KPK Pantau Program Nasional Penurunan Stunting, Ditemukan Pengadaan Mencurigakan
Ada laporan inspektorat pemerintah daerah terkait pengadaan pada program penurunan prevalensi stunting yang tidak memberikan manfaat optimal.
"Tim Stranas PK akan mendorong integrasi perencanaan dan penganggaran melalui format digital mulai dari level desa hingga pusat, termasuk monitoring proses penyusunan RKP, Renja, RKA dan DIPA, sehingga ke depan tagging anggaran untuk stunting benar-benar mendukung penurunan prevalensi stunting." jelas Niken.
Selanjutnya pada aspek pengadaan, perlu adanya kajian efektivitas dari barang yang dihasilkan dan beban administrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan objek sehingga dapat bermanfaat. Kementerian dan Lembaga(K/L) juga perlu mempersiapkan dengan baik juknis dan koordinasi dengan LKPP terkait kesesuaian barang yang tampil di e-katalog.
"Selain itu, diperlukan pedoman teknis yang akan digunakan Inspektorat untuk melakukan pengawasan program percepatan penurunan prevalensi stunting ini. Rekomendasi-rekomendasi ini diharapkan dapat mencegah adanya penyimpangan dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting," pesan Niken.
Masalah gizi pada bayi usia di bawah lima tahun (balita) masih menjadi masalah kesehatan yang tergolong tinggi di Indonesia. Salah satunya masalah stunting. Menurut data survei Kemenkes, kasus stunting di Indonesia pada tahun 2022 berada di angka 21,6 persen.
Baca juga: Pj Bupati Nagan Raya Akan Beri Sanksi ASN Nongkrong di Warkop Saat Jam Kerja
Pada Oktober 2022, KPK bersama Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) menggelar audiensi dan koordinasi terkait upaya pencegahan korupsi pada penurunan stunting balita. Upaya penurunan stunting ini menjadi program prioritas nasional untuk mencapai target yang diharapkan pada tahun 2024.
Program ini termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Target nasional pada 2024, prevalensi stunting ditargetkan turun hingga 14 persen, dengan penurunan stunting di atas 3,3 persen per tahun.
Prevalensi Turun
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melaporkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022, terutama soal prevalensi stunting. "Ingin saya laporkan hasil SGGI 2022 itu turun dari tahun lalu 24,4 persen turun 2,8 persen jadi 21,6 persen," kata Menkes Budi dalam Rakernas BKKBN.
Penurunan persentase tersebut, diakui Budi, masih belum memenuhi target Presiden Jokowi sebesar 3 persen per tahunnya.
"Tapi terima kasih ke gubernur, bupati, walikota karena ini terjadi masa pandemi, bukan masa biasa," kata Budi
Karena itulah, Budi berharap seiring dicabutnya status PPKM dan meredanya kasus Covid-19 di Indonesia, target tersebut bisa tercapai. Dibalik angka penurunan tersebut, Budi memaparkan ada tiga provinsi yang prevalensinya turun sampai menyentuh angka 5 persen, yakni Sumatera Selatan, Kalimantan Utara, dan Riau.
"Saya laporkan juga ada dua provinsi besar yang turunnya kepala 3, yaitu Jawa Barat Dan Jawa Timur," ujarnya.
Eks Dirut Bank Mandiri itu juga mengatakan bahwa pengertian sederhana stunting adalah bodoh. Awalnya, Budi yang merupakan Menkes dengan latar belakang nonmedis, kerap ditanya soal stunting.
"Saya tanya ke ahli-ahlinya. Stunting itu ukuran tinggi badan per usia. Kalau di bawah minus standar defiasi itu namanya stunting. Susah sekali. Bahasa gampangnya apa? Anak stunting itu bodoh, pak. Jadi saya pakai itu saja," kata Budi.
Budi yakin tidak ada satu wanita pun di Indonesia yang ingin anaknya bodoh . "Kalau suaminya bodoh enggak apa-apa, tapi jangan anaknya," kata Budi.(Tribun Network/den/ham/wly)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.