Sentil Jokowi, AHY Sebut Anggaran Hanya Membiayai Proyek Mercusuar

AHY turut menyentil pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal penggunaan uang pajak yang disetor masyarakat.

Serambinews.com
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Ketua Umum Partai Demokrat 

 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara terbuka mengkritik sejumlah kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selama ini sedang dijalankan.

AHY bahkan menyinggung sejumlah proyek mercusuar atau infrastruktur yang dinilai sebagai bentuk pengakuan dari luar negeri, tanpa mempedulikan rakyat.

Tak hanya itu, AHY turut mengritik minimnya lapangan pekerjaan bagi rakyat serta pembangunan food estate yang dinilai terlalu terburu-buru.

Hal itu disampaikan AHY dalam Pidati Politiknya di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2023).

Mulanya, AHY menyebut anggaran negara banyak membiayai proyek mercusuar atau pembangunan infrastruktur hanya untuk mendapatkan perhatian dari luar negeri.

Menurutnya, proyek-proyek itu justru tidak banyak berdampak bagi kehidupan masyarakat kecil atau wong cilik. Termasuk, berdampak terhadap rakyat miskin dan tidak mampu.

"Anggaran terlalu banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek mercusuar yang tidak banyak berdampak pada kehidupan wong cilik, tidak banyak berdampak pada saudara-saudara kita yang termasuk kategori miskin dan tidak mampu," ujar AHY.

AHY menyebut proyek-proyek tersebut membuat defisit anggaran negara yang berimbas terhadap kenaikan utang negara. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, kata AHY, utang negara mengalami kenaikan tiga kali lipat.

"Menurut Kementerian Keuangan, di awal 2023 ini angkanya mencapai Rp7.733 Triliun. Belum lagi utang BUMN yang semakin menggunung sebesar Rp1.640Triliun. Faktanya pula, rasio hutang terhadap PDB semakin tinggi," ungkapnya.

Lebih lanjut, AHY menambahkan bahwa pemerintah kini juga kesulitan untuk membayar utang karena keuangan negara terus mengalami tekanan. Nantinya, rakyat yang bakal menanggung utang itu lewat pajak.

"Lagi lagi ada pihak yang berdalih bahwa rasio hutang masih aman. Bukan itu soalnya, kini kita kesulitan membayar hutang karena keuangan negara juga tengah mengahdapi tekanan. Sejatinya rakyat juga yang akan menanggung hutang lewat pajak yang mereka bayar," ujarnya.

AHY juga menyebut masyarakat yang menanggung beban gara-gara utang negara mulai melesat tiga kali lipat selama periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam 8 tahun terakhir.

Tak hanya itu, AHY menyebut utang dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga melesat hingga Rp1.640 triliun terhitung sejak awal 2023 kemarin.

"Dalam 8 tahun terakhir ini, kenaikan hutang pemeritnah mencapai 3 kali lipat," ucapnya.

AHY menuturkan bahwa rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) semakin tinggi. Ujungnya, masyarakat yang harus menanggung utang tersebut lewat pajak yang dibayar kepada pemerintah.

Lebih lanjut, AHY menambahkan beban utang pemerintah juga semkain berat yang membuat ruang fiskal terbatas. Karena itu, tidak adil jika masyarakat harus ikut terimbas karena utang tersebut.

"Karena beban utang tadi, ruang fiskal menjadi sangat terbatas. Tidak adil jika akibat utang yang terlewat tinggi tadi akhirnya pemerintah mendatang tidak leluasa membiayai kehidupan dan pembangunan nasional. Jangan menghukum pihak yang tidak bersalah," paparnya.

AHY pun mengkritisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal ketersediaan lapangan kerja di Indonesia.

Menurutnya, generasi muda hampir frustasi karena lapangan pekerjaan masih terbatas. Apalagi, kata dia, Indonesia terus digempur dengan digitalisasi.

"Generasi muda khususnya generasi milenial dan generasi Z hampir frustasi dengan lapangan pekerjaan yang masih terbatas. Belum lagi gempuran digitalisasi dan otomasi sedangkan ketimpangan akses digital antara masyarakat di desa dan masyarakat di kota masih cukup besar," ujar AHY.

AHY pun kritisi pemerintahan Jokowi yang bilang krisis tidak hanya dialami oleh Indonesia.

Dia mengungkit klaim pemerintah yang menyatakan ekonomi tanah air kini jauh lebih baik.

"Saudara sekalian banyak yang berdalih krisis yang kita alami juga dihadapi oleh negara lain bahkan mereka mengklaim kondisi kita lebih baik, faktanya daya beli masyarakat turun drastis, kemiskinan dan ketimpangan memburuk, memang krisis di tanah air juga tak bisa dipisahkan dari krisis global," jelas AHY.

Ia menuturkan bahwa krisis ekonomi yang dialami oleh pemerintah semakin rumit karena keuangan tidak dikelola dengan baik. Sebab, anggaran hanya dipakai untuk proyek-proyek yang tak berdampak kepada masyarakat kecil atau wong cilik.

"Masalahnya bukan hanya krisis global, persoalan ekonomi kita semkain rumit karena keuangan tidak dikelola dengan baik," kata AHY.

AHY turut menyentil pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal penggunaan uang pajak yang disetor masyarakat.

AHY meminta pemerintah untuk meyakinian rakyat terkait penggunaan uang pajak. Khususnya, apalah uang pajak benar-benar telah masuk ke kas negara.

"Rakyat harus diyakinkan uang yang disetor benar benar masuk ke kas negara dan digunakan tepat sasaran. Kita semua wajib pajak punya hak untuk mengetahui kemana uang itu digunakan oleh pemerintah," kata AHY.

Dia menyatakan bahwa pertanyaan itu tak terlepas karena pengelolaan pajak yang dilakukan pemerintah masih belum baik. Sebab, uang pajak masih rawan disalahgunakan.

"Pengelolaan pajak belum dilakukan dengan baik. Bahkan rawan disalahgunakan. Padahal pendapatan negara 80 persen dari pajak yang dikumpulkan dari keringat rakyat," jelasnya.

Lebih lanjut, AHY menyampaikan bahwa masalah ini membuat kepercayaan masyarakat menjadi turun kepada pemerintah. Karena itu, pemerintah harus mengembalikan kredebilitas pengelolaan pajak.

"Akibatnya, kepercayaan rakyat kepada pemeritnah pun turun. Untuk itu kembalikan kredibilitas pengelolaan pajak. Perbaiki sistem pengawasannya," tukasnya.

Program Jokowi Grasa-grusu

AHY tueur mengkritisi sejumlah program Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di mana, tata kelola pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak dikelola dengan baik.

"Banyak program pemerintah dilakukan grasa-grusu, terburu-buru, dan kurang perhitungan," kata AHY.

AHY pun mencotohkan program Pemerintahan Presiden Jokowi tersebut salah satunya adalah food estate.

"Contohnya, alokasi anggaran triliunan rupiah untuk pengembangan kawasan pangan berskala luas. Apa kabar program food estate?" tanya dia.

Dia menyebut bahwa sejumlah akademisi pertanian dan aktivis lingkungan mengkritisi kebijakan food estate.

"Program yang hanya mengandalkan ekstensifikasi lahan saja, tapi dinilai mengabaikan faktor ekologi dan sosial," ujar AHY.

AHY menjelaskan kedaulatan pangan harus berorientasi pada pemberdayaan dan pelibatan masyarakat serta mempertimbangkan aspek keseimbangan lingkungan, keberlanjutan, dan tradisi masyarakat lokal.

"Ini mengacu pada mazhab ekonomi Partai Demokrat yaitu sustainable grow with equity, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan yang tetap menjaga keseimbangan alam," jelasnya.

Lebih jauh, AHY mengatakan jika masyarakat mengeluhkan adanya kenaikan harga beras belakangan ini.
AHY menyebut keluhan itu disampaikan Yanti, seroang ibu rumah tangga di Sulawesi Tengah (Sulteng).

"Ibu Yanti, seorang ibu rumah tangga yang saya temui di Sulawesi Tengah mengatakan harga beras sekarung 50 kilogram, nyaris Rp 1 juta rupiah," kata AHY.

Menurut AHY, melalui kenaikan tersebut artinya harga per kilo mencapai Rp 20 ribu.

"Ini jauh di atas harga eceran tertinggi beras di pasaran," ujar dia.

Di sisi lain, dia menuturkan jika Yanti mengeluhkan tak memiliki uang untuk membeli harga beras yang naik.

"Ia (Yanti) menjerit, 'dari mana kami bisa mendapatkan uang untuk membeli kebutuhan pokok kami?" ungkapnya.
Tak hanya itu, AHY juga bercerita ketika dirinya mendengar keluhan para petani di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga Bali dan Nusa Tenggara terkait harga pupuk mahal, sementara pupuk subsidi langka.

"Belum lagi, harga jual hasil panen dipermainkan tengkulak. Sementara itu, nelayan kesulitan berlayar karena mahal dan langkanya solar," ujarnya.

Di samping itu, dia menuturkan para nelayan juga mengalami kesulitan berlayar lantaran mahal dan langkanya solar.

"Kesulitan ini dirasakan oleh nelayan kita termasuk di Maluku, Papua, dan Indonesia bagian Timur lainnya," ungkap AHY.

Selanjutnya, AHY juga menyebut bahwa pelaku UMKM masih kesulitan bangkit dari keterpurukan pasca pandemi, khususnya untuk mendapatkan akses dan bantuan modal usaha.

"Di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur para guru menangis mereka mengadu karena tak kunjung diangkat sebagai ASN," tegasnya.

Dia menambahkan jika bantuan dana pendidikan untuk orang yang kurang mampu masih sangat terbatas.

"Ibu Sukmawati, kuliah anaknya terhambat karena persoalan ekonomi padahal anaknya cukup berprestasi dengan IPK mencapai 3,94," imbuhnya. (Tribun Network/Yuda).

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved