Internasional

Demonstrasi Nasional Berdarah Iran Ikut Menewaskan 60 Anak-Anak Laki-Laki dan Perempuan

Aksi demonstrasi nasional di seluruh negeri Iran telah berubah menjadi kerusuhan paling berdarah.

Editor: M Nur Pakar
AFP/UGC
Pasukan keamanan Iran memperingatkan penduduk di sebuah kompleks di Distrik Chitgar di Ibu Kota Teheran agar tidak ikut demonstrasi, Selasa (1/11/2022). 

SERAMBINEWS.COM, JEDDAH - Aksi demonstrasi nasional di seluruh negeri Iran telah berubah menjadi kerusuhan paling berdarah.

Pasukan keamanan Iran telah menembak mati 448 orang dalam tindakan keras terhadap demonstrasi yang dimulai pada pertengahan September 2022.

Bahkan lebih dari setengahnya di wilayah etnis minoritas, kata sebuah kelompok hak asasi manusia.(HAM).

Dilansir Arab News, Rabu (30/11/2022), dari 448 orang yang dipastikan tewas, 60 koran merupakan anak-anak berusia di bawah 18 tahun.

Dari jumah itu terdapat sembilan anak perempuan, dan 29 perempuan, kata kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo, Norwegia.

Dikatakan 16 orang tewas oleh pasukan keamanan dalam sepekan terakhir saja, 12 di antaranya tewas di daerah berpenduduk Kurdi di mana demonstrasi sangat intens.

Jumlah korban juga meningkat setelah kematian orang yang terbunuh pada minggu-minggu sebelumnya diverifikasi dan dimasukkan.

Baca juga: Pengawal Revolusi Iran Akui Kematian Wanita Kurdi Telah Mengganggu Kehidupan Masyarakat

Jumlah korban hanya mencakup warga yang tewas dalam penumpasan dan bukan anggota pasukan keamanan.

Jenderal Amirali Hajjizadeh dari Korps Pengawal Revolusi Islam sebelumnya mengatakan lebih dari 300 orang telah tewas dan untuk pertama kalinya pihak berwenang mengakui angka seperti itu.

Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pekan lalu memilih untuk membentuk misi pencarian fakta tingkat tinggi untuk menyelidiki tindakan keras dalam sebuah langkah yang ditolak keras oleh Iran.

“Otoritas republik Islam tahu betul bahwa jika mereka bekerja sama dengan misi pencari fakta PBB, skala kejahatan mereka yang lebih luas akan terungkap,” kata direktur IHR Mahmood Amiry-Moghaddam.

“Itulah mengapa, penolakan kerjasama Iran sudah dapat diprediksi,” tambahnya.

Amiry-Moghaddam mengatakan lebih dari separuh kematian tercatat di wilayah yang dihuni oleh Sunni Baluch atau etnis minoritas Kurdi.

Kematian terbanyak terjadi di wilayah tenggara Sistan-Baluchistan di mana 128 orang tewas setelah protes yang memiliki percikan terpisah tetapi telah menambah kemarahan nasional, kata IHR.

Baca juga: Menang dari Timnas Wales, Pemerintah Iran Bebaskan 709 Tahanan Dari Dalam Penjara

Sementara itu, seorang pakar independen yang ditunjuk PBB di Iran menyuarakan keprihatinan.

Disebutkan, tekanan terhadap demonstrasn semakin meningkat, dengan pihak berwenang meluncurkan kampanye menjatuhkan hukuman mati kepada mereka.

"Saya khawatir rezim Iran akan bereaksi keras terhadap resolusi Dewan Hak Asasi Manusia dan ini dapat memicu lebih banyak kekerasan dan tekanan ," kata Javaid Rehman.

Dia merujuk pada pemungutan suara Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk melakukan penyelidikan atas tindakan keras tersebut. minggu lalu.

Teheran telah menolak penyelidikan tersebut dan mengatakan tidak akan bekerja sama.

“Sekarang otoritas telah memulai kampanye hukuman mati ke demonstran,” tambahnya.

Dikatakan, sebanyak 21 orang yang ditangkap dalam konteks protes menghadapi hukuman mati.

Termasuk seorang wanita yang didakwa atas pelanggaran pidana yang tidak jelas dan dirumuskan secara luas.

Baca juga: Iran Tolak Penyelidikan PBB, Negara Asing Ikut Menyebar Kerusuhan

"Sebanyak enam orang telah dijatuhi hukuman mati bulan ini," kata Rehman.

Kantor hak asasi manusia PBB mengkonfirmasi dalam email, salah satu dari mereka yang didakwa atas “korupsi di bumi' karena mempublikasi kebohongan dalam skala besar.

Terdakwa merupakan rapper terkenal Iran Toomaj Salehi, mengutip seorang pejabat pengadilan.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved