Derita Korban Kanjuruhan Terkena Gas Air Mata: Mata Merah, Trauma hingga Ada yang Setengah Lumpuh

Mata merah dampak dari penggunaan gas air mata kedaluarwa jadi bukti betapa mengerikannya tragedi Kanjuruhan.

Editor: Amirullah
kolase surya/kukuh kurniawan/kompas.com
Raffi, Naswa dan Diby, para korban gas air mata kadaluarsa di tragedi Kanjuruhan yang masih menderita. Terbaru, Aremania tantang polisi coba gas air mata kadaluarsa itu seperti tragedi Kanjuruhan jika menganggap tak berbahaya. 

"Di dalam ruangan tertutup diberi gas air mata, tanpa ada ruang yang bergerak, ya mati juga," ucap Rafi Maulana, Aremania.

Pria yang akrab disapa Rafi Ultras ini secara pribadi mengatakan, bahwa adanya gas air mata ini menyebabkan para suporter panik dan saling menyelamatkan diri.

Sebab, para suporter yang berada di tribun Stadion Kanjuruhan mengalami sesak napas saat gas air mata ditembakkan.

"Dibayangkan saja, dengan beberapa saudara kami yang khawatir, panik, dan ingin menyelamatkan diri, masih dalam kondisi di lorong ditembakkan gas air mata,"

"Rasanya perih dan sesak napas. Apakah itu tidak menjadikan penyebab kematian?," terangnya.

Rafi mengatakan, bahwa saat ini dirinya bersama tim gabungan Aremania masih fokus untuk menangani korban-korban yang mengalami luka akibat tragedi Kanjuruhan.

Hingga Selasa 11 Oktober 2022 ini, dari data tim gabungan Aremania tercatat ada 131 korban yang meninggal dunia dan 80 yang mengalami luka berat maupun luka ringan.

"Konsen kami saat ini masih untuk korban susulan yang luka-luka.m dan sudah kami bawa ke rumah sakit. Kebanyakan akibat gas air mata," tandasnya.

Sebelumnya, anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, Rhenald Kasali justru menyatakan bahwa tembakan gas air mata oleh personel Polri kepada Aremania bersifat mematikan.

Menurut dia, penggunaan senjata gas air mata oleh kepolisian pada dasarnya untuk meredam agresivitas massa, bukan senjata yang bersifat mematikan.

Akan tetapi, penggunaan gas air mata dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, nampak berbeda.

“Jadi (gas air mata) bukan senjata untuk mematikan, tapi senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas,” ujarnya.

“Yang terjadi (di Kanjuruhan) adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki,” tutur dia.

Pihak Polri telah mengakui bahwa gas air mata yang ditembakkan personel kepolisian di Stadion Kanjuruhan sudah kedaluwarsa.

Terkait hal itu, Rhenald Kasali menegaskan Polri melakukan penyimpangan dan pelanggaran karena menembakkan gas air mata yang kedaluwarsa.

Halaman
1234
Sumber: TribunNewsmaker
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved