Berita Aceh Besar
Warga Rohingya Harus Bayar Sampai Rp 7 Jutaan Untuk Berangkat dari Blangladesh
Sebanyak 184 warga Rohingya terdampar di pesisir Pantai Kuala Gigieng, Desa Lamnga, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar
JANTHO - Sebanyak 184 warga Rohingya terdampar di pesisir Pantai Kuala Gigieng, Desa Lamnga, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, pada Minggu (8/1/2023), terdiri atas 69 laki-laki, 75 perempuan, dan 40 anak-anak.
Untuk bisa berangkat dari kamp pengungsian di Bangladesh menggunakan kapal dengan tujuan Malaysia, mereka harus membayar 5.000 hingga 59.000 Taka (mata uang Bangladesh) atau Rp 764.336-Rp 7.637.879 per orang.
Kini, pengungsi tersebut ditempatkan di UPTD Rumah Seujahtera Dinas Sosial Aceh.
Mereka sudah dicek kesehatannya dan mendapat pengawasan selama berada di lokasi penampungan sementara tersebut.
Berdasarkan informasi yang terima Serambi dari beberapa pengungsi, mereka berasal dari Camp 3 Kutupalong, Bangladesh.
Berdasarkan penelusuran Serambi, Kamp Pengungsi Kutupalong dihuni oleh 598.545 pengungsi.
Adapun Camp 3 Kutupalong dihuni oleh 35.599 orang.
Salah seorang warga Rohingya, Muhammad Fairus (21), menjelaskan, saat berangkat dari kamp pengungsian di Bangladesh, mereka dibekali kompas manual yang sudah terpasang di kapal.
Ditanya alasan dia keluar dari Bangladesh, Fairus mengatakan, di sana dirinya tidak memiliki kesempatan untuk bekerja.
Terlebih, ia berstatus sebagai pengungsi.
Saat di Myanmar, sebut Fairus, ayah dan ibunya dibunuh oleh militer.
Ia hanya tinggal bersama seorang adiknya di Bangladesh.
Baca juga: KMS Desak Pemerintah RI Maksimalkan Penanganan 600 Rohingya Terdampar di Aceh
Baca juga: Pengungsi Rohingya Jalani Swab Antigen dan Pengambilan Sampel Darah, Ini Hasilnya
"Kami terkatung-katung di laut hampir satu bulan.
Ayah dan ibu saya meninggal dibunuh di Myanmar," ucap Fairus.
Ditanya siapa yang mengurus pengungsi hingga bisa berangkat dengan kapal dari Bangladesh, Fairus mengatakan, hal itu diurus oleh pemilik perahu yang tinggal di kamp pengungsi.
Tapi, ia tidak tahu dimana rumah pemilik boat tersebut.
"Kami bertemu dengan dia di kamp.
Lalu dia bilang ke kami tentang bagaimana berangkat ke Indonesia lalu ke Malaysia, seperti itu," jelas dia.
Fairus menyebutkan, untuk bisa naik kapal dan berangkat dari Bangladesh ke Malaysia, mereka harus membayar 5.000 hingga 59.000 Taka (mata uang Bangladesh) atau Rp 764.336-Rp 7.637.879 per orang.
Dia mengatakan, tidak ada yang memfasilitasi mereka saat pergi dari Bangladesh.
Saat di kapal, tambah Fairus, dirinya sangat cemas.
Sebab, banyak dari pengungsi yang meninggal dalam perjalananan di laut.
Terlebih, akibat terbatasnya makanan yang tersedia.
"Banyak dari kami yang sakit karena tak ada air dan makanan.
Kami tidak punya handphone untuk menentukan titik koordinat perjalanan.
Baca juga: Cara Rohingya Capai Daratan Aceh, Begini Pengakuan Imigran dari Camp 3 Kutupalong Bangladesh
Kami hanya memiliki kompas," pungkas Muhammad Fairus.
Diswab dan diambil darah
Sementara itu, Legal Associate UNHCR Indonesia, Diovio Alfath, mengatakan, saat ini pihaknya fokus memberikan kebutuhan dasar kepada pengungsi tersebut seperti makanan, minum, dan obat-obatan.
“Hari ini (kemarin-red), tim Karantina Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Banda Aceh melakukan swab antigen dan mengambil sampel darah pengungsi tersebut.
Kita juga segera melakukan self screening dengan pihak terkait," jelas Diovio.
Di Bangladesh, menurutnya, kamp pengungsian sudah sangat tak layak dan makin memburuk.
Hal itu, kata Diovio, salah satu alasan yang mendorong pengungsi tersebut meninggalkan kamp guna mencari kehidupan yang lebih layak.
Melihat banyaknya pengungsi yang melarikan diri dari tempat penampungan, Diovio mengatakan, pihaknya akan terus memberikan konseling agar mereka tak melakukan perjalanan yang tidak resmi.
"Sebab, itu membahayakan mereka.
Kita juga terus berkomunikasi dengan pihak terkait," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala KKP Kelas II Banda Aceh, dr Ziad Batubara, mengatakan, swab antigen kepada pengungsi itu dilakukan sesuai protokol kesehatan yang berlaku.
Di mana setiap warga negara asing yang masuk ke Indonesia wajib melakukan swab antigen dan pemeriksaan penunjang lainnya.
"Kita juga mengambil sampel darah mereka untuk mengetahui kondisi kesehatannya," ungkap Ziad.
Jika ada yang ditemukan reaktif, menurut Ziad, pihaknya akan berkomunikasi dengan Dinas Kesehatan Aceh apakah ada karantina wilayah atau tidak.
"Dari hasil pemeriksaan sementara, kita belum menemukan ada yang sakit.
Untuk anak-anak nggak kita ambil sampel darah atau tes swab," tutup dr Ziad Batubara. (iw)
Baca juga: DPRA Minta Pusat Segera Turun Tangan untuk Tangani Imigran Rohingya di Aceh
Baca juga: 184 Imigran Rohingya Mendarat di Aceh Besar, Pj Bupati Perintah Tim Bantu Secara Kemanusiaan
MIN 29 Lhoknga Raih Juara 1 Sepakbola Porseni K2MI Kemenag Aceh Besar |
![]() |
---|
Petani Garam Kuala Gigieng Aceh Besar Melirik Produksi Sabun Cuci Piring |
![]() |
---|
3,5 Ton Beras SPHP Ludes Diserbu Warga Darul Imarah, Rp60 Ribu Per Sak 5 Kg |
![]() |
---|
700 Sak Beras SPHP Ludes Diserbu Warga Leu Ue Darul Imarah Aceh Besar |
![]() |
---|
Poltekpel Malahayati Lantik 186 Perwira Transportasi Laut, Siap Jadi Penggerak Maritim Dunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.