Luar Negeri
Pemimpin Tertinggi Iran Tuduh Amerika Serikat dan Israel Sebagai Dalang Kerusuhan di Negaranya
Dalam komentar publiknya, Ayatollah Ali Khamenei mengatakan kerusuhan ini telah direkayasa oleh musuh bebuyutan Iran dan sekutu mereka.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
Pemimpin Tertinggi Iran Tuduh Amerika Serikat dan Israel Sebagai Dalang Kerusuhan di Negaranya
SERAMBINEWS.COM, TEHERAN - Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei menuduh Amerika Serikat dan Israel atas protes yang melanda negarnya.
Protes dan kerusuhan yang di Iran terjadi setelah kematian seorang wanita saat berada dalam tahanan polisi.
Dalam pernyataan publik pertamanya tentang kerusuhan itu, Ayatollah Ali Khamenei mengatakan kerusuhan ini telah direkayasa oleh musuh bebuyutan Iran dan sekutu mereka.
Protes adalah tantangan terbesar bagi pemerintahannya selama satu dekade, dan Ayatollah Ali Khamenei mendesak pasukan keamanan untuk siap menghadapi gelombang protes lebih banyak lagi.
Baca juga: Raja Salman Minta Masyarakat Internasional Melawan Pelanggaran Iran
Berbicara pada upacara kelulusan taruna polisi dan angkatan bersenjata pada hari Senin (3/10/2022), Ayatollah Ali Khamenei mengatakan kematian Mahsa Amini telah membuat negara sedih.
"Tetapi yang tidak normal adalah bahwa beberapa orang, tanpa bukti atau penyelidikan, telah membuat jalan-jalan berbahaya, membakar Al-Qur'an, melepaskan jilbab dari wanita bercadar dan membakar masjid dan mobil," kata dia, dikutip dari BBC.
Ayatollah menegaskan bahwa kekuatan asing telah merencanakan kerusuhan di negaranya.
Tuduhan itu dilontarkanya karena musuh Iran tidak dapat melihat Iran mencapai kekuatan di semua bidang.
"Saya katakan dengan jelas bahwa kerusuhan dan ketidakamanan ini direkayasa oleh Amerika dan pendudukan, rezim Zionis palsu (Israel), serta agen bayaran mereka, dengan bantuan beberapa pengkhianat Iran di luar negeri," katanya.
Pemimpin tertinggi itu sering menyalahkan protes dan masalah internal lainnya pada campur tangan musuh asing Iran, dan dia tidak memberikan bukti untuk mendukung klaimnya tersebut.
Baca juga: Iran Tangkap Mahasiswa dan Aktivis Politik, Sekolah Putri Usir Pejabat Kementerian Pendidikan
Ayatollah juga memberikan dukungan penuh kepada pasukan keamanan, mengatakan bahwa mereka telah menghadapi ketidakadilan selama kerusuhan.
Komentar Ayatollah Khamenei itu muncul sehari setelah pasukan keamanan dengan keras menindak protes oleh mahasiswa di universitas sains dan teknik paling bergengsi di Iran, yang dilaporkan menangkap puluhan orang.
Amerika Serikat mengatakan keterkejutannya dengan tanggapan kekerasan terhadap protes di Iran.
Presiden Joe Biden mengatakan dia sangat prihatin terkait laporan tentang penumpasan keras yang intensif terhadap pengunjuk rasa di Iran.
Para pengunjuk rasa itu menyerukan "prinsip-prinsip yang adil dan universal", katanya.
Seraya menambahkan bahwa AS berpihak pada wanita Iran yang menginspirasi dunia dengan keberanian mereka.
Baca juga: Presiden Iran Serukan Persatuan Nasional, Redam Kemarahan Warga Atas Kematian Mahsa Amini
Mahsa Amini, seorang wanitaberusia 22 tahun, mengalami koma beberapa jam setelah ia ditahan oleh polisi moral pada 13 September 2022 di Teheran.
Ia ditahan karena diduga melanggar hukum ketat yang mengharuskan wanita untuk menutupi rambut mereka dengan jilbab. Dia meninggal tiga hari kemudian.
Keluarganya menuduh bahwa petugas memukul kepalanya dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka.
Polisi mengatakan tidak ada bukti penganiayaan dan bahwa dia menderita gagal jantung secara mendadak.
Para wanita telah memimpin protes yang dimulai setelah pemakaman Amini, melambai-lambaikan jilbab mereka ke udara dan membakarnya.
Mereka kemudian meriakkan "Wanita, hidup, kebebasan" dan "Matilah diktator" – yang ditujukan pada Ayatollah Khamenei.
Hak Asasi Manusia Iran mengatakan setidaknya 133 orang telah tewas oleh pasukan keamanan sejauh ini.
Media pemerintah melaporkan bahwa lebih dari 40 orang tewas, termasuk personel keamanan.
AS telah menjatuhkan sanksi pada polisi moral Iran.
Baca juga: Iran Tuntut Pencairan Dana Rp 107 Triliun dari Korea Selatan, Imbalan Pembebasan Dua Warga AS
Wartawan BBC, Kasra Naji mengatakan pasukan keamanan mencoba memasuki kampus Universitas Teknologi Sharif di Teheran pada Minggu malam.
Tetapi para mahasiswa mengusir mereka untuk kembali dan menutup gerbang.
Naji menambahkan, pihak keamanan kemudian mengepung kampus tersebut dan para mahasiswa yang mencoba pergi melalui tempat parkir diangkut satu per satu dan dipukuli, ditutup matanya dan dibawa pergi.
Pengepungan berakhir pada malam hari setelah intervensi profesor dan menteri pemerintah.
Pada hari Senin, mahasiswa di universitas mengumumkan bahwa mereka tidak akan kembali ke kelas sampai rekan-rekan mereka dibebaskan.
Protes juga dilaporkan di universitas lain di Teheran dan di tempat lain di negara itu.
Para mahasiswa dalam video yang beredar di media sosial melambai-lambaikan jilbab mereka di udara dan meneriakkan "matilah diktator". (Serambinews.com/Agus Ramadhan)