Berita Nasional

Tragedi Kelam Jambo Keupok, Penyiksaan yang Kini Diakui Negara Sebagai Pelanggaran HAM Berat

Mengenang tragedi kelam Jambo Keupok, usai 20 tahun lamanya penyiksaan tersebut kini diakui negara sebagai pelanggaran HAM Berat.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
TRIBUNNEWS.COM
Ilustrasi - Mengenang tragedi kelam Jambo Keupok, usai 20 tahun lamanya penyiksaan tersebut kini diakui negara sebagai Pelanggaran HAM Berat. 

SERAMBINEWS.COM - Mengenang tragedi kelam Jambo Keupok, usai 20 tahun lamanya penyiksaan tersebut kini diakui negara sebagai Pelanggaran HAM Berat.

Hal itu sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi berdasarkan keterangannya yang dilihat Serambinews.com dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI, Rabu (11/1/2023).

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi.

"Dan, saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat pada Peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003," tambahnya.

 

 

Jambo Keupok merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Selatan.

Kronologi peristiwa kelam tersebut dimulai dari dugaan Desa Jambo Keupok menjadi basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Baca juga: Negara Akui Tragedi Simpang KKA Sebagai Pelanggaran HAM Berat, Begini Kisah Kelam Tahun 1999

Dikutip dari laman resmi KontraS, anggota TNI Para Komando (PARAKO) bersama dengan Satuan Gabungan Intelijen (SGI) melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk sipil.

Hal itu dilakukan sepanjang operasinya di Desa Jambo Keupok yang dituding menjadi basis GAM.

PARAKO dan SGI melakukan penangkapan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan hingga perampasan harta benda.

Puncaknya terjadi pada 17 Mei 2003 sekitar pukul 7 pagi.

Baca juga: Tragedi Rumoh Geudong Aceh 1989, Peristiwa Kelam yang Diakui Negara Sebagai Pelanggaran HAM Berat

Ratusan pasukan militer membawa senjata laras panjang dan beberapa pucuk senapan mesin mendatangi Desa Jambo Keupok.

Semua orang dipaksa untuk keluar baik laki-laki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak.

Mereka diinterogasi sembari dipukuli dan dipopor senjata. Tidak jarang warga dipaksa mengaku sebagai anggota GAM.

Akibatnya, 16 orang penduduk sipil meninggal setelah disiksa, ditembak, bahkan dibakar hidup-hidup, serta 5 orang lainnya turut mengalami kekerasan oleh aparat.

Baca juga: Fenomena Aneh, Pulau Baru Muncul di Tengah Laut Usai Gempa 7,5 Guncang Tanimbar, Warga Takut Tsunami

Dua hari setelahnya, Presiden Megawati mengeluarkan Keppres 28/2003 menetapkan Darurat Militer (DM) di Aceh.

Keppres tersebut menjadi legitimasi bagi aparat keamanan untuk menjalankan kebijakan politik represif Negara terhadap masyarakat Aceh.

KontraS Aceh mencatat terdapat sedikitnya 1.326 kasus kekerasan terhadap masyarakat sipil.

Kekerasan tersebut meliputi pembunuhan, penyiksaan, pelecehan seksual, hingga penghilangan orang secara paksa.

Pada saat itu, lembaga masyarakat sipil di Aceh sempat dituduh militer berafiliasi dengan GAM dan dibungkam agar berhenti menginformasikan situasi Aceh ke dunia luar.

Meskipun status DM di Provinsi Aceh sudah dicabut, namun para korban dan keluarganya belum juga mendapatkan keadilan dan pemulihan dari negara.

Baca juga: Tersulut Api Cemburu, Mantan Nginap dengan Pacar Baru, Pria Ini Bakar Kamar sampai Korban Tewas

Pemerintah Berusaha Pulihkan Hak Korban

Sementara Presiden Jokowi mengatakan dirinya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban.

"Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.

"Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang," tambahnya.

Baca juga: Profil Steffy Burase, Istri Irwandi Yusuf yang Viral Duduk di Pelaminan Bak Pengantin Baru

Presiden juga meminta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar dua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik.

"Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa, guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," pungkasnya.

Adapun pelanggaran HAM berat yang diumumkan Presiden Jokowi, Rabu (11/1/2023) sebagai berikut:

1. Peristiwa 1965-1966;

2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;

3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;

4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989;

6. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998;

7. Peristiwa kerusuhan Mei 1998;

8. Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999;

9. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;

10. Peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999;

11. Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002;

12. Peristiwa Wamena, Papua di 2003; dan

13.Peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved