Polemik Bank Konvensional di Aceh
Pengamat Nilai Kehadiran Bank Konvensional ke Aceh Patut Dipertimbangkan Lagi
Ia memaparkan, kebutuhan investasi Aceh sangat besar saat ini, tetapi kemampuan untuk memenuhinya masih sangat kecil...
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Eddy Fitriadi
“Ini akan jadi bom waktu yang sangat tidak baik. Ingat, kita ingin Aceh ini makmur. Untuk itu beri ruang gerak yang lebih luas kepada mereka para pelaku usaha. Selama ini ekonomi Aceh hanya bergantung pada dahan yang kecil, ekonomi uang receh. Bagaimana bisa maju?” ungkap dia.
Jika memang bank konvensional terkesan berbunga tinggi dan ada unsur riba, Rustam mengatakan bahwa Aceh dapat gunakan Pasal 196 ayat 2 yang berbunyi Pemerintah Aceh dapat menetapkan suku bunga. Sehingga tidak ada alasan untuk menghambat kehadiran bank konvensional di Aceh.
“Kasian anak-anak kita alumni USK, UTU, Unimal, dan lain-lain, mereka mau ke mana (setelah selesai kuliah)? Ini yang tidak dipikirkan oleh mereka (para elite Aceh). Mereka hanya bicara "langit",” tukas Rustam geram.
“Apakah kita tidak peduli dengan masa depan Sabang yang sudah komit untuk kita jadikan sebagai pelabuhan bebas? Bukankah itu butuh mitra internasional (ekspor impor) yang pasti dengan perbankan global? Bagaimana pula dengan pelaku UMKM yang sangat butuh akses pembiayaan?”
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.