Haba Kampus
Pertanyaan Besar: Pidato Pengukuhan Guru Besar Prof Asna Husin
Pertanyaan Besar Prof. Asna Husin, PhD Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Disampaikan Dalam Rapat Senat Terbuka UIN UIN Ar-Raniry Kamis, 2 Maret 2023.
Pertanyaan Sidra apakah Allah memiliki gender juga merupakan Pertanyaan Besar yang tidak bisa dijawab dengan mudah. Pertanyaan yang sama juga ditanyakan oleh seorang anak laki-laki yang sedang belajar di Islamic Sunday School di Mesjid Indonesia IMAAM Center Silver Spring, Maryland saat saya melakukan riset di sana pada tahun 2017.

Bapak Ibu yang Terhormat!
Shahruz, Firas dan Sidra tidak unik. Banyak anak-anak lain seperti mereka juga memiliki Pertanyaan Besar. Cuma yang menjadi tantangan serius hari ini adalah bahwa kita orang tua sudah tidak memiliki waktu lagi untuk mendengar Pertanyaan Besar mereka.
Kita terlalu sibuk dengan 3G, 4G dan 5G atau Artificial Intelligence dan the Internet of Things yang menawarkan perubahan yang amat cepat. Kita memeluk perubahan ini tanpa berfikir dan refleksi. Bahkan anak-anak kita yang tadinya memiliki Pertanyaan Besar terus terseret dalam perubahan yang tidak terkontrol ini.
Perubahan yang sangat cepat dalam masa yang sangat singkat dengan berbagai akibat psikologis dan budaya ini disebutkan oleh Futuris Amerika Alvin Toffler dengan “the disease of tomorrow / penyakit hari esok.” Toffler menulis tahun 1971 dalam bukunya Future Shock. Sekarang, di tahun 2023 perubahan yang tidak terkontrol ini atau penyakit hari esok telah berubah menjadi ‘today’s disease’ (‘penyakit hari ini’).
Inilah penyakit ummat yang membunuh semua Pertanyaan Besar yang kita miliki dan yang dimiliki anak-anak kita. Kita membaca berbagai ayat al-Quran yang mendorong kita untuk bertadabbur dan memikirkan berbagai Pertanyaan Besar, sadly we are too busy with our technology and change. [Sedihnya, kita terlalu sibuk dengan teknologi dan perubahan].
Bapak Ibu yang Terhormat!
Teknologi tidak dapat distop dan Bapak Ibu serta kita semua tidak memiliki daya untuk menghentikan perubahan yang cepat ini. The disease of today is here to stay [‘Penyakit hari ini’ ada bersama kita untuk terus bersama kita].
Namun, sebagai ummat dan bangsa kita sesungguhnya memiliki potensi dan peluang untuk mengarahkan dan mengalurkan perubahan yang ditimbulkan teknologi. Ini dapat dilakukan hanya jika kita benar-benar menjadi “ulūl albāb” seperti yang digambarkan al-Quran (sesuai ayat yang saya bacakan tadi), dan merefleksikan berbagai Pertanyaan Besar, termasuk pertanyaan mendasar: “Kita sedang berlari cepat dan kemana kita berlari?” Sungguh, kita tidak tahu kemana kita berlari. Salah satu Big Tech Question hari ini adalah: ‘Where is everyone going?’ atau ‘How technology is changing us and how should we change technology?’
Pertanyaan seperti ini membutuhkan renungan dan telahan mendalam yang seharusnya menjadi objek filsafat dan metafisika tasawuf atau al-‘ulūm al-‘aqlīyah (intellectual sciences).
Bapak Ibu yang Terhormat!
Seandainya kita reflektif dan bijaksana dalam memanfaatkan teknologi, alat ini dapat menjadi aset penting bagi kita dalam menelaah Pertanyaan Besar. Sayangnya, kita tidak berfikir sama sekali: ‘kita tidak mengarahkan teknologi tetapi sebaliknya kita diarahkan dan diaduk-aduk oleh teknologi’.
Ummat sedang kehilangan arah dan kondisi ini diperparah oleh kenyataan bahwa kita telah kehilangan tradisi intelektual dan “cognitive capacity.” William Chittick menyebutkan: “the Islamic intellectual tradition has largely, though not completely, disappeared” (2007: 8) and “no religion can survive, much less flourish, without a living intellectual tradition” (2007: 5). "This is the Muslim reality in today’s world” (Chittick 2007; Husin, forthcoming 2024). [Tradisi intelektual Islam secara garis besar telah hilang, walau belum secara menyeluruh, dan tidak ada agama bisa bertahan, apa lagi berkembang dan menyubur tanpa tradisi intelektual yang terus hidup. Inilah realitas ummat Islam hari ini].
Menghidupkan kembali tradisi intelektual membutuhkan gerakan besar dan menjadi keharusan. Begitu pula, memikirkan Big Questions juga merupakan kemutlakan karena kita berkepentingan untuk menyelesaikan persoalan internal kita dan permasalahan global ummat manusia.
Bapak Ibu yang Terhormat!
Pentingnya al-As’ilah al-Kabīrah atau Pertanyaan Besar amat ditekankan dalam peradaban Islam agung. Ulama Tasawuf mengajarkan bahwa Pertanyaan Besar dan mendalam memiliki fungsi kusus untuk membangkitkan energi positif bagi mempertahankan semangat pencaharian (al-baḥth).
Pencaharian ini akan menghasilkan pengaruh transformatif dalam diri seseorang. Pertanyaan Besar dapat melahirkan pertanyaan baru yang mendorong seeker (al-bāḥith, pencari) untuk terus belajar demi mendapatkan pemahaman mendalam.
Kita tidak akan pernah memperoleh pengetahuan penuh tentang pertanyaan tertentu, namun Abū al-Ḥasan al-Shādhilī (d. 656 H/1258 CE, pendiri Tarīqah Shādhilīyah) mengingatkan: “The questions are the answers: deep questions must not be killed with an easy quick answer—let them grow within your heart gathering force for self-realization” (S. Ḥakīm 2020; Husin forthcoming 2025). [Pertanyaan adalah jawaban: Pertanyaan Besar dan mendalam tidak boleh dibunuh dengan jawaban yang mudah dan cepat. Biarkan pertanyaan itu tumbuh dalam jiwamu agar menjadi sebuah kekuatan bagi realisasi pribadi yang menyeluruh atau taḥqīqī].
Bapak Ibu yang Terhormat!
Sedihnya, kita bukan hanya sedang membunuh Pertanyaan Besar, tetapi kita bahkan menghancurkan peluang untuk lahirnya Pertanyaan Besar tersebut baik dalam diri kita maupun dalam diri anak-anak kita.
‘Today’s disease’ yang dijelaskan di atas akan memusnahkan kesempatan kita untuk memunculkan Pertanyaan Besar sampai ke akar-akarnya, sekiranya kita tetap memeluk perubahan dan teknologi tanpa pemikiran reflektif dan renungan bijaksana seperti yang diamanahkan al-Quran. Akhirnya, kita bagaikan orang yang takut akan cahaya dan pencerahan karena cinta kita yang berlebihan terhadap perubahan dan teknologi.
Filosuf Yunani Kuno Plato mengatakan: “We can easily forgive a child who is afraid of the dark; the real tragedy of life is when men are afraid of the light.” [Kita dapat dengan mudah memaafkan anak-anak yang takut akan kegelapan; namun tragedi terbesar kehidupan adalah ketika manusia takut akan cahaya].
Sungguh, kita sedang takut akan cahaya.

Wabillahit taufiq wal hidayah; mohon maaf atas segala kekurangan.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.