Konflik Gajah Liar dan Manusia, Peran Semua Pihak Perlu untuk Atasi Konflik

Agus juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat kalau konflik satwa tersebut perlu peran semua pihak untuk menjaga lingkungan.

Editor: Amirullah
FOR SERAMBINEWS.COM
Rumah warga yang rusak akibat diamuk gajah liar, Rabu (28/12/2022) pagi, di Kampung Pancar Jelobok, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah. 

SERAMBINEWS.COM - Kasus konflik satwa liar dan manusia kembali terjadi di Aceh.

Setelah serangan harimau di Aceh Selatan, kali ini seekor gajah mengamuk dan menyerang warga di Kabupaten Aceh Tengah, Minggu (5/1/2023).

Amukan gajah liar tersebut menyebabkan satu orang meninggal dunia dan dua lainnya mengalami luka-luka.

Selain itu, warga dari dua dusun di desa itu juga terpaksa mengungsi karena ketakutan, karena gajah berkeliaran di perkebunan mereka.

Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Agus Arianto menyatakan telah menurunkan tim untuk mengatasi konflik satwa liar gajah dengan manusia di wilayah tersebut.

“Setelah mendapatkan informasi terkait ada gajah konflik dengan manusia dan ada korban meninggal dunia, kita sudah perintah tim di Aceh Tengah turun menuju ke lokasi dan tentu mendatangi korban terlebih dahulu,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa penanganan konflik gajah liar dan manusia sudah pernah dilakukan, yakni dengan memasang kawat kejut.

Baca juga: Diamuk Gajah Saat Perbaiki Rumah, Satu Warga Meninggal, Dua Lainnya Luka-luka

Baca juga: Menhan Dicopot, Ukraina di Bawah Ancaman Ketakukan, Rusia Bakal Lancarkan Serangan Besar Bulan Ini

"Program jangka pendek kita pasang kawat kejut. Untuk jangka panjang, kita ada peta wilayah hutan dan pemukiman, ini harus ada peran semua pihak," tambahnya.

Agus juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat kalau konflik satwa tersebut perlu peran semua pihak untuk menjaga lingkungan.

Caranya yaitu dengan tidak melakukan perambahan hutan dan tambang ilegal, karena dapat menimbulkan dampak terhadap satwa liar sehingga menimbulkan interaksi negatif dengan manusia.

Hal serupa juga disampaikan Kepala Peneliti Yayasan Leuser International (YLI), Renaldi Safriansyah, sebagaiman dikutip Serambi dari Mongabay.com.

Renaldi mengatakan, penyebab konflik manusia dengan gajah semakin sering terjadi karena habitat gajah menyempit akibat menyusutnya kawasan hutan.

Kawasan hutan yang merupakan habitat gajah telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit, karet, pinang, pisang, dan tanaman lainnya.

Pembangunan proyek-proyek skala besar seperti jalan raya, pembangkit listrik tenaga air, dan lainnya juga berdampak pada habitat gajah.

“Rencana pembangunan 12 ruas jalan baru yang melalui hutan Peureulak-Lokop, Kabupaten Aceh Timur, tembus ke Kabupaten Gayo Lues, menyebabkan habitat gajah terfragmentasi yang dikhawatirkan meningkatkan konflik dengan manusia. Perlindungan dan pengelolaan habitat melalui pendekatan multi-stakeholder management harus dilakukan,” jelasnya.

Semua pemangku kepentingan harus menerapkan prinsip natural based solutions dengan pendekatan infrastruktur hijau dan infrastruktur alam.

“Langkah-langkah perlindungan untuk meminimalis dampak negatif pembangunan infrastruktur skala besar terhadap satwa liar, tidak boleh dilupakan,” ujarnya.(rd)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved