Kesehatan
Justin Bieber Resmi Tunda Konser di Indonesia Usai Terserang Ramsay Hunt Syndrome, Apa Itu?
Justin Bieber secara resmi menunda konser bertajuk Justice Word Tour di beberapa negara, termasuk di Indonesia usai terserang Ramsay Hunt Syndrome.
Justin Bieber Tunda Konser di Indonesia Usai Terserang Ramsay Hunt Syndrome, Apa Itu?
SERAMBINEWS.COM - Justin Bieber secara resmi menunda konser bertajuk Justice Word Tour di beberapa negara, termasuk di Indonesia usai terserang Ramsay Hunt Syndrome, apa itu?
Penundaan tersebut dikarenakan kondisi tubuh Justin Bieber yang sampai sekarang tidak memungkinkan untuk tampil menyapa penggemar usaii menderita Ramsay Hunt Syndrome.
Pengumuman penundaan konser di Indonesia tersebut disampaikan langsung oleh pihak penyelenggara AEG Presents Asia, PK Entertainment dan Sound Rhythm pada Jumat (7/10/2022) dilaman resminya.
Dengan dirilis pengumuman tersebut, jadwal konser Justin Bieber yang akan digelar di Indonesia pada 3 November di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta mendatang resmi ditunda.
Mendapat kabar tersebut tentunya beberapa penggemar merasakan sedikit rasa kecewa, dikarenakan mereka batal melihat penampilan sang idola secara langung.
Baca juga: Konser Justin Bieber di Jakarta Bulan Depan Resmi Ditunda, Begini Cara Refund Tiketnya
Akan tetapi banyak juga penggemar yang memaklumi kondisi Justin Bieber yang sempat terserang Ramsay Hunt Syndrome.
Penggemar berharap ia dapat beristirahat dengan cukup sebelum melanjutkan tour konsernya tahun depan.
Lantas, apakah Ramsay Hunt Syndrome itu?
Dilansir oleh Serambinews.com pada Jumat (7/10/2022) dari website Healthline, Ramsay Hunt Syndrome atau Sindrom Ramsay Hunt (herpes zoster oticus) terjadi saat wabah herpes zoster mempengaruhi saraf wajah di dekat salah satu telinga.
Selain ruam herpes zoster yang menyakitkan, sindrom ini menyebabkan kelumpuhan wajah dan gangguan pendengaran di telinga yang terkena.
Kondisi kelumpuhan wajah atau penyebab gejala Ramsay Hunt Syndrome yang dialami Justin Bieber ini disebabkan virus yang sama dengan penyebab cacar air.
Baca juga: Justin Bieber Tunda Konser di Jakarta karena Kondisi Kesehatan, Ini Penjelasan Pihak Manajemen
Setelah cacar air sembuh, virus masih hidup di saraf.
Kemudian, bertahun-tahun yang akan datang virus dapat aktif kembali.
Saat itulah, dapat mempengaruhi saraf wajah.
Pengobatan Ramsay Hunt Syndrome sesegera mungkin dapat mengurangi risiko komplikasi, yang bisa mencakup kelemahan otot wajah permanen dan tuli.
Adapun gejala utama dan dua tanda dari Ramsay Hunt Syndrome meliputi:
1. Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di dalam dan sekitar satu telinga
2. Kelemahan wajah atau kelumpuhan di sisi yang sama dengan telinga yang terkena
Baca juga: Ramsay Hunt Syndrome Penyebab Wajah Justin Bieber Lumpuh, Ini Bedanya dengan Stroke
Biasanya, ruam dan kelumpuhan wajah terjadi secara bersamaan.
Apabila memiliki Ramsay Hunt Syndrome, mungkin penderita akan mengalami sakit telinga, gangguan pendengaran, telinga berdenging (tinnitus), kesulitan menutup satu mata, vertigo, serta mulut dan mata kering.
Faktor Risiko Ramsay Hunt Syndrome
Sindrom Ramsay Hunt dapat terjadi pada siapa pun yang pernah menderita cacar air.
Ini lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua, mempengaruhi orang lebih dari 60 tahun, dan jarang terjadi pada anak-anak.
Ramsay Hunt Syndrome tidak menular, tapi reaktivasi virus varicella-zoster dapat menyebabkan cacar air pada orang yang belum pernah menderita cacar atau telah divaksinasi.
Infeksi bisa serius bagi orang yang memiliki masalah sistem kekebalan.
Perlu diketahui, sampai lepuh ruam berkeropeng, hindari kontak fisik dengan siapapun yang belum pernah menderita cacar air atau vaksin cacar air, orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, bayi baru lahir, dan wanita hamil.
Komplikasi Ramsay Hunt Syndrome dapat mempengaruhi kehilangan pendengaran permanen dan kelemahan wajah, kerukasan mata, serta neuralgia pascaherpetik.
Jika mengalami kelumpuhan wajah atau ruam herpes zoster di wajah, segera hubungi dokter.
Perawatan yang dimulai dalam waktu tiga hari sejak awal tanda dan gejala dapat membantu mencegah komplikasi jangka panjang. (Serambinews.com/Fadillah Fitri Dayanti)