Berita Aceh Tamiang

Pernyataan Ketua DPRK Aceh Tamiang Dinilai Timbulkan Potensi Kericuhan Baru di HGU Rapala

Salah satu poin yang ditekankan Suprianto agar perusahaan mengkaji ulang tentang pengosongan rumah karyawan. 

Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto (kanan), saat menyampaikan pendapatnya terkait HGU Rapala, Kamis (6/7/2023). Pendapatnya dinilai bertentangan dengan perjanjian sehingga berpotensi menimbulkan polemik baru. 

Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto dinilai membuka celah perseteruan baru antara masyarakat dengan PT Rapala yang sebelumnya telah mencapai kesepakatan atas beberapa persoalan.

Hal ini terjadi ketika Suprianto menyampaikan pendapatnya saat ikut mendampingi Pansus Komisi I di Kantor Perkebunan Kelapa Sawit Rapala di Kampung Perkebunan Sungai Iyu, Bendahara, Kamis (6/7/2023).

Di hadapan perwakilan manajemen perusahaan, perangkat kecamatan, dan kampung, serta masyarakat, Suprianto menyampaikan, beberapa pendapatnya yang dinilai bertentangan dengan perjanjian yang telah disepati antara warga dengan Rapala.

Salah satu poin yang ditekankan Suprianto agar perusahaan mengkaji ulang tentang pengosongan rumah karyawan. 

Seolah keberatan dengan saran Suprianto, Direktur Operasional Rapala, Zulkifli dalam kesempatan itu memastikan perusahaannya wajib mematuhi kesepakatan yang telah ditandatangani di DPRK Aceh Tamiang pada 22 Mei 2023.

Sebaliknya, dia pun meminta warga dan perangkat kampung juga wajib mematuhi kesepakatan agar persoalan yang terjadi sejak 10 tahun lalu ini, berakhir.

“Ada dua persoalan yang harus dipisahkan, pertama mengenai rumah karyawan, kedua tentang enklaf,” kata Zulkifli.

Zulkifli mengungkapkan, kehadiran Pansus Komisi I DPRK Aceh Tamiang ke areal perkebunannya merupakan komitmen perusahaan dalam mematuhi perjanjian yang telah ditandangani.

Secara pribadi, dia menyerahkan persoalan enklaf ini kepada pemerintah tanpa campur tangan.

Bahkan secara tegas, dia memastikan perusahaannya bersedia menerima sanksi bila dalam pengelolaan enklaf ditemukan kesalahan.

“Hasilnya saya serahkan kepada pemerintah, dalam hal ini BPN. Bila kami salah kami siap menerima penalti atau denda atau segala macam,” kata dia.

Namun mengenai rumah karyawan, Zulkifli meminta warga mematuhi poin keempat perjanjian.

Dijelaskan, warga yang bukan karyawan diminta mengosongkan rumah tersebut bila tidak ingin bekerja kembali di perusahaan.

Bagi warga yang bersedia pindah akan diberia uang tali asih Rp 20 juta.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved