Jurnalisme Warga
Kisah Kak Tie, Penjual Takjil Jengkol
salah satu dari sekian banyak orang yang berprofesi sebagai penjuan kue legendaris. Dia adalah Nurhayati, sering disapa dengan “Kak Tie”.
Untuk menambah pendapatan dia juga menerima titipan beberapa produk kue dari para guru yang mengajar di SD tersebut.
Penghasilan yang didapat dari berjualan memang tidak seberapa karena harga kue saat itu masih Rp50 per potong, tetapi karena kesabaran dan keyakinannya dalam berjualan dia mampu mengumpulkan dana untuk membeli sebuah sepeda butut, hal yang membuatnya sangat bahagia.
Memiliki sepeda memberikan kesempatan pada Kak Tie untuk berpindah tempat berjualan dari SD ke salah satu SMP di Gampong Raya Dagang, Kecamatan Peusangan. Waktu berangkat untuk berjualan dia percepat dari sebelumnya karena jaraknya lumayan jauh.
Seiring perjalanan waktu, perempuan gigih ini terus membenah diri dan berinovasi dalam pembuatan kue. Aneka kue yang ada di pasar seperti risol, kue jengkol (berbentuk jengkol) diolah sedikit berbeda dari biasa dan akhirnya menjadi produk andalannya.
Ada satu penganan yang dia ciptakan sendiri, yakni kue gelang. Kue ini terbuat dari tepung ketan, sedikit tepung terigu dicampur dengan sedikit santan kelapa, kemudian dibentuk seperti gelang perhiasan kaum ibu, lalu digoreng, kemudian dilumuri dengan gula putih yang sudah dilelehkan.
Pada Ramadhan tahun ini perempuan yang masih sendiri ini tidak hanya berjualan takjil dan membuat kue sendiri, tetapi telah memiliki tiga karyawan. Satu orang bertugas belanja ke pasar, sedangkan yang dua orang lagi memasak kue yang adonannya telah diracik terlebih dahulu.
Pesanan dari luar Matangglumpang Dua terus berdatangan, tetapi Kak Tie hanya mampu menghasilkan 1.000 potong maksimal per hari. Harga kue yang dijual di tempat produksi Rp1.000 per potong. Dari pengamatan saya, harga ini tergolong murah dibandingkan dengan harga bahan yang terus meroket akibat krisis ekonomi yang melanda Aceh, terutama Kota Matangglumpang Dua.
Harga tepung pada hari meugang puasa yang lalu saat stok bahan kue per karung/sak ukuran 25 kg mencapai Rp235.000, bulan ini ada stok ± 100 kg, sedangkan minyak goreng tersedia stok 100 kg. Untuk sementara, bahan-bahan yang lain juga mengalami kenaikan. “Inilah salah satu penyebab mengapa pedagang musiman tidak banyak dibandingkan dengan Ramadhan yang lalu, beda dengan saya,” kata Kak Tie.
Dia harus memenuhi permintaan pelanggan tetap dan ada juga yang dari luar kota.
Kue produk ‘homemade’ Kak Tie selain ukurannya besar rasanya juga enak dan gurih. Berbeda dengan yang lainnya. Kalau mau mencoba tunggu waktu buka puasa ya, hehehe.
Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan juga prima. Jika pembelian dalam jumlah 25 potong atau lebih, maka akan diantar ke tempat, tetapi hanya di seputaran kampung saja.
Dari hasil berjualan dalam beberapa tahun saja Kak Tie telah mampu membeli sepetak tanah dan satu unit sepeda motor. Kak Tie kini sudah mandiri walaupun masih hidup sendiri. Dia bahagia menikmati hasil kerja keras dan ketekunanya berjualan. Tak sekalipun terlintas di benaknya hidup dari belas kasihan orang lain.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.