Berita Banda Aceh
Tangis Haru Peringatan 18 Tahun Tsunami Aceh, Kisah Nasehat Pria Tua Berjubah Putih Sebelum Bencana
Isak tangis harus tak terbendung saat peringatan 18 tahun Tsunami Aceh di Kuburan Massal Ulee Lheu, Banda Aceh, Senin (26/12/2022)
Penulis: Indra Wijaya | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Isak tangis harus tak terbendung saat peringatan 18 tahun Tsunami Aceh di Kuburan Massal Ulee Lheu, Banda Aceh, Senin (26/12/2022).
Ulee Lheu sendiri merupakan salah satu daerah di Banda Aceh yang mengalami dampak yang cukup parah akibat terjangan tsunami 26 Desember 2004 lalu.
Lokasi daerah yang tepat berada di pesisir pantai, membuat tempat tersebut luluh dampak dihantam gelombang.
Memperingati 18 tahun tsunami Aceh, ratusan warga berkumpul di lokasi kuburan massal Ulee Lheu.
Baca juga: Kisah-Kisah Menakjubkan saat Tsunami Aceh 2004, Diselamatkan Ular hingga Bantuan Boat dari Buaya
Mereka mulai berkumpul di lokasi tersebut seusai subuh tadi. Ada yang membawa yasin, Alquran dan sebagainya.
Tak hanya masyarakat yang beragama Islam saja, namun mereka dari agama lainnya juga ikut berziarah di kuburan tersebut.
Hal itu tak lain, untuk mendoakan sanak saudara, yang telah lebih dulu meninggal dunia.
Lantunan ayat suci Alquran dan doa sendiri sudah terdengar sejak subuh.
Baca juga: Viral saat Tsunami Aceh 18 Tahun Lalu, Ini Lirik dan Terjemahan Lagu Aneuk Yatim dan Ya Rabbana
Baik dari masjid, di kuburan massal dan tempat lainnya menjadi satu larut akan kenangan pahit akibat tsunami 2004 lalu.
Mata mereka berkaca-kaca saat membacakan doa.
Isak tangis tak bisa ditahan. Meski sudah 18 tahun lamanya, kenangan itu begitu melekat hingga sekarang.
Armiati (55), ia duduk sendiri di agak menjauh dari keramaian.
Hal dilakukannya agar dirinya lebih khusyuk saat menjadi surah yasin dan lantunan doa.
Baca juga: Kisah Teungku Sofyan Selamat dari Bencana Tsunami Aceh, Tergulung Ombak hingga Terkubur 7 Hari
Armiati sendiri berasal dari Aceh Utara. Tiap tahunnya, saat peringatan tsunami ia selalu berangkat ke Banda Aceh.
"Saya ke sini untuk baca yasin untuk ibu dan kedua anak saya yang sudah duluan ke surga," kata Armiati.
Ia memiliki empat orang anak, dimana tiga laki-laki dan satu perempuan.
Pada 2004, anak perempuannya saat itu menghubunginya bahwa pada Mei 2005 nanti ia akan wisuda dan satunya lagi baru saja masuk kuliah.
Saat itu, keduanya anaknya tinggal di Punge, Banda Aceh, di rumah ibu kandungnya.
Baca juga: Wajah Baru Kubah Masjid Gurah Al-Tsunami, Saksi Bisu Kedahsyatan Tsunami Aceh 2004
Namun, saat terjadi tsunami, kedua anaknya tersebut menjadi salah satu korban akibat dahsyatnya gelombang tsunami.
"Mereka sudah tenang di sana. Saya hanya mendoakan mereka. Meski kenangan akan anak saya terus teringat," tutup dia.
Naik ke Atas Sofa Dipenuhi Ular dan Kalajengking
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal saat menyampaikan testimoninya pada malam doa bersama yang dilaksanakan jurnalis Aceh di Museum Aceh, mengatakan, bahwa saat menjadi tsunami itu, pada harinya ia hendak mengunjungi temannya di Kajhu.
Saat itu, temannya sedang sakit. Ia kemudian menyempatkan, untuk berhenti ke Peunayong untuk membeli buah jeruk dan coklat untuk anak temannya.
Baca juga: Kenang 18 Tahun Tsunami, Pemkab Aceh Selatan Gelar Kenduri Laot dan Santuni Yatim
Lalu, ia langsung bertolak ke arah Kajhu. Namun, saat tiba di Simpang Mesra, gempa 9,3 Sr mengguncang.
Ia segera menghentikan kendaraannya.
"Karena kuat sekali gempanya. Kita semua menepi di pinggir jalan," kata Almuniza, Minggu (25/12/2022) malam.
Tak lama setelah gempa berhenti, ia kemudian melanjutkan perjalanannya.
Saat di jalan, ia melihat seorang pria tua memakai jubah putih menggunakan becak dan berteriak "Kejeut Tobat, dunia hampi kiamat (Sudah bisa tobat, dunia mau berakhir)" kata Almuniza menirukan imbauan orang tua tersebut.
Saat itu, ia tidak menghiraukan. Sebab belum tau apa itu bencana tsunami dan sebagainya.
Namun, tak lama kemudian air mulai bergemuruh dari arah lautan.
Suaranya seperti kerupuk pecah. Ia mencoba melarikan diri namun masih diterjang ombak.
Ia terseret arus dan tersangkut di atas pohon kelapa setinggi 20 meter.
Baca juga: Ribuan Warga Pidie Jaya Gelar Zikir dan Doa Bersama Pada Peringatan 18 Tahun Tsunami Aceh
Kemudian ia melihat ke arah laut, dan tampak gelombang susulan.
Awalnya ia mengira tidak akan terkena lagi.
Dugaannya salah. Ia kembali terseret ombak.
Kemudian ia melihat ada sebuah sofa yang terapung di atas ombak.
Ia kemudian meraihnya, namun diatas sofa itu terdapat ular, kalajengking dan reptil lainnya.
Almuniza tak menghiraukannya dan langsung naik ke arah sofa itu.
Di atas sofa kemudian ia terseret ke arah laut.
Baca juga: Viral saat Tsunami Aceh 2004, Ini Kisah di Balik Lagu Rafly Kande Berjudul Aneuk Yatim & Ya Rabbana
Beruntung sofa yang dinaiki, tersangkut di atas rumah warga.
Setelah air surut ia kemudian turun dan melihat beberapa mayat sudah terbujur kaku di tanah.
Ia menilai, peringatan tsunami yang dihelat saban tahun merupakan salah satu upaya Pemerintah Aceh untuk mengedukasi generasi penerus bangsa agar selalu siaga terhadap bencana.
“Masyarakat Aceh harus selalu membangun budaya sadar bencana dalam upaya mengantisipasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi di masa depan.
Intinya, edukasi tetap menjadi poin utama dalam setiap tahun peringatan tsunami,”pungkasnya.(*)
Baca juga: Enam Faktor Penyebab Terjadinya Tsunami
