Berita Abdya

Terkait Stunting, Diskominsa Aceh Gelar Acara Jaring Opini Publik di Abdya

Angka prevalensi stunting di Provinsi Aceh turun dari sebelumnya 33,2 persen pada tahun 2021 menjadi 31,2 persen pada tahun 2022.

Penulis: Taufik Zass | Editor: Taufik Hidayat
Dok Humas
Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Ayu Marzuki, saat menjadi narasumber pada talkshow jaring opini publik di Blang Poroh Cafe, Blangpidie, Abdya, Rabu (22/02/2023). 

Laporan Taufik Zass | Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM,BLANGPIDIE - Dinas Komunikasi, Informatika (Diskominsa) Aceh bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) menggelar acara talkshow Jaring Opini Publik dengan tema “Pernikahan Dini Picu Stunting”.

Acara yang menghadirkan narasumber Ketua Tim Penggerak PKK Aceh atau istri Pj Gubermur Aceh, Ayu Marzuki ini berlangsung di Blang Poroh Cafe, Blangpidie, Abdya, Rabu (22/02/2023).

Pada acara talkshow tersebut, Ayu Marzuki menyebut bahwa angka prevalensi stunting di Provinsi Aceh turun dari sebelumnya 33,2 persen pada tahun 2021 menjadi 31,2 persen pada tahun 2022. "Artinya Aceh berhasil menurunkan 2 persen angka stunting dalam satu tahun," kata Ayu Marzuki.

Menurut Ayu, penurunan prevalensi stunting menjadi program prioritas TP PKK Aceh di tahun ini dan untuk memaksimalkannya PKK Aceh telah menyusun strategi dengan mengoptimalisasi setiap program kerja Pokja, sebab ke empat Pokja tersebut memiliki tugas yang saling berkaitan terhadap penurunan stunting.

“Alhamdulillah Aceh dari awalnya peringkat 3 terbawah sekarang jadi rangking ke 5 terbawah, walaupun sedikit kita patut syukuri agar Allah selalu memberikan keberkahan,” sebutnya dalam talkshow secara live outdoor bersama Radio Djati FM dan Radio Swara Fatali Nusa Jaya FM ini.

Selain itu, Ayu menambahkan, ada 3 faktor penting yang mempengaruhi penurunan stunting pada anak yaitu, pola asuh, pola makan dan akses sanitasi dasar yang bagus, ke tiga faktor itu saling berkaitan pada kondisi gangguan gizi kronis pada anak.

Karena itu, harus dilakukan intervensi yang difokuskan pada perempuan, mulai dari usia remaja guna mempersiapkan fisik mereka sebagai calon ibu di masa depan.

Kemudian, upaya intervensi pada remaja putri yaitu pemberian tablet tambah darah (TTD) mingguan bagi remaja putri dari usia sekolah mulai SMP dan SMA sederajat, serta dibarengi dengan dorongan aktivitas fisik dan konsumsi makanan bergizi seimbang.

“Intervensi ini dilakukan untuk memastikan dan mempersiapkan remaja putri tidak kekurangan zat besi dan gizi sebelum mereka hamil nantinya," sebutnya.

Kemudian, intervensi pada ibu hamil mulai pemberian TTD, pemeriksaan kehamilan rutin, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil, dan pemantauan perkembangan janin dengan pemeriksaan ibu hamil minimal 6 kali selama 9 bulan.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa, semua itu harus tercukupi, lantaran hal tersebut menjadi faktor penting pada ibu hamil untuk mencegah kekurangan energi kronis/gizi dan zat besi pada ibu hamil.

Lalu, intervensi pada 1000 hari pertama kelahiran, yaitu dengan pemberian asupan ASI eklusif bagi bayi 0-6 bulan, kemudian pada anak usia 6-24 bulan dilanjutkan dengan pemberian makanan tambahan yang tinggi protein hewani.

"Sebab pada usia tersebut stunting meningkat signifikan, akibat kurang protein hewani pada MP-ASI yang mulai diberikan sejak 6 bulan," paparnya.

Ia mengatakan bahwa kesiapan seorang Ibu menjadi hal penting bagi pertumbuhan anak terutama kesiapan mental, kemampuan fisik dan ekonomi. Namun demikian, Ayu menegaskan, semua intervensi itu tidak hanya menjadi beban kaum perempuan atau ibu saja, tapi itu juga harus ada dukungan dan kerjasama para bapak dan suami, agar stunting dapat dicegah sedini mungkin.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved