Opini

Remaja Jompo, No!

Banyak anak remaja yang mencari data atau sumber belajar dari internet sebagai tugas sekolah juga kepentingan lainnya.

Editor: mufti
IST
Hayail Umroh SPsi MSi, Dosen Psikologi Keluarga Universitas Muhammadiyah Aceh dan Duta Kesehatan Mental Dandiah Aceh 

Hayail Umroh SPsi MSi, Dosen Psikologi Keluarga Universitas Muhammadiyah Aceh dan Duta Kesehatan Mental Dandiah Aceh

BANYAK anak remaja yang menunda-nunda dan mengeluh sakit badan, pening dan kelelahan ketika orang tua meminta mereka untuk salat atau membantu pekerjaan rumah semisal mencuci piring, menyapu halaman rumah dan lain sebagainya, sementara scrooling hp berjam-jam dengan posisi tiduran dalam waktu yang lama sanggup dilakukannya.

Bahkan ada anak yang mencurahkan isi hatinya di media sosial tentang perasaan merananya sebab diminta mencuci piring oleh ibunya. Dalam curahan hatinya, tugas yang diberikan sang ibu dianggap sebagai siksaan baginya, dan dia merasa sangat dizalimi.

Usia remaja sejatinya adalah usia produktif dengan ciri fisik yang kuat dan energik serta jiwa yang bersemangat, namun fenomena yang terjadi hari ini, remaja terlihat sebagai sosok yang lemah, gampang sakit-sakitan, mudah mengeluh dan menyerah serta rentan kelelahan. Fenomena ini biasa disebut dengan istilah remaja jompo, yang merupakan salah satu produk perubahan zaman yang telah amat terikat dengan gadget dan dunia digital.

Banyak anak remaja yang mencari data atau sumber belajar dari internet sebagai tugas sekolah juga kepentingan lainnya. Covid-19 kemarin yang mengharuskan belajar secara daring juga menambah kurangnya aktfitas fisik para remaja yang akhirnya menciptakan kebiasaan mager (malas gerak) dan menjadi kaum rebahan.

Keadaan inilah yang kemudian memunculkan banyak istilah seperti kelelahan (tiredness), pusing atau pening (dizzines) layaknya kondisi jompo yang menurut kamus besar Indonesia berarti tua sekali, dan sudah lemah fisiknya, tua renta atau uzur, pada remaja.

Waktu luang

Waktu luang atau waktu senggang salah satunya dipahami sebagai waktu sisa. Setelah melakukan berbagai aktfitas pokok seperti belajar atau bekerja kemudian masih tersisa waktu dalam sehari itu, biasanya diisi dengan kegiatan non-pokok semisal bermain, jalan-jalan, dan melakukan aktfitas lainnya sebagai pengisi kekosongan atau luang tersebut.

Namun hari ini pada remaja kita nampaknya semua waktunya adalah waktu luang. Aktivitasnya banyak dihabiskan dengan gadget, scrooling video tiktok dan lainnya untuk mengisi waktu yang dimilikinya. Mereka seakan tidak memiliki waktu pokok. Tidak heran jika remaja sering kali merasa kelelahan jika diminta bekerja, pening dan sulit berkonsentrasi saat belajar, berpikir menjadi aktfitas berat baginya, dan membaca buku menjadi aktfitas yang tidak terpikirkan bahkan sulit untuk dilakukan.

Otak remaja yang sering berselancar di media sosial terbiasa senang dan santai karena melihat berbagai gambar, warna dan musik yang menarik, konten lucu dan segar, semuanya menyenangkan dan nyaris tanpa beban di otak.

Hal ini membuat hormon dopamine atau hormon bahagia banyak terlepaskan di otak, sering kali otak menagih hormon ini untuk terus hadir bahkan membanjiri otak dan tentu saja berdampak negatif, remaja menjadi kecanduan. Ini juga berefek pada sikap dan perilaku remaja, salah satunya ketika remaja mendapatkan kondisi yang dikenali otak sebagai sesuatu yang sulit, maka otak mereaksinya sebagai hambatan dan akan mengirim sinyal kepada tubuh perasaan capek, lelah, pusing dan malas.

Tentu saja hal ini akan menyulitkan pengembangan diri pada remaja. Mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang mudah menyerah, mudah tersulut emosi jika sedikit saja mendapat tekanan dari orang dewasa atau orang tua yang memberikannya tugas atau kewajiban juga pembatasan screen time (waktu penggunaan gadget/televisi), menanamkan kedisiplinan dan keteraturan dalam rumah, terlebih jika cara penyampaian nasehat atau arahan cenderung lebih ke marah-marah, anak remaja mudah sekali tersinggung, marah dan rentan beragresi.

Waktu luang yang diisi dengan aktfitas bermain gadget, video call dengan teman-teman dan lainnya di saat pandemi memang seakan diamini dan tidak mendapat penolakan karena setiap orang memang tidak dianjurkan untuk keluar rumah untuk beraktivitas dan bersosialisasi, namun setelah pandemi mereda kondisi ini ternyata tidak buru-buru pergi dan terpola dengan kondisi yang sudah berbeda.

Peran orang tua

Tentunya fenomena remaja jompo ini membuat kita sebagai orang tua merasa resah. Bukankah Islam telah mewanti dan berpesan kepada kita melalui surah An-Nisa (9), bahwa hendaknya para orang tua merasa takut untuk meninggalkan generasi (Islam) yang lemah, baik secara fisik terlebih mental dan agamanya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved