Konsultasi Agama Islam
Konsultasi Agama Islam - Cara Mengganti Puasa yang Tertinggal karena Datang Haid, Nifas dan Menyusui
Puasa tinggal karena datang haid, nifas dan menyusui dan sudah bertahun tidak ingat jumlahnya. Apakah diganti dengan puasa atau cukup kafarah/fidyah.
Assalamu'alaikum wr wb
Ustadz pengasuh Serambi KAI yang dirahmati Allah. Mohon jawabannya tentang cara mengganti puasa yang sudah tidak terhitung jumlahnya. Puasa tinggal karena datang haid, nifas dan menyusui dan sudah bertahun tidak ingat jumlahnya. Apakah diganti dengan puasa atau cukup kafarah/fidyah. Terima kasih atas jawabannya.
Umi Salamah di Aceh Barat Daya
Jawaban :
Wa’alaikumussalam wr.wb
Terima kasih Sdri Umi Salamah dari Abdya (Aceh Barat Daya) yang telah menjadikan ruang Konsultasi Agama Islam, kerja sama serambinews.com dengan ISAD (Ikatan Sarjana Alumni Dayah Aceh) ini sebagai tempat bertanya. Semoga kita semua dan para pembaca Konsultasi Agama Islam serambinews.com ini selalu mendapat ridha Allah Ta’ala.
Jawabannya sebagai berikut :
1. Darah haid dan nifas merupakan penghalang sah puasa. Karena itu, tidak wajib berpuasa atas perempuan yang mengalami haid dan nifas dan wajib atas keduanya mengqadhanya, Karena keduanya masih memungkinkan mengqadhanya di bulan lain (tidak memadai dengan membayar fidyah).
Pengarang al-Muhazzab mengatakan :
وأما الحائض والنفساء فلا يجب عليهم الصوم لانه لا يصح منهما فإذا طهرتا وجب عليهما القضاء لِمَا رَوَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ " في الحيض كُنَّا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصلاة " فوجب القضاء علي الحائض بالخبر وقيس عليها النفساء لانها في معناها
Adapun perempuan berhaid dan bernifas, tidak wajib puasa atas mereka, karena tidak sah puasa keduanya. Pada saat keduanya suci, maka wajib qadha, Karena hadits riwayat Aisyah r.a. mengenai haid beliau berkata:
“Kami diperintah untuk qadha puasa, tidak qadha shalat.”. karena itu, wajib qadha atas perempuan yang berhaid dengan sebab hadits. Qiyaskan perempuan bernifas kepadanya, karena bernifas semakna dengan berhaid. (Majmu’ Syarah al-Muhazzab : VI/256)
2. Ibu yang menyusui yang menguatirkan keadaan dirinya saja atau disamping menguatirkan dirinya, juga menguatirkan anaknya bila berpuasa, maka boleh tidak berpuasa dengan kewajiban mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa. (Syarah al-Mahalli : II/67).
Keadaan ini disamakan dengan keadaan orang sakit yang hukumnya ditegaskan berdasarkan firman Allah :
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ
| PBB: Angka Kematian dan Bangunan Hancur di Gaza Akibat Serangan Udara Israel Sudah Banyak |
|
|---|
| Konsultasi Agama Islam - Kiat-kiat Berpuasa untuk Mencapai Tingkat Muntahi |
|
|---|
| Konsultasi Agama Islam - Kenapa ada Qunut pada Shalat Witir Bulan Ramadhan? |
|
|---|
| Konsultasi Agama Islam - Niat Tarawih atau Sebagian dari Tarawih? |
|
|---|
| Hukum Pemberian dari non-Muslim, Uang Riba Diinfaq untuk Kemaslahatan dan Menikahi Mantan Ibu Tiri |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.