Daging Penyu
Satreskrim Polres Aceh Singkil Masih Dalami Kasus Dugaan Penjualan Daging Penyu di Pulau Banyak
Dalam penangan kasus daging penyu berdasarkan informasi, polisi telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Dede Rosadi I Aceh Singkil
SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Aceh Singkil masih melakukan pendalaman perkara dugaan perdagangan daging penyu di Pulau Banyak.
Hal itu disampaikan Kapolres Aceh Singkil AKBP Iin Maryudi Helman melalui Kasat Reskrim AKP Mawardi, saat ngopi bareng wartawan dengan jajaran Polres Aceh Singkil, di Mapolres setempat, Senin (13/3/2023).
Menurut Mawardi, perkara penemuan daging penyu memang sudah diselesaikan melalui adat.
Akan tetapi pihaknya tetap melakukan pendalaman.
"Kasus penyu masih kami dalami," kata Mawardi.
• Pj Bupati Aceh Jaya, Konjen Jepang dan Kadisbudpar Aceh Lepas Penyu di Pantai Aron Meubanja Panga
Sebelumnya Mawardi menegaskan bahwa semua penanganan kasus dilakukan secara transparan.
"Penangan kasus tidak ada yang kami tutup-tutupi," ujar Mawardi.
Dalam penangan kasus daging penyu berdasarkan informasi, polisi telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi.
Termasuk tokoh adat yang telah menjatuhkan sanksi adat kepada pelaku.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya kasus dugaan perdagangan daging penyu di Kecamatan Pulau Banyak, dilaporkan ke Polres Aceh Singkil. Kendati telah diselesaikan melalui peradilan adat.
Warga mengadu ke polisi lantaran tak sepakat diselesaikan melalui lembaga pradilan adat.
Sudirman Keuchik Pulau Balai, Kecamatan Pulau Banyak, memberikan penjelasan terkait proses peradilan adat yang digelar dalam menyelesaikan kasus daging penyu, di kampungnya kepada Serambinews.com, Jumat (24/2/2023).
Pada 16 Februari 2023 Sudirman mengaku sedang berada di luar daerah, tiba-tiba mendapat laporan via telepon seluler dari kepala dusun bahwa ada warga Pulai Balai, tertangkap tim gabungan memiliki daging penyu untuk dikonsumsi.
Mendapat laporan, Sudirman meminta kepala dusun berkomunikasi dengan tim patroli gabungan apakah bisa diselesaikan melalui peradilan adat.
Langkah itu sebutnya dilakukan sebab di Kabupaten Aceh Singkil, sedang digalakkan program restoratif justice. Bahkan di setiap kampung sudah terbentuk rumah restoratif justice.
Dalam perkembangan selanjutnya sebut Sudirman, ternyata tim gabungan sebelum patroli telah berembuk bahwa selain pelaku pukat harimau dan potas, yang tertangkap akan diselesaikan melalui peradilan adat.
Namun kesepakan itu bukan satu-satunya acuan kasus yang menimpa warganya diselesaikan melalui sanksi adat.
Ketika sampai di Pulau Balai, Sudirman menindak lanjuti dengan berdiskusi dengan tokoh adat seperti imum mukim.
Dalam diskusi dipelajari apakah penyelesaiannya bisa melalui hukum adat sesuai Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan dan Adat Istiadat.
Pihaknya juga mempelajari sejumlah aturan lain. Sehingga warganya yang tertangkap atas kepemilikan daging penyu memungkinkan diadili secara adat.
"Jadi kami tidak asal-asalan, kami pelajari terlebih dahulu dan menurut pandangan kami bisa dilakukan melalui peradilan adat," kata Sudirman.
Dalam prosesnya pelaku mendapat sanksi dua ekor kerbau plus rempahnya yang diuangkan senilai Rp 25 juta.
Memang sebut Sudirman, sebelum menggelar sidang adat, ada warga yang menyatakan keberatan. Dengan menuntut pelaku dilaporkan ke polisi. Alasannya pada kasus pengambilan telur penyu beberapa tahun silam pelakunya dipidana.
Menurut Sudirman, hal itu tidak bisa menjadi pembanding. Sebab kasus pengambilan penyu tidak dilaporkan ke keuchik, melainkan langsung ditangani polisi.
"Saya katakan sama yang protes ini peradilan adat baru mau dimulai sudah ribut. Apa salah saya sebagai Keuchik membantu warga selama tidak bertentangan dengan aturan," ujar Sudirman.
Terkait ada warga yang tidak terima lalu lapor polisi, Sudirman menyatakan tak keberatan sebab merupakan hak setiap warga negara.
"Melapor ke polisi itu kan hak mereka," kata Sudirman.
Namun Sudirman, mengaku khawatir jika berlanjut ke ranah pidana, akan menganulir keputusan peradilan adat.
Jika itu terjadi maka, peradilan adat menjadi kehilangan marwah.
"Peradilan adat ini merupakan keistimewaan Aceh. Tentu kalau lanjut pidana, sanksi adat tak berlaku lagi sebab pelaku tidak akan mau bayar sanksi yang telah dijatuhkan," kata Sudirman.
Sementara itu warga Pulau Banyak, meminta Polres Aceh Singkil, mengusut dugaan perdagangan daging penyu di daerahnya. Kendati telah diselesaikan melalui peradilan adat.
Hal itu untuk memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Sebab pada kasus pengambilan telur penyu yang melibatkan masyarakat Pulau Banyak, beberapa tahun silam diselesaikan melalui ranah pidana.
"Harapan masyarakat harus diselesaikan melalui hukum positif. Makanya masyarakat membuat laporan ke Polres," kata Wandi warga Pulau Balai, Kecamatan Pulau Banyak, Jumat (24/2/2023).
Pihak Polres Aceh Singkil, menyatakan setelah menerima laporan, langsung dalami kasus dugaan perdagangan daging penyu di Kecamatan Pulau Banyak.
Dengan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. "Saat ini telah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi terkait laporan tersebut," kata Kapolres Aceh Singkil AKBP Iin Maryudi Helman, melalui Kasi Humas Ipda Eska Agustinus Simangunsong.
Penyidik kepolisian juga sedang mempelajari mekanisme penyelesaian hukum adat. Apakah termasuk dalam 18 perkara yang bisa ditangani melalui peradilan adat, sesuai Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan dan Adat Istiadat.
"Kami dalami lagi kasus dan upaya hukum adat atas dugaan perdagangan daging penyu, apakah merupakan 18 perkara yang bisa diselesaikan secara adat sesuai dengan Qanun Aceh atau tidak," jelas Kasi Humas Polres Aceh Singkil.
Terlapor dalam kasus dugaan perdagangan daging penyu ada tiga orang. Masing-masing SPZ (24) warga Pulau Banyak, NZ (33) dan DG (27) keduanya penduduk Pulau Banyak Barat.
Kronologi kasus ini menurut Wandi, bermula ketika tim patroli gabungan melihat kapal kayu mencurigakan dari Ujung Sialit, Kecamatan Pulau Banyak Barat, sedang berlayar tujuan Nias, Kamis (16/2/2023) lalu.
Saat diberhentikan tim patroli menemukan potongan daging penyu dalam kotak yang diduga hendak dijual ke Nias.
Atas temuan itu, pemiliknya dibawa ke Pulau Balai, ibu kota Kecamatan Pulau Banyak.
Selanjutnya pada 18 Februari 2023 pelaku dijatuhi sanksi adat membayar uang senilai dua ekor kerbau.
Sanksi adat ini ternyata tidak disepakati semua warga. Hingga berujung pada laporan polisi.(*)
• Kades di Banten Tewas Disuntik Mati, Ini 5 Racun Mematikan yang Beredar Bebas di Sekitar Kita
• Konsultasi Agama Islam - Cara Mengganti Puasa yang Tertinggal karena Datang Haid, Nifas dan Menyusui
VIDEO Israel Terancam! Pakistan Tawarkan Payung Nuklir untuk Arab Saudi dan Sekutunya |
![]() |
---|
Empat Kali Gagal Cerai, Apa yang Sebenarnya Diperjuangkan Andre Taulany? |
![]() |
---|
Video Viral Anggota DPRD Gorontalo Sengaja Disebar dan Diancam Selingkuhan |
![]() |
---|
VIDEO Siaga Perang, TNI Kerahkan Rudal KHAN Canggih di Kalimantan Timur |
![]() |
---|
VIDEO Kebakaran Hebat di Lhokseumawe, 3 Keluarga Kehilangan Tempat Tinggal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.