Kupi Beungoh

23 Tahun Bireuen, Bergegaslah!

Dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional yang berkisar pada 9,54 persen, tingkat kemiskinan di Bireuen terbilang tinggi....

Editor: IKL
Dok Pribadi
Khairil Miswar adalah Mantan Sekjend Jeumpa Mirah (Front Mahasiswa dan Pemuda Aceh Jeumpa. 

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Bireuen pada 2019 berkisar 63.600 orang. Ada kekhawatiran bahwa jumlah penduduk miskin di Bireuen akan terus bertambah, mengingat masyarakat yang masuk dalam kategori rentan semakin meningkat disebabkan faktor ekonomi dan sosial.

Dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional yang berkisar pada 9,54 persen, tingkat kemiskinan di Bireuen terbilang tinggi.

Dalam konteks pendapatan, hingga saat ini yang menjadi komponen terbesar pendapatan Bireuen berasal dari dana transfer ke daerah, sementara sumbangan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat kecil.

Selain itu angka SILPA juga terus meningat dari tahun ke tahun. Di sini terlihat jelas bahwa Bireuen masih gagal memanfaatkan potensi dan sumber daya daerah sehingga berdampak pada kecilnya PAD.

Dengan demikian visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025 yang bertajuk “Terwujudnya Masyarakat Bireuen yang Sejahtera, Bermartabat dan Islami,” tentunya belum tercapai maksimal, khususnya di poin kesejahteraan.

Hingga saat ini Bireuen juga belum mampu menumbuhkan pusat-pusat industri yang bisa menyerap tenaga kerja sebagai solusi mengatasi persoalan pengangguran.

Tidak terlihat adanya upaya konkret yang benar-benar serius dari para penguasa Bireuen dalam rangka menumbuhkan perekonomian masyarakat.

Beberapa pemimpin Bireuen justru melahirkan program-program yang tidak memiliki dampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat sehingga mimpi “Bireuen yang maju” semakin jauh.

Baca juga: Patahnya Sayap Muhammadiyah di Samalanga

Baca juga: Ambil Hikmahnya

Sementara itu desentralisasi yang kemudian melahirkan otonomi daerah juga tidak secara otomatis membuat Bireuen mampu menyejahterakan pegawai-pegawainya, khususnya guru.

Memang benar, kebijakan pemerintah pusat terkait tunjangan sertifikasi sudah cukup memberi harapan bagi kesejahteraan guru, tapi pemerintah daerah semestinya juga memiliki andil untuk menyejahterakan para guru, sebagaimana hal ini dilakukan oleh daerah lain.

Meskipun besaran Tunjangan Kinerja Daerah ini nantinya tidak sama dengan daerah lain, namun setidaknya ada upaya dari Pemerintah Bireuen untuk menyejahterakan guru. Tapi Bireuen tidak melakukan itu.

Saat ini justru terdapat kesenjangan antara guru yang berstatus PNS Pusat dengan guru berstatus PNS Daerah. Seperti diketahui guru di Bireuen yang notabene pegawai daerah hingga saat ini sama sekali tidak mendapatkan tunjangan tambahan dari Pemda sebagai bentuk dukungan mereka kepada dunia pendidikan.

Dalam konteks kehidupan sosial keagaman, Bireuen juga mengalami kemunduran setelah lepas dari Aceh Utara.

Problem terbaru adalah pelarangan pembangunan Masjid Muhammadiyah di Samalanga. Hal-hal semacam ini justru tidak pernah terjadi di masa lalu, di mana Bireuen tempo doeloe dikenal sebagai daerah yang sangat kosmopolit.

Toleransi di Bireuen saat itu terbilang cukup baik. Jangankan konflik sektarian semisal kejadian Sangso Samalanga, bahkan konflik antaragama (dengan agama lain) pun tidak pernah terjadi di Bireuen.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved