Jurnalisme Warga
Amankah Mengonsumsi Obat Tanpa Resep Dokter?
Mereka yang berusia setengah abad ke atas haruslah jeli memilih dan memilah makanan yang layak dikonsumsi sesuai dengan usia
OLEH CHAIRUL BARIAH, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki), Dosen Fakutas Ekonomi Universitas Almuslim, dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen, melaporkan dari Bireuen
Manusia dan obat seakan tak dapat dipisahkan.
Semakin panjang perjalanan hidup, semakin besar pula tantangan yang dihadapi dalam memelihara kesehatan dan terkadang butuh obat plus vitamin.
Kesalahan dalam mengonsumsi makanan adalah salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan, maka tak heran pada usia 40 tahun ke atas imunitas atau daya tahan tubuh kebanyakan manusia perlahan mulai berkurang.
Sebagai contoh, apa yang terjadi dalam kehidupan orang yang banyak mengonsumsi rasa manis dari gula? Jawabannya adalah kebiasaan itu bisa menyebabkan sakit gula (kencing manis atau diabetes).
Terkadang tanpa disadari rasa makanan yang enak, lezat di lidah hampir setiap hari kita nikmati.
Hal ini dapat menyebabkan terganggunya kesehatan, umpama meningkatnya kadar kolestrol jahat di dalam darah.
Sajian kuliner yang makin menjamur, untuk anak muda itu tak menjadi persoalan.
Namun, untuk mereka yang berusia setengah abad ke atas haruslah jeli memilih dan memilah makanan yang layak dikonsumsi sesuai dengan usia.
Kesalahan yang kerap terjadi pada saat menyantap makanan lezat adalah ada yang berkata, “Makanlah sepuasnya.
Jika sakit, minum obat.
Baca juga: Obat Sirup Tercemar Bahan Baku dari Thailand, Polisi Dalami Unsur Pidana Tiga Perusahaan Farmasi
Baca juga: Meredakan Radang Tenggorokan secara Alami Tanpa Obat: Minum Madu hingga Kumur Air Garam
” Kata “obat” inilah yang membuat orang termotivasi untuk tidak berhenti makan enak karena dalam pikiran kita sudah terekam kata “obat” sebagai penangkal atau penawar sakit, sehingga tak peduli lagi dengan jenis makanan mana yang pantang dikonsumsi atau tidak.
Masyarakat saat ini, tak terkecuali di Aceh, sedang gundah menghadapi banyaknya anak-anak yang meninggal akibat gagal ginjal akut.
Hasil penelitian sejumlah ahli beberapa waktu lalu menyatakan, gagal ginjal akut itu akibat anak mengonsumsi obat cair (sirop) yang ada kandungan zat berbahayanya, yakni etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butir eter.
Zat-zat tersebut dikabarkan, antara lain, terdapat dalam Paracetamol syrup yang digunakan sebagai obat penurun panas pada anak.
Kebijakan pemerintah untuk menarik kembali dari peredaran (apotek atau toko obat) obat-obat sirop yang diduga mengandung zat berbahaya itu merupakan jalan terbaik.
Masyarakat tidak semua memahami bahan yang digunakan dalam obat tersebut.
Salah satunya mungkin karena malas membaca komposisi obat sehingga hanya berpedoman pada iklan di media atau petunjuk dari paramedis.
Kasus banyaknya anak-anak yang meninggal karena ginjal akut, mengingatkan saya pada seorang anak laki-laki yang baru berusia 4 tahun dan meninggal dalam perawatan di rumah sakit karena demam.
Putra dari salah seorang sahabat saya ini anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga.
Dia anak yang ditunggu bertahun-tahun melalui doa-doa ayah dan ibunya.
Anaknya lincah, ceria, dan selalu banyak bertanya tentang sesuatu yang tidak dipahami dan dilihatnya.
Baca juga: Rimpang Ini Jadi Obat Herbal Terbaik di Indonesia, dr Zaidul Akbar: Bisa Sembuhkan Masalah Kesuburan
Umur adalah ketetapan Allah, tetapi pada saat saya tanya kepada orang tuanya ternyata kematian anak tersebut diawali dengan gejala demam tinggi.
Sempat dirawat dua hari di rumah dengan memberikan obat demam, tetapi tidak kunjung sembuh.
Akhirnya, dibawa ke salah satu rumah sakit untuk perawatan intensif.
Selama dalam perawatan, demamnya tak kunjung turun dan tak mau makan.
Kondisinya tidak berdaya dan sempat tak sadarkan diri.
Pihak keluarga selalu berdoa untuk kesembuhananya.
Tiga hari kemudian sang anak mengembuskan napas terakhir.
Waktu saya berkunjung ke rumah orang tuanya, di sebuah desa dalam Kecamatan Peusangan, sahabat saya itu tidak dapat berkata apa-apa.
“Kami sudah ikhlas,” katanya.
Untuk menguatkan hatinya, saya hanya dapat menghiburnya dan berdoa, insyaallah ananda jadi penghuni surga.
Baca juga: Cegah Stunting Dinkes Bireuen Berikan Obat Tambah Darah Bagi Siswi
Ananda akan menanti kedua orang tuanya di akhirat kelak.
Jujur, air mata tak mampu saya bendung membayangkan kalau kita berada di posisi teman saya ini.
Belajar dari pengalaman apa yang terjadi, perlu penanganan secara cepat dan tepat terhadap kasus anak-anak yang mengalami demam.
Dari referensi yang saya baca, demam merupakan gejala dari suatu penyakit.
Hendaknya kita harus waspada.
Sebagai pertolongan pertama jika terjadi demam pada anak dapat dilakukan beberapa langkah.
Di antaranya mengompres dengan air hangat, memberikan minum air putih lebih banyak dari biasanya, jangan memakai baju tebal, dan mandikan dengan air hangat.
Untuk memberikan kenyamanan pada anak, ajak dia berbicara perlahan.
Ada juga metode lain dengan mendekap atau memeluk anak langsung ke badan ibu atau ayah untuk mentransfer panas dari anak.
Hal ini sangat sederhana dan mudah dilakukan.
Saya sudah sering mencobanya.
Si kecil merasa aman dan terlindungi.
Pemberian obat sirop dengan berbagai merek tanpa resep dokter untuk mengatasi deman pada anak sering dilakukan, karena stok obat ini umumnya tersedia di kotak P3K rumah tangga yang memiliki balita.
Merebaknya kasus anak-anak meninggal karena gagal ginjal akut di Indonesia salah satunya di Provinsi Aceh, membuat para ahli melakukan penelitian dan hasilnya sangat mengejutkan ternyata penyebabnya adalah adanya zat berbahaya dalam obat sirop.
Hal ini membuat saya syok karena obat sirop ini selalu saya berikan ketika anak saya demam.
Apakah dapat mengganggu kesehatannya di masa depan? Bahayakah membeli obat sendiri berdasarkan pengalaman yang ada atau dari iklan melalui media elektronik seperti televisi dan medsos? Konsumen sangat cepat terpengaruh oleh iklan yang ditayangkan.
Ada juga dari brosur yang beredar, karena ingin cepat sembuh konsumen langsung membeli bahkan terkadang tidak memedulikan harganya.
Penggunaan obat tanpa resep dokter bukanlah hal yang baru.
Keberadaan obat yang dijual bebas di toko obat dan apotek memudahkan konsumen untuk membelinya.
Namun, petugas apotek yang memahami fungsi dan efek samping dari obat seharusnya tidak menjualnya tanpa resep dokter.
Di lain sisi, ada juga petugas apotek yang menawarkan obat sejenis atau obat herbal jika obat yang diresepkan dokter tidak ada.
Hal ini sering membuat konsumen bingung.
Namun, karena tenaga medis yang menawarkan akhirnya terpengaruh juga untuk membeli.
Lalu, amankah itu untuk dikonsumsi? Berkonsultasi atau berobat ke dokter melalui jalur umum tentu membutuhkan biaya yang besar, apalagi untuk dokter spesialis.
Jika menempuh jalur yang telah ditentukan membutuhkan proses beberapa tahap dan menunggu antrean, terkecuali dalam keadaan emergensi pasien langsung masuk ke UGD rumah sakit dan ditangani oleh dokter piket.
Beberapa apotek yang ada di Matangglumpang Dua dan Bireuen saat saya kunjungi telah memasang tulisan,”Untuk Sementara Tidak Menjual Obat Sirup”.
Hal ini sehubungan dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan organisasi profesi.
Terkait dengan hal itu, pemilik usaha apotek sedang menunggu kebijakan pemerintah selanjutnya.
Konsumen sebagian besar saat ini, termasuk saya, masih waswas terhadap obat sirop yang dilarang dijual, tetapi telanjur dikonsumsi sebelum keluarnya edaran menteri.
Nah, apakah hal itu dapat membahayakan kesehatan anak-anak kita di kemudian hari? Dan, amankah obat lainnya dikonsumsi tanpa resep dokter? Mari bijak memilih obat. (chairulb06@gmail.com)
Baca juga: Menkes: Kasus Gagal Ginjal Akut Turun Drastis Sejak 5 Obat Sirup Mengandung Etilen Glikol Ditarik
Baca juga: Penjahat Kemanusiaan Bidang Obat-obatan Harus Diberantas