 Kota di Seluruh Dunia Ikut Demonstrasi, Protes Tindakan Keras Pasukan Keamanan Iran

“Persatuan dan integritas nasional menjadi kebutuhan yang membuat musuh kita putus asa,” jelasnya.

Klaimnya menggemakan pernyataan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, yang menyalahkan Amerika Serikat dan Israel , musuh negara itu.

Dituduh menghasut kerusuhan dalam pidato pertamanya tentang protes nasional pada Senin (3/10/2022).

Ini menjadi taktik yang akrab bagi para pemimpin Iran, yang tidak mempercayai pengaruh Barat sejak Revolusi Islam 1979.

Biasanya menyalahkan masalah domestik pada musuh asing tanpa memberikan bukti.

Protes, yang muncul sebagai tanggapan atas kematian Mahsa Amini berusia 22 tahun telah melibatkan puluhan kota di seluruh negeri.

Bahkan, berkembang menjadi tantangan paling luas bagi kepemimpinan Iran.

Baca juga: Iran Terus Tindak Keras Demonstran, 1.500 Orang Telah Ditangkap di Seluruh Negeri

Serangkaian krisis yang membara telah membantu memicu kemarahan publik, termasuk penindasan politik negara itu, ekonomi yang sakit, dan isolasi global.

Ruang lingkup kerusuhan yang sedang berlangsung, yang paling berkelanjutan dalam lebih dari satu dekade, masih belum jelas.

Para saksi melaporkan pertemuan spontan di seluruh negeri yang menampilkan tindakan pembangkangan kecil.

Seperti pengunjuk rasa meneriakkan slogan dari atap rumah, memotong rambut dan membakar jilbab yang diamanatkan negara. .

Harian Kayhan garis keras pada Selasa (4/10/2022) mencoba mengecilkan skala gerakan.

Dia mengatakan anti-revolusioner, atau mereka yang menentang Republik Islam merupakan minoritas mutlak, mungkin hanya berjumlah 1 persen.

Namun surat kabar garis keras lainnya, harian Jomhuri Eslami, meragukan klaim pemerintah, negara-negara asing harus disalahkan atas kekacauan di negara itu.

Baca juga: Iran Terus Tindak Keras Demonstran Anti-Pemerintah, Uni Eropa Siapkan Sanksi Baru

“Baik musuh asing maupun oposisi domestik tidak dapat membawa kota ke dalam keadaan kerusuhan tanpa latar belakang ketidakpuasan,” bunyi editorialnya.

"Penyangkalan fakta ini tidak akan membantu," tulis harian itu.

Pasukan keamanan Iran telah berusaha untuk membubarkan demonstrasi dengan gas air mata, pelet logam, dan dalam beberapa kasus tembakan langsung, kata kelompok hak asasi.

TV pemerintah Iran melaporkan konfrontasi kekerasan antara pengunjuk rasa dan polisi telah menewaskan 41 orang.

Tetapi kelompok hak asasi manusia mengatakan jumlahnya jauh lebih tinggi.

Tindakan keras yang meningkat terhadap pers, dengan puluhan jurnalis ditangkap dalam beberapa minggu terakhir, telah melumpuhkan sebagian besar pelaporan independen.

Namun, hilangnya dan kematian seorang gadis berusia 17 tahun di Teheran baru-baru ini telah memicu kemarahan di media sosial Iran.

Baca juga: Arab Saudi Kecam Keras Iran, Ancam Keamanan dan Stabilitas Irak

Nika Shahkarami, yang tinggal di ibu kota bersama ibunya, menghilang pada suatu malam bulan lalu selama protes di Teheran, kata pamannya Kianoush Shakarami kepada kantor berita semi-resmi Tasnim.

Dia hilang selama seminggu sebelum tubuhnya yang tak bernyawa ditemukan di jalan Teheran dan dikembalikan ke keluarganya.

Tasnim melaporkan kerabat belum menerima kabar resmi tentang bagaimana dia meninggal.

Aktivis Iran yang berbasis di luar negeri menuduh dia meninggal dalam tahanan polisi.

Sehingga, ratusan orang mengedarkan fotonya dan menggunakan namanya sebagai tagar online untuk gerakan protes.

Jaksa di provinsi Lorestan barat, Dariush Shahoonvand, membantah melakukan kesalahan apa pun oleh pihak berwenang dan telah dimakamkan di desanya pada Senin (3/10/2022).

Baca juga: Putri Mantan Presiden Iran, Faezeh Hashemi Ditangkap, Mendukung Demonstrasi

“Musuh asing telah mencoba menciptakan suasana tegang dan cemas setelah kejadian ini,” katanya kepada harian Hamshari, tanpa merinci apa yang terjadi.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved