Internasional
China Jatuhkan Sanksi ke Dua Warga AS, Balas Tindakan Washington, Tuduh Pelanggaran HAM di Tibet
China menjatuhkan sanksi kepada dua warga Amerika Serikat (AS) sebagai pembalasan atas tindakan Washington, menyebut pelanggaran hak asasi manusia
Sebelumnya, dia adalah direktur hubungan pemerintah di kelompok pemantau Kampanye Internasional untuk Tibet.
Yu kelahiran China adalah seorang akademisi senior yang mengajar di Akademi Angkatan Laut AS dan seorang kritikus terkenal terhadap rezim pemimpin Partai Komunis China Xi Jinping.
Dia menjabat sebagai penasihat utama China di bawah mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo.
Baca juga: 50 Negara Kecam Cina karena Melanggar HAM Terhadap Uighur, Indonesia Tak Termasuk
China dalam beberapa tahun terakhir telah meloloskan undang-undang yang mengamanatkan sanksi tit-for-tat terhadap individu asing dari AS, Uni Eropa dan negara-negara lain atas anggapan meremehkan kepentingan nasionalnya.
Washington dan lainnya telah menyusun daftar panjang pejabat China yang dilarang mengunjungi atau terlibat dalam transaksi dengan lembaga keuangan mereka.
Mulai dari pemimpin kota semi-otonom Hong Kong hingga pejabat lokal yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
China mengklaim Tibet telah menjadi bagian dari wilayahnya selama berabad-abad, meskipun para pendukung pemimpin Buddha di pengasingan, Dalai Lama, mengatakan sebagian besar waktu itu independen secara fungsional.
Pasukan komunis menginvasi pada tahun 1950 dan China telah memerintah wilayah Himalaya dengan tangan besi sejak saat itu.
Memberlakukan pengawasan yang lebih ketat dan pembatasan perjalanan sejak pemberontakan terakhir melawan pemerintahan Beijing pada tahun 2008.
Baca juga: Mahasiswi Uighur Xinjiang Lari ke Turki, Usai Dibebaskan dari Penjara Pemerintah China
Hukuman penjara yang lama dalam kondisi yang mengerikan dijatuhkan untuk tindakan pembangkangan, termasuk mempertahankan bahasa unik dan budaya Buddha di kawasan itu dari upaya asimilasi.
China juga telah dituduh menahan ratusan ribu orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya di kamp-kamp pendidikan ulang sebagai bagian dari kampanye untuk menghapus bahasa dan budaya asli mereka.
Termasuk melalui adopsi paksa dan sterilisasi.
China membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan hanya memerangi terorisme, separatisme, dan ekstremisme agama.(*)