Breaking News

Alasan MK Putuskan Sistem Pemilu 2024 Terbuka, Singgung Politik Uang hingga Ancaman NKRI

Dalam putusannya, ada beberapa alasan hakim menolak gugatan sistem proporsional tertutup.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com / IRFAN KAMIL
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu. 

SERAMBINEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sistem proporsional tertutup sehingga Pemilu 2024 mendatang akan tetap digelar dengan sistem terbuka.

Hal ini disampaikan dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Kamis (15/6/2023).

"Dalam pokok permohonan: menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI.

Dalam putusannya, ada beberapa alasan hakim menolak gugatan sistem proporsional tertutup.

Pertama, dalil penggugat yang menyebut pemilu dengan sistem proporsional terbuka akan mengancam NKRI dianggap hakim tidak sesuai.

Menurut hakim, hal tersebut tidak perlu dirisaukan lantaran adanya aturan yang melandasi penyelenggaraan pemilu dengan sistem terbuka, seperti aktor politik yang dilarang untuk memiliki pandangan merusak ideologi negara hingga langkah-langkah teknis seperti aturan pencalonan legislator terpilih jika membahayakan ideologi dan NKRI.

Selain itu, kata hakim, sistem proporsional terbuka dalam pemilu juga dipandang sebagai perbaikan sistem pemilihan umum untuk memperkuat ideologi negara.

"Dengan pengaturan yang bersifat antisipatif tersebut, pilihan sistem pemilihan umum yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang akan dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mengancam keberadaan sekaligus keberlangsungan ideologi Pancasila dan NKRI," kata hakim.

Kedua, hakim juga menolak dalil penggugat yang menyebut sistem pemilu terbuka semakin membuat maraknya politik uang.

Namun, menurut hakim anggota Saldi Isra, praktik politik uang akan terjadi dalam jenis sistem pemilu apapun.

Sehingga, Saldi pun memberikan solusi yaitu perbaikan komitmen, penegakan hukum yang harus dilaksanakan, dan pemberian pendidikan politik untuk menolak adanya politik uang.

"Sikap inipun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali," tuturnya.

Baca juga: VIDEOMK Tolak Permohonan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Terakhir, hakim pun menilai dalil-dalil yang dituliskan penggugat bukan menjadi landasan untuk mengubah sistem pemilu.

Namun, penyelenggaraan pemilu perlu adanya perbaikan di beberapa aspek lain seperti sistem kepartaian hingga kaderisasi.

"Menurut Mahkamah, perbaikan dan penyelenggaraan pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan berekspresi serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik," kata hakim Saldi Isra.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved