Berita Aceh Utara

Begini Penjelasan Koordinator P3MD Aceh Terkait Dugaan Pungli yang Dilaporkan LBH ke Kemendes 

Kewajiban Kemendes kata Zulfahmi Hasan kepada PLD, memberikan fasilitas, ditanggung biaya dalam hal mengikuti proses sertifikasi, tetapi tidak berkewa

Penulis: Jafaruddin | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Koordinator Provinsi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3MD) Aceh, Zulfahmi Hasan 

Kewajiban Kemendes kata Zulfahmi Hasan kepada PLD, memberikan fasilitas, ditanggung biaya dalam hal mengikuti proses sertifikasi, tetapi tidak berkewajiban melaksanakan bimtek. 

Laporan Jafaruddin I Aceh Utara  

SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Koordinator Provinsi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3MD) Aceh, Zulfahmi Hasan memberikan penjelasan terkait dugaan pungli yang dilaporkan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI. 

Seperti diketahui Lembaga Bantuan Hukum (LBH)  Darul Misbah melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan Tenaga Ahli Pendamping Masyarakat (TAPM) Provinsi Aceh dan Kabupaten/Kota terhadap ribuan Pendamping Lokal Desa (PLD) di Aceh untuk kegiatan rapat koordinasi teknis (Rakornis). 

“Yang pertama yang ingin saya sampaikan proses bimtek itu tidak ilegal,” ujar Zulfahmi Hasan kepada Serambinews.com, Senin (22/11/2022). 

Kemudian Kementerian Desa tidak memiliki kewajiban untuk memberikan bimbingan teknis (bimtek) kepada pendamping desa dalam hal menyikapi sertifikasi. 

Kewajiban Kemendes kata Zulfahmi Hasan kepada PLD, memberikan fasilitas, ditanggung biaya dalam hal mengikuti proses sertifikasi, tetapi tidak berkewajiban melaksanakan Bimtek. 

Baca juga: Sekolah Negeri Minta Uang Rp 4,5 Juta hingga Lulus, Ridwan Kamil Angkat Suara Tegas Berantas Pungli

“Karena pendamping ini sangat butuh sertifikasi, sehingga teman-teman seluruh Indonesia (berjumlah) 35 ribu, mereka terus berusaha untuk mendapat bimbingan, ada yang secara online dan offline,” katanya. 

Karena tidak tersedia anggaran, pihaknya mengajak peserta untuk patungan mengumpulkan dana kegiatan bimtek tersebut. 

Dana yang terkumpul tersebut untuk makan minum peserta, biaya sewa tempat, fotokopi materi bahan bimtek. 

Jika dananya lebih kata Zulfahmi, ada yang sepakat untuk kas asosiasi, tapi ada juga kabupaten/kota yang banyak lebih dikembalikan lagi kepada peserta. 

“Laporan LBH tersebut sudah masuk ke kementerian, dan kami melihat lucu-lucu saja. Mereka tidak mengonfirmasi ini kepada kami, dan si LBH ini sudah melapor ke tiap desa untuk membuat siaran khusus, istimewa menyikapi pungli di Aceh-lah,” katanya. 

“Sertifikat yang diberikan itu sebagai referensi pengalaman dalam bekerja, karena itu bahagian pengalaman untuk melengkap CV, jadi bukan sertifikat kompetensi,” sambung Zulfahmi. 

Sedangkan untuk sertifikat kompetensi itu dikeluarkan Badan Nasional Sertifikat Profesi (BNSP) Pusat.

Baca juga: Kapolres Bireuen Ingatkan Anggota Tidak Melakukan Pungli

Adapun untuk proses sertifikasi dilakukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Kemendes PTT. 

Disebutkan, setiap pendamping desa di kabupaten/kota itu wajib mengikuti rapat koordinasi dan untuk rapat tersebut tidak tersedia dana. Jadi setiap rakor pendamping mengumpulkan uang untuk kebutuhan rakor. 

“Dalam rakor tersebut mereka memanfaatkan mengisi penguatan kapasitas, untuk menyusun portofolio,” ujar Zulfahmi Hasan. 

Menurutnya, panitia juga menyediakan surat pernyataan kepada peserta yang antara lain isinya peserta bersedia mengikuti kegiatan itu dengan sukarela dengan riang gembira tanpa ada pemaksaan. 

“Kawan-kawan PLD sudah mengklarifikasi ke LBH tersebut dan tim Kementerian Desa juga sudah turun ke Aceh, ternyata karena persoalan pribadi.

Sebab seluruh Indonesia proses bimteknya seperti ini,” katanya. 

Baca juga: Kapolda dengar Curhat di Warkop, Mulai dari Isu Pungli Pengurusan SIM hingga Isu Kabel Telanjang

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Darul Misbah SH, Helmi Musa Kuta SH
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Darul Misbah SH, Helmi Musa Kuta SH (For Serambinews.com)

LBH Lapor Dugaan Pungli Rakornis Pendamping Desa di Aceh ke Kemendes RI

Seperti diberitakan sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Darul Misbah melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan Tenaga Ahli Pendamping Masyarakat (TAPM) Provinsi Aceh dan Kabupaten/Kota terhadap ribuan Pendamping Lokal Desa (PLD) di Aceh

Dugaan pungli itu Rp 150 ribu dari PLD yang jumlahnya mencapai ribuan di Aceh, untuk pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis (bimtek) berkedok rapat koordinasi teknis atau Rakornis baru-baru ini. 

Laporan dugaan pungli itu disampaikan LBH Darul Misbah ke Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dengan nomor surat 0016/LBH-DM/X/2022, tertanggal 4 November 2022.

Selain itu juga ditujukan kepada Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. 

Kemudian kepada Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Laporan itu diteken Ketua Ketua LBH Darul Misbah Helmi Musa Kuta SH dan Sekretaris Azwir Hasyim SH. 

Ikut ditembuskan juga di antaranya kepada DPR RI, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Aceh, Kapolda Aceh, Kajati dan Ketua DPR Aceh, BPK, dan Koordinator Provinsi TAPM Aceh

“Pada 22-23 Oktober 2022, Asosiasi Pendamping Masyarakat dan Desa Nusantara (APMDN) Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe mengundang PLD, ke Aula Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kota Lhokseumawe mengikuti rakornis penyusunan Portofolio Sertifikasi TPP Tahun 2022,” tulis Helmi, dalam laporan yang diterima Serambinews.com, Selasa (22/11/2022). 

 Tapi dalam kegiatan rakornis itu, kata Helmi, panitia pelaksana membuat kegiatan lain yaitu Pelaksanaan Bimbingan Teknis (BIMTEK) dalam rangka Penyusunan Portofolio Sertifikasi Tenaga Pendamping Profesional. 

Dalam kegiatan tersebut, APMDN mengutip dana 150 ribu dari setiap PLD. Kegiatan serupa juga diadakan Dewan Pengurus Cabang (DPC) APMDN di Kabupaten Aceh Barat pada 14 Oktober 2022. Kemudian di Aceh Besar, Kota Banda Aceh dan Aceh Tamiang. 

“Setiap peserta bimtek sertifikasi itu diwajibkan membayar dengan cara mentransfer ke rekening pribadi panitia pelaksana. Uang pungutan itu diduga juga mengalir ke pihak-pihak tertentu, di antaranya adalah TAPM Provinsi dan TAPM Kabupaten/Kota,” ujar Helmi.

Selain itu, Helmi juga melaporkan pengutipan uang secara melawan hukum kepada seluruh TPP untuk pembuatan SPK TPP tahun anggaran 2022 sebesar Rp 61 ribu per orang, dengan jumlah TPP 2.600 orang di Aceh dan dugaan pungli lainnya. 

Dalam laporan setebal 42 halaman tersebut LBH Darul Misbah juga melampirkan bukti-bukti transfer uang dari PLD kepada panitia. Kemudian surat undangan rakornis dan bukti tangkapan layar hasil chat PLD dengan panitia dan skema aliran dana dari pungutan tersebut . 

“Kami berharap pihak kementerian dapat memeriksa seluruh TAPM Propinsi dan TAPM Kabupaten/Kota di Aceh, terkait pengutipan Rakornis, kemudian pembuatan SK dan juga pengutipan lainnya,” pinta Helmi. 

LBH Darul Misbah juga meminta kepada TAMPD Provinsi Aceh dan TAPMD Kabupaten/Kota di Aceh supaya segera mengembalikan dana pungli tersebut. mereka juga meminta supaya kementerian dapat menonaktifkan TAPD di provinsi dan kabupaten/kota yang terlibat dalam kasus dugaan pungli tersebut. 

Karena secara aturan rakornis tersebut tidak dibenarkan mengutip dana. APMD juga tidak memiliki legalitas atau bukan lembaga berwenang untuk menerbitkan sertifikasi kepada PLD.

“Informasi terbaru yang kami dapatkan beberapa PLD sudah menerima dana pengembalian tapi banyak yang belum. Ini juga mengindikasikan adanya perbuatan melawan hukum, kalau kutipan dana tersebut sah secara aturan, kenapa harus dikembalikan lagi,” pungkas Helmi. (*)

 

 

 

 
 
 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved