Berita Banda Aceh

Urgensi Revisi UUPA, Akademisi, Politikus dan Tim Revisi Kupas Tuntas Penyebabnya

"Kalau kita baca di UUPA disebutkan, persetujuan itu suatu konsultasi baik. Kemudian kebijakan administrasi yang perlu konsultasi dan pertimbangan...

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Nurul Hayati
SERAMBI FM/ ARDI
Zainal Abidin SH MSi MH (Unsur Tim revisi UUPA), H Dahlan Jamaluddin SIP (Anggota Komisi I DPR Aceh), Dr Badri Hasan SH MH (Akademisi FSH UIN Ar-Raniry), menjadi narasumber talkshow bersama Hurriah Foundation, dengan tema "Membedah Revisi UUPA, Dari konsultasi kepada persetujuan? ”, yang dipandu Tieya Andalusia di Radio Serambi FM 90.2, Sabtu (11/3/2023). 

"Kalau kita baca di UUPA disebutkan, persetujuan itu suatu konsultasi baik. Kemudian kebijakan administrasi yang perlu konsultasi dan pertimbangan dari rakyat Aceh. Artinya, ada beberapa pasal yang tidak sesuai MoU," ujarnya.

Laporan Indra Wijaya  | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Perwakilan dari politikus, akademisi dan tim revisi Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) mengupas tuntas alasan perlunya melakukan revisi UUPA No 11 Tahun 2006 saat sesi podcast interaktif Serambi FM, Sabtu (11/3/2023).

Podcast Serambi Indonesia yang dipandu oleh Tieya Andalusia itu mengangkat tema 

"Membedah Revisi UUPA; Dari Konsultasi Kepada Persetujuan" itu mengundang pembicara yang pakar di bidangnya.

Mereka adalah Tim Revisi UUPA, Zainal Abidin SH MSi MH, Akademisi FSH UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Dr Badri Hasan SH MH, dan Anggota Komisi I DPRA H Dahlan Jamaluddin SIP.

Tim Revisi UUPA, Zainal Abidin mengatakan, saat ini sendiri revisi UUPA itu sudah sangat lama didiskusikan. 

Hal itu dilakukan, mengingat butir-butir pasal yang ada dalam UUPA masih perlu diperkuat, sehingga penting untuk dilakukan revisi.

Pasalnya, tidak mungkin UUPA bisa dilakukan penguatan dalam hal sistem pemerintahan di Aceh, jika draft yang ada di dalam UUPA itu belum direvisi. 

Baca juga: Sosialisasi UUPA , Anggota DPRK Simeulue Singgung Soal Galian C dan Tapal Batas Kepada Tim DPRA

Dia mengatakan, MoU Helsinki diawal damai Aceh diamanahkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan di Aceh akan dibentuk UU baru yang sebelumnya menggunakan UU nomor 18 tentang otonomi khusus.

"MoU ini menjadi landasan terbentuknya UUPA. Dia cita-cita hukum atau filosofi dari pemerintahan Aceh," kata Zainal.

Namun lambat laun pasca UUPA dibentuk 17 tahun silam, pesan-pesan MoU yang diamanahkan dalam UUPA, namun dalam pelaksanaannya belum tercapai. 

Kemudian butir MoU yang ter-cover dalam UUPA, namun tidak sesuai dengan teks awalnya.

"Artinya dia tidak sesuai dengan awal awal MoU, sehingga poin ini tidak bisa dilaksanakan untuk kebijakan," ujarnya.

Kemudian lanjut Zainal, ada beberapa putusan dari Mahkamah Konstitusi, dimana sejumlah pasal dalam UUPA tidak aplikatif dan tidak bisa dilaksanakan. 

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved