Breaking News

Komisaris BSI Arief Rosyid Lulus Doktor Predikat Cum Laude, Berhasil Pertahankan Disertasi soal JKN

Dalam sidang itu, Arief Rosyid berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Rumusan Kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan untuk Peserta Program Jami

Penulis: Sara Masroni | Editor: Mursal Ismail
FOR SERAMBINEWS.COM
Komisaris Independen BSI, Muh Arief Rosyid Hasan lulus sebagai Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan predikat cum laude. 

Dalam sidang itu, Arief Rosyid berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Rumusan Kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan untuk Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Memperkuat Peran sebagai Negara Kesejahteraan"

SERAMBINEWS.COM - Komisaris Independen PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk, Muh Arief Rosyid Hasan, lulus sebagai Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan predikat cum laude.

Hal itu diumumkan dalam sidang terbuka promosi doktor di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Senin (17/7/2023).

Dalam sidang itu, Arief Rosyid berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Rumusan Kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan untuk Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Memperkuat Peran sebagai Negara Kesejahteraan"

Diketahui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kini menjadi skema asuransi kesehatan sosial dengan peserta terbanyak di dunia.

Penduduk yang sudah menjadi peserta program JKN sebanyak 90,34 persen dari populasi atau 248,77 juta penduduk sekaligus jadi capaian terbaik Indonesia sebagai negara kesejahteraan.

Dilansir dari laman resmi FKM UI, disertasi Arief berangkat dari permasalahan penggunaan JKN di Indonesia. Namun, program JKN masih dapat dikembangkan dan ditingkatkan lagi kualitasnya.

Saat ini tercatat, masih ada 25 juta rakyat Indonesia yang kesehatannya belum terjamin dengan JKN, kemudian masih terdapat pula pelayanan kesehatan yang tidak dijamin dengan JKN.

 

 

Hal ini membuat rakyat Indonesia masih harus menggunakan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) dengan rata-rata pengeluaran out of pocket (OOP) mencapai 2,7 juta Rupiah.

Persentase OOP di Indonesia masih melebihi batas rekomendasi WHO, yaitu tidak melebihi 20 persen dari total belanja kesehatan.

"Jumlah kepesertaan JKN merupakan hal yang penting, tapi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kepesertaan tersebut aktif sehingga prinsip gotong-royong dalam Pancasila bisa dilaksanakan dengan baik," kata Arief.

Baca juga: Arief Rosyid Gagas Lahirnya Forum Ekonomi Keuangan Syariah di Aceh

Pembiayaan mandiri dan adanya pelayanan yang tidak dijamin oleh program JKN, memunculkan demand atau permintaan terhadap asuransi kesehatan tambahan (AKT).

Penelitian Arief membuktikan, demand untuk naik kelas kamar rawat inap meningkat dengan rata-rata kenaikan 509 persen setiap tahun dari 2019-2022.

Muh Arief Rosyid 33
Muh Arief Rosyid foto bersama usai sidang terbuka promosi doktor di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) pada Senin (17/7/2023).

Kenaikan kelas rawat ini salah satu dari manfaat yang tidak dijamin oleh Program JKN yang menjadi peluang produk dari AKT.

"Asuransi Kesehatan Tambahan untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional menunjukkan bagaimana mekanisme pasar secara terkendali bersinergi dengan peran Negara dalam mewujudkan kesejahteraan," ungkap Arief.

"Bila dioptimalkan, maka sinergi ini akan hadir sebagai masa depan politik ekonomi kesehatan di Indonesia", tambahnya.

Baca juga: Arief Rosyid Ajak Pelaku Usaha Manfaatkan UMKM Center BSI

Penelitian yang dilakukan Arief bertujuan untuk mendapat rumusan kebijakan AKT bagi peserta program JKN.

Penelitian yang menggunakan mix method kuantitatif dan kualitatif ini mendapat hasil bahwa responden yang menggunakan AKT memiliki karakteristik berpendidikan tinggi, dalam usia produktif, masyarakat urban, serta pengeluaran selain makan melebihi rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP).

AKT masih menjadi penjamin asuransi terbanyak yang digunakan untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

Sedangkan, kombinasi antara JKN dan AKT masih menjadi opsi asuransi dengan pengguna paling sedikit.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Arief menyarankan kepada pembuat kebijakan untuk melakukan peningkatan dan penguatan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Mendorong upaya kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan melalui penyusunan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK), serta memastikan ekosistem yang kondusif terhadap pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia.

Arief juga menyarankan untuk dilakukan analisis kebijakan serta kajian lebih dalam terkait pemanfaatan AKT dan alasan masih adanya out of pocket di masyarakat Indonesia.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved