Opini
Saatnya Profesor Bersama Rakyat Bangun Aceh
Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, pengabdian yang dapat ditorehkan sangatlah terbatas, sedangkan pengharapan masyarakat terhadap karya bakti ilmu
Oleh Apridar, Guru Besar Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Syiah Kuala (USK) dan Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Indonesia (ICMI) Orwil Aceh
GURU Besar atau profesor merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi komunitas akademisi yang bercokol di lembaga pendidikan tinggi dan atau penelitian dalam melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. Profesor berasal dari bahasa Latin memiliki makna yaitu seseorang yang dikenal oleh publik berprofesi sebagai pakar.
Profesor dalam bahasa Inggris disingkat dengan prof, adalah seorang guru senior, dosen dan/atau peneliti yang biasanya dipekerjakan oleh lembaga-lembaga/institusi pendidikan perguruan tinggi atau universitas.
Di Indonesia, gelar profesor merupakan jabatan fungsional, bukan gelar akademis.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 butir 3, menyebutkan bahwa guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
• Universitas Syiah Kuala Luncurkan Program Penelitian Profesor Berkarya
Jika sebelumnya dosen dengan gelar akademis magister (S2), bahkan sarjana (S1) bisa menjadi guru besar/profesor, maka sejak tahun 2007 hanya mereka yang memiliki gelar akademik doktor saja yang bisa menjadi profesor.
Hal ini disebabkan karena hanya profesor inilah yang memiliki kewenangan untuk membimbing calon doktor. Dalam dunia profesi ada empat tingkatan jabatan fungsional, pertama adalah asisten ahli, kedua lektor, kemudian lektor kepala, dan yang tertinggi adalah guru besar atau profesor.
Sebagai pakar, profesor umumnya memiliki empat kewajiban tambahan, (1) Memberi kuliah dan memimpin seminar dalam bidang ilmu yang mereka kuasai baik dalam bidang ilmu murni, sastra, ataupun bidang-bidang yang diterapkan langsung seperti seni rancang (desain), musik, pengobatan, hukum, ataupun bisnis;,
(2) Melakukan penelitian dalam bidang ilmunya; (3) Pengabdian pada masyarakat, termasuk konsultatif (baik dalam bidang pemerintahan ataupun bidang-bidang lainnya secara non-profit);
(4) Melatih para akademisi muda/mahasiswa agar mampu membantu menjadi asisten atau bahkan menggantikannya kelak. (5) Mengelola pengajaran, penelitian serta publikasi pada departemennya.
Keseimbangan dari lima fungsi ini sangat bergantung pada institusi, tempat (negara), dan waktu.
Contoh, profesor yang mendedikasikan dirinya secara penuh pada penelitian dan ilmu pengetahuan di universitas-universitas di Amerika Serikat (dan universitas-universitas di negara Eropa) dipromosikan untuk mendapat penghargaan utamanya pada bidang ilmu dari subyek penelitiannya.
• Ini Nama dan Karya Tujuh Profesor UIN Ar Raniry yang Baru Menyandang Gelar Guru Besar
"Profesor" dapat digunakan (utamanya oleh para pelajar di Amerika) sebagai istilah yang lebih sopan untuk seseorang yang memegang gelar kesarjanaan PhD (S3) dari perguruan tinggi, tanpa memperhatikan tingkatan/rating dari perguruan tinggi tersebut.
Kolaborasi dengan rakyat
Jabatan profesor dicapai setelah dosen melalui tahap pencapaian angka kredit yang sudah ditentukan sesuai nilai kum yang diperoleh secara berjenjang dari jabatan fungsional akademik asisten ahli, lektor, lektor kepala dan profesor/guru besar.
Dosen yang bersangkutan wajib melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi, dimana salah satunya adalah bidang penelitian dan membuat publikasi, terutama publikasi internasional bereputasi dan berdampak dari hasil-hasil penelitiannya. (wikipedia).
Jabatan profesor hanya berlaku ketika yang bersangkutan berada di lingkungan akademik.
Namun apabila orang tersebut mengundurkan diri (atau diberhentikan) dari kampus, maka tidak berhak lagi menyandang jabatan profesor.
Begitu hanya apabila seorang profesor sudah memasuki usia pensiun, maka jabatan profesornya otomatis hilang.
Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, pengabdian yang dapat ditorehkan sangatlah terbatas, sedangkan pengharapan masyarakat terhadap karya bakti ilmuan senior tersebut sangat tinggi.
Aceh yang diberikan kekhususan dalam pelaksanaan adat, pendidikan, dan agama sangat berkepentingan untuk menggunakan sumber daya komunitas yang telah Allah titipkan ilmu yang mumpuni untuk digunakan dalam meningkatkan pembangunan peradaban bangsa yang lebih baik.
Dengan masa pengabdian terbatas, sudah seharusnya pemanfaatan para ilmuan senior lebih optimal lagi.
Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki kewenangan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan wilayah di provinsi atau daerah kabupaten/kota di Indonesia keberadaannya sangat strategis.
DPRD disebutkan dalam UUD 1945 pasal 18 ayat 3: yaitu Pemerintahan wilayah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
DPRD kemudian diatur lebih lanjut dengan undang-undang, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah, DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
DPRD mempunyai tugas dan wewenang, yaitu hak interpelasi, hak angket; dan hak menyatakan pendapat.
Dengan fungsi yang sangat strategis tersebut, seharusnya kedudukan lembaga perwakilan rakyat tersebut sangat disegani utamanya para eksekutif dalam menjalankan kegiatan pelayanan masyarakat.
Namun dengan pengalaman yang dimiliki eksekutif dengan jam terbangnya lebih tinggi, menjadikan pengawasan serta fungsi anggaran yang didasari undang-undang “legislative” perwakilan rakyat sepertinya dalam melakukan pengawasan tersebut belum mampu melaksanakan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.
Berbagai masukan yang diberikan legislatif, sering dipatahkan oleh kelihaian para eksekutif dalam meyakinkan para pengawas tersebut dalam menjalankan aktivitasnya sebagaimana yang mereka kehendaki.
Situasi dan kondisi yang terlihat secara kasat mata, seolah-olah ilmu atau pengalaman yang dimiliki para anggota dewan terhormat berada di bawah level para pelaksana.
Sehingga pengawasan yang dilakukan DPRA terkesan kurang tajam bahkan sering dipleseti sebagai macan ompong.
Dengan tidak seimbangnya para penyelenggara pemerintah, menjadikan keberlangsungan pembangunan yang lebih bermartabat terkesan menjadi lambat.
Untuk menguatkan kembali para wakil rakyat dalam menjalankan fungsi mulia yang telah diamanahkan oleh rakyat dalam menyejahterakan masyarakat seutuhnya, sudah saatnya para profesor yang berkutat di kampus untuk ikut serta “mem-backup” komunitas rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pemerintah daerah.
Dengan kekhususan yang diberikan kepada Aceh sebagai daerah istimewa, seharusnya daerah yang telah berkomitmen menjalankan syariah Islam secara kaffah tersebut ditantang untuk melahirkan inovasi dalam penyelenggara negara khususnya.
Untuk penguatan DPRD yang notabenenya sebagai perwakilan rakyat, maka sudah seharusnya para profesor mengemban tugas tambahan yaitu menyatukan diri ke dalam komunitas atau Dewan Profesor Aceh (DPA) sebagai mesin pemikir atau kelengkapan tambahan bagi DPRA di daerah istimewa Aceh.
Cendekia bersatu
Komunitas yang tergabung dalam DPA sebagai lembaga otonom yaitu para profesor aktif yang bertugas di seluruh teritorial Aceh dengan kepakaran beragam dapat berperan sebagai “otak tempel” bagi DPRA.
Tindakan bijak tersebut, tentu akan mengangkat derajat para anggota dewan yang dimuliakan menjadi perwakilan yang dengan penuh percaya diri untuk berbuat hal terbaik bagi bangsa dan negaranya.
Di samping itu DPA yang memiliki pengalaman sebagai mana penelitian yang telah dilalui dari berbagai sisi keilmuan, tentu akan dapat diimplementasikan dalam bentuk program kerja nyata yang seharusnya dilakukan pemerintah daerah.
Kebajikan mutualisme tersebut merupakan kolaborasi yang semestinya dilakukan pemerintah sebagai inovasi terhadap berbagai kegiatan yang akan lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan terbentuknya DPA sebagai kelengkapan tambahan bagi DPRA diharapkan juga akan memperoleh berbagai masukan positif, serta pemberi pertimbangan positif terhadap berbagai persoalan yang dihadapi para wakil rakyat dalam memajukan daerah dan kesejahteraan rakyat.
Saat ulama atau cendekia menyatu dalam membimbing masyarakat untuk berkemajuan, semoga keberkahan akan dirasakan bersama dengan adanya kolaborasi yang lebih mumpuni.
• Polisi Tangkap Dua Pelaku Diduga Curi Hp di Bireuen
• Bolehkah Menunda Qadha Puasa sampai Tahun Depan dan Ramadhan Berikutnya? Begini Penjelasannya
• Universitas Syiah Kuala Luncurkan Program Penelitian Profesor Berkarya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.