Kisah Inspiratif

Kisah Anton, Modal Rp200 Ribu FB Ads Kini Terima Orderan 11000 Paket/Bulan Jual Batik di Marketplace

Kisah Founder WOU Group, Anton Wibowo rintis usaha modal Rp 200 ribu untuk FB Ads, kini terima orderan 11.000 per bulan dari jual batik di marketplace

Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
YouTube PecahTelur
Kisah Founder WOU Group, Anton Wibowo (kiri) merintis usaha modal Rp 200 ribu untuk FB Ads, kini terima orderan minimal 11.000 per bulan dari jual batik di marketplace. Didampingi partner-nya, Zulfikri Ridwanul Khaq. 

SERAMBINEWS.COM - Kisah Founder WOU Group, Anton Wibowo merintis usaha modal Rp 200 ribu untuk FB Ads, kini terima orderan minimal 11.000 per bulan dari jual batik di marketplace.

Tidak menyerah dengan keterbatasan, itulah semangat pantang menyerah yang dimiliki Anton dalam merintis bisnisnya.

Berawal dari memutuskan resign saat masih bekerja di salah satu perusahaan tambang di Kalimantan Timur karena tidak bisa bawa istri, Anton putar otak dengan memulai usaha baru.

Kala itu, ia tak punya tabungan dan hanya ada Rp 200 ribu yang tersisa di rekening.

Uang tersebut kemudian dipakainya untuk top up Facebook Advertising (FB Ads), menjual produk batik milik orang lain.

"Yang di rekening saat itu cuma Rp 200 ribu, benar-benar cuma Rp 200 ribu," kenang Anton dikutip dari YouTube PecahTelur, Selasa (4/7/2023).

"Semuanya saya top up untuk Facebook Ads (Advertising) saat itu," sambungnya.

Baca juga: Khadafi, Anak Muda Asal Lhokseumawe Bos Bisatopup Beromzet Rp 20 Miliar Per Bulan, Begini Kisahnya

Baca juga: Kisah Jusuf Hamka, Bos Tol Senilai Rp 15,5 Triliun, Dulu Pernah Ngasong dan Ingin Jadi Tukang Parkir

Pihaknya mengambil foto batik dari supplier, kemudian diiklankan melalui FB Ads dan laku.

Pendapatan dari sana kemudian diputar lagi untuk dijadikan modal dan begitu terus.

"Sampai waktu itu bisa iklan sebulannya Rp 15 juta dari perputaran (budget) Rp 200 ribu," ungkap Anton.

Kemudian ia sempat bingung karena sehari hanya berhasil mengirim 10 paket, sementara kompetitor bisa sampai 2-3 karung.

Setelah dipelajarinya, ternyata teman-teman yang jualannya ramai menggunakan marketplace.

"Ternyata paling besar rata-rata mereka jualnya di Shopee waktu itu 2017," kenang Anton.

Baca juga: Tips Jualan Online Laris dan Cepat Laku, Bukan Hanya Posting Produk di Status WhatsApp

Kemudian setelah ditirunya, awal-awal tidak laku juga karena mungkin ada yang salah dalam hal optimasi algoritma, keyword dan sebagainya.

Akhirnya mulai membuka diskusi dengan sesama penjual batik hingga terbentuk semacam Focus Group Discussion (FGD) terkait jualan di marketplace.

"Tahun 2018 sudah ketemu polanya, sudah mulai bagus, 2019 kami mendominasi di Shopee untuk batiknya," ungkap Anton.

Berlanjut pada tahun 2020, pihaknya mengajukan Shopee Mall yang tujuannya untuk meningkatkan selisih harga.

Selama ini keuntungan yang didapat sangat tipis, karena menyasar pasar pembeli ekonomi menengah ke bawah.

Saat itu pihaknya mulai mengubah melalui branding barunya WOU Batik Premium dengan pendekatan couple batik muslim, semuanya berbahan lokal.

Baca juga: Omzet Rp 1 Juta Sehari Berkat Jualan Online, Presiden Jokowi Minta UMKM Tiru Jejak Wageningtyas

Kini, brand fashion batik asal kota Solo, Jawa Tengah itu memiliki dua lini bisnis yang berjalan.

Pertama, fashion dengan empat brand yakni WOU Batik, WOU Batik Premium, WOU Batik Luxury dan by WOU Batik.

Kedua, medis dengan tiga brand yakni Oksigen 24, Sewa 24 dan Nurse 24.

Nama WOU sendiri diambil dari nama dirinya dan istri yakni Wibowo dan Umi.

"Karena istri itu bantu banyak banget saya dari nol, dari gak punya apa-apa," kata Anton.

Kemudian ia mengajak salah seorang partner, Zulfikri Ridwanul Khaq membantu membangun lini bisnisnya.

Fikri dan Anton sudah lama kenal dan sempat sama-sama mondok pesantren hingga bekerja di perusahaan tambang.

"Beliau salah satu orang yang paling penting di balik WOU Group sekarang ini," ungkap Anton.

Baca juga: Omzet Rp 2,5 Miliar Sehari dari Jual Panci, Begini Kisah Yoyok Rubiantono dan Jualan Onlinenya

Mengajak Fikri dari yang waktu itu masih beromzet Rp 100 juta per bulan, kini usahanya berkembang jauh lebih dari itu berkat sahabatnya tersebut.

Dari 2018 awalnya mengontrak untuk berjualan hingga akhirnya kini punya tempat sendiri di tahun 2023.

Anton bercerita, kala itu ada karyawan yang resign kemudian pihaknya membuka lamaran kerja, namun saat yang diwawancara dinyatakan diterima kerja, malah tak kembali.

"Dulu tak panggil ke kontrakan wawancara datang, 'selamat ya mbak sampean keterima, besok bisa mulai kerja di sini'. Nggak ada yang datang mas, dua orang yang suruh kerja itu tak datang, karena mungkin lihat tempat kok gak representatif," kenangnya tertawa.

Kemudian pelan-pelan pihaknya mulai intensif merekrut karyawan, mulai ada kepala gudang, kepala marketing hingga live streamer dan sebagainya.

"Kalau kami, rata-rata setiap bulannya minimal 11.000 pcs produk batik yang keluar," ungkap Anton.

"Produksi terbesar kami ada di Pekalongan," tambahnya.

Menurutnya, bila produk lain seperti gamis atau jilbab dengan orderan 1.000 - 2.000 paket per hari adalah hal biasa, namun kalau batik sehari 200-300 paket sudah paling bagus.

"Karena memang market segment-nya segitu," katanya.

Pindah ke Bisnis Oksigen saat Pandemi Covid-19

Jualan pakaian batik merupakan salah yang terdampak saat pandemi Covid-19, hal ini kemudian memaksanya harus putar otak ke bisnis lainnya yang pasarnya sedang ramai.

Waktu itu dipilihnya bisnis oksigen yang saat pandemi sangat dibutuhkan di dunia medis.

"Untuk sekarang sudah 10 titik di 10 kota di Indonesia," kata Anton.

Pihaknya bercita-cita kalau bisnis yang dibangun selama ini bisa IPO ke bursa efek pasar saham.

Saat ini pihaknya juga punya anak asuh yatim yang disekolahkan, mereka dimasukkan ke pesantren dan biayanya ditanggung Anton secara penuh.

"Kita cari yang paling semangat belajarnya, kami fasilitasi insya Allah sampai dia tamat sekolah," kata Anton.

Punya Impian Capai Omset Triliunan

Sementara partner Anton, Zulfikri Ridwanul Khaq bercerita, berwirausaha tak seindah yang dibayangkan, karena harus mengurus lebih banyak persoalan, termasuk karyawan.

"Tekanannya lebih berat usaha, tapi karena sudah gini mindset-nya ya kita jalani dengan enjoy saja," kata Fikri.

Dari awalnya hanya berdua saja, kemudian mulai berpikir harus ada orang yang mengurus operasional untuk mengembangkan bisnis ini.

"Awalnya dari penambahan (karyawan) CS, packing dan sekarang total sudah 67 orang," ungkap Fikri.

Kemudian pihaknya mempelajari algoritma Shopee dan optimasi hingga puncaknya, diwawancarai tim marketplace tersebut sebagai salah satu seller yang mampu ekspor ke luar negeri.

Menurutnya, kunci utama menghendel karyawan ada dua yakni kenyamanan dan gaji. Bila keduanya dipenuhi dengan baik, pekerja dapat bertahan lama.

"Mungkin kalau cari gaji gede di sini bukan tempatnya, tapi kalau soal kenyamanan kita usahakan kalau bisa 1.000 persen kita kasih," ungkap Fikri.

Pihaknya berharap bisa mendapatkan omset miliaran bahkan triliunan ke depan, supaya bisa memberikan manfaat ke lebih banyak orang lagi.

"Biar bisa kasih manfaat ke lebih banyak orang aja," pungkasnya.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved