Haba Kampus
Pertanyaan Besar: Pidato Pengukuhan Guru Besar Prof Asna Husin
Pertanyaan Besar Prof. Asna Husin, PhD Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Disampaikan Dalam Rapat Senat Terbuka UIN UIN Ar-Raniry Kamis, 2 Maret 2023.
Prof. Asna Husin, PhD
Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar
Disampaikan Dalam Rapat Senat Terbuka UIN Ar-Raniry, Kamis, 2 Maret 2023

Bapak Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI yang terhormat;
Bapak Rektor, Wakil Rektor dan para Dekan yang mulia;
Para Guru Besar, Anggota Senat dan Bapak Ibu para Dosen;
Para Undangan dan Anggota Keluarga, kususnya Keluarga Besar Teungku M. Husin Ali yang berhadir;
Anak-Anak kami calon Guru Besar di masa depan.
Last but not least I wish to recognize my beloved husband Prof. Karim D. Crow who is watching on Zoom, yet present here in spirit.
Lalu, izinkan kami mengenang ayah bunda, dua kakanda dan ananda Mirza serta para guru yang telah berpulang dengan doa:


Bapak Ibu Yang Terhormat!
Judul saya hari ini adalah Pertanyaan Besar (الأسئلة الكبيرة / Big Questions).
Saya akan memulai dengan pertanyaan kecil:
Berapa sering kita, Bapak dan Ibu menengadahkan kepala ke langit atau menghayati gunung dan laut di depan mata untuk bertadabbur merenung alam semesta raya. Atau kita terlalu sibuk dengan gadget sehingga tidak ada waktu lagi berta’ajjub dengan ciptaan Allah yang maha luar biasa.
Pertanyan kecil kedua: berapa sering kita, Bapak dan Ibu mendengar, benar-benar mendengar pertanyaan anak-anak kita tentang kehidupan dan alam semesta. Atau kita terlalu sibuk dengan telepon genggam sehingga tidak memiliki waktu lagi untuk mendengar dan menjawab pertanyaan putra-putri kita yang masih belia.

Bapak Ibu yang Terhormat!
Anak-anak kita dengan rasa ingin tahunya yang cukup tinggi kalau diberi peluang dapat membuat Pertanyaan Besar yang kadang kala kita tidak mampu menjawabnya. Saya pribadi sempat menerima tiga Pertanyaan Besar dari tiga anak berbeda: dua pertanyaan saat saya mengajar Tafsir ayat-ayat sains dan satu lagi saat saya mengajar percakapan Bahasa Inggris.
Pertanyaan pertama datang dari Shahruz yang saat itu berumur 9 tahun. Kami sedang belajar Ayat 3-5 Surah An-Naḥl, yang menggambarkan penciptaan langit dan bumi, serta manusia dan hayawan. Saya mengajar dengan berbagai image menarik untuk menjelaskan kandungan ayat yang sedang kami telaah demi membangkitkan minat para murid yang berusia amat muda. Di ujung percakapan, Shahruz bertanya: “Jika Allah menciptakan manusia dari tanah liat, dari apa Allah menciptakan alam semesta?”

Saya tidak mampu menjawab, dan belakangan saya mengetahui bahwa para saintis pun belum mampu menjawab “What is the universe made of” seperti ditanyakan Shahruz. Koran the Guardian terbitan Inggris melaporkan pada tahun 2013: “Astronomers face an embarrassing conundrum: they don’t know what 95 percent of the universe is made of” (Birch, Stuart & Looi 2013). [Para astronomer sedang menghadapi sebuah tantangan yang memalukan: mereka tidak mengetahui 95 persen dari apa alam raya terbuat].
Artinya, pertanyaan Shahruz dari apa semesta raya diciptakan merupakan Pertanyaan Besar, bukan hanya bagi anak yang berusia sembilan tahun tetapi juga bagi para saintis dan astronomer yang sedang mengkaji alam semesta.
Pertanyaan Besar kedua diajukan Firas yang saat itu berusia 7 tahun. Kami sedang belajar Ayat 6 Surah Qāf yang berbunyi: “Apakah mereka tidak melihat ke langit di atas mereka dan berfikir bagaimana Kami meninggikan dan menghiasinya? Langit itu tidak mempunyai retak sedikitpun". Setelah melihat berbagai image menarik tentang angkasa, Firas bertanya: “Saya ingin menjadi astronot agar dapat mempelajari langit Allah yang indah, apa yang harus saya lakukan agar keinginan saya tercapai?”
Mimpi Firas untuk menjelajahi angkasa harus dipupuk agar tidak hilang di tengah jalan. Banyak astronot berhasil terbang ke ruang raya karena mereka memiliki mimpi besar di masa kecil. Astronot NASA Ronald Garan mengatakan sesaat ia tiba di angkasa: “I … was acutely aware that my childhood dream of flying into space had just come true” (Lauren 2021). [Saya menjadi amat sadar bahwa mimpi masa kecil saya untuk terbang ke angkasa baru saja terwujud].
Pertanyaan Besar ketiga diungkapkan Sidra yang saat itu berusia 4 tahun, dan sedang belajar percakapan Bahasa Inggris. Ia belajar bahwa kata ‘he’ digunakan untuk laki-laki, sementara kata ‘she’ diperuntukkan bagi perempuan. Sidra juga mulai sadar bahwa untuk menyebut Dia Allah, kita menggunakan kata ‘He’.
Lalu dengan lugunya Sidra bertanya: “Apakah Allah itu laki-laki?” Saat saya tanyakan mengapa Sidra bertanya seperti itu, ia beralasan: “Uncle adalah laki-laki dan dia selalu kita panggil ‘he’ dan Sidra kan perempuan selalu disebut ‘she’.”
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.