Berita Banda Aceh
Kuasa Hukum M Zaini Tanggapi Keberatan Kajari Banda Aceh Soal Penangguhan Penahanan Kliennya
"Yang perlu dipahami penahanan rutan sifatnya tidak wajib. Tersangka/terdakwa bisa ditahan dalam bentuk tahanan lainnya, baik tahanan rumah atau...
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Nurul Hayati
"Yang perlu dipahami penahanan rutan sifatnya tidak wajib. Tersangka/terdakwa bisa ditahan dalam bentuk tahanan lainnya, baik tahanan rumah atau tahanan kota," ujarnya lagi.
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dua terdakwa dugaan korupsi, M Zaini yang tak lain adik Irwandi Yusuf (mantan Gubenur Aceh) dan Mirza mendapat penangguhanan penahanan dari tahanan badan menjadi tahanan kota.
Pengalihan itu terhitung sejak Jumat (11/11/2022), menindaklanjuti perintah majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.
Selama ini, keduanya ditahan di Rutan Banda Aceh di Desa Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar sejak Senin 19 September 2022.
Seperti diketahui, M Zaini dan Mirza merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pelaksanaan turnamen sepak bola internasional Tsunami Cup atau Aceh World Solidarity Cup (AWSC) tahun 2017.
Terhadap peralihan status tahanan tersebut, Kepala Kejati Aceh Bambang Baktiar SH MH dan Kepala Kejari Banda Aceh Edi Ermawan SHMH mengaku keberatan dengan penetapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh.
“Karena berdasarkan pengamatan kami terhadap pertimbangan-pertimbangan yang menjadi alasan pengalihan tahanan menjadi tahanan kota adalah tidak logis,” kata Kajari Banda Aceh Edi Ermawan melalui Kasi Intel Muharizal.
Menanggapi pernyataan Kajari Banda Aceh Edi Ermawan, Kuasa Hukum M Zaini, Zaini Djalil SH mengatakan bahwa penangguhan/pengalihan tahanan terhadap terdakwa itu adalah hak dan diatur dalam undang-undang.
Baca juga: M Zaini dan Mirza Jadi Tahanan Kota Kasus Korupsi Tsunami Cup
"Berdasarkan hal tersebut kami mengajukan permohonan kepada majelis hakim sesuai dengan tingkat kewenangan dan alhamdulillah dipertimbangkan," kata Zaini Djalil.
Ia menjelaskan bahwa legal standing tahanan kota tertera pada Pasal 22 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.
"Yang perlu dipahami penahanan rutan sifatnya tidak wajib. Tersangka/terdakwa bisa ditahan dalam bentuk tahanan lainnya, baik tahanan rumah atau tahanan kota," ujarnya lagi.
Sebagaimana juga dalam banyak perkara di tingkat penyidikan, lanjut Zaini, ada yang ditahan dan tidak ditahan oleh penyidik kejaksaan dengan alasan subjektif.
Oleh karenanya pejabat yang berwenang mengalihkan jenis penahanan terdiri atas penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim.
"Pengalihan penahanan itu dinyatakan melalui surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim sesuai dengan kewenangan masing masing. Intinya ke rutan itu tidak wajib pejabat yang berwenang bisa menentukan berdasarkan pertimbangan sendiri," jelas Zaini.
Zaini juga berpendapat sesuai dengan KUHAP bahwa penahanan oleh penyidik/jaksa kepentingan untuk memudahkan pemeriksaan bukan sebagai bentuk penghukuman.
Baca juga: Terdakwa Korupsi Aceh World Solidarity Cup M Zaini dan Mirza Jadi Tahanan Kota, Jaksa Keberatan
"Oleh karenanya sesuai dengan asas praduga tidak bersalah sebelum palu hakim dijatuhkan kepada klien Kami, maka tidak boleh dianggap bersalah," tegas Zaini.
Sesuai dengan yang diatur dalam KUHAP dalam penjelasan umum butir ke 3 huruf c yaitu: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Bahwa berdasarkan Pasal 30 UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI, tugas dan wewenang Kejaksaan di Bidang Pidana: Melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap putusan pidana bersyarat; melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang Undang; melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
"Berdasarkan yang telah kami sebutkan di atas, kami selaku kuasa hukum lebih 'pantas merasa kecewa' terhadap sikap Kejaksaan Negeri Banda Aceh sejak penetapan tersangka dan penahanan terhadap klien kami dan sekarang sepertinya melakukan intervensi dan kejar target harus masuk dan ada indikasi upaya Trial By Press ( menghukum dengan pemberitaan media)," kata Zaini Djalil.
Labih lanjut Zaini juga mengingatkan bahwa proses hukum sedang berjalan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, maka JPU harus membuktikan kesalahan kliennya di persidangan sesuai dangan azas hukum.
"Karena apa yang disampaikan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Banda Aceh melalui media massa/elektronik tidak juga sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan yang sedang berproses," ungkapnya.
"Selaku kuasa hukum kami berharap semua pihak harus menghormati proses hukum di persidangan dan jangan bertindak atas nama kekuasaan dan segala sesuatu ingin "memviralkan" sehingga menjadi isu liar dan polemik yang tidak jelas dasar hukumnya. Yang dibutuhkan masyakat konstruksi penerapan hukum yang berazas berkeadilan dan berperikemanusiaan," demikian Zaini Djalil.(*)
Baca juga: Setelah M Zaini Yusuf, Giliran Bendahara Tsunami Cup Ditahan Jaksa Kejari Banda Aceh