Berita Lhokseumawe

Satpol PP Bentrok dengan Pedagang HP Second, BEM FH Unimal Minta Aparat Kedepankan Sikap Humanis

“Tentunya diperbolehkan secara hukum untuk melakukan pengusuran, namun bukan bertindak sembarangan yakni premanisme,” ujarnya.

Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FH Unimal, Aris Munandar meminta aparat penegak hukum lebih mengedepankan sikap humanis atau etika dan moral dalam penegakan aturan usai terjadinya bentrokan antara pedagang kali lima dengan Satpol PP beberapa waktu lalu, Rabu (26/7/2023). 

Laporan Zaki Mubarak | Lhokseumawe 

SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Malikussaleh (Unimal) meminta aparat penegak hukum lebih mengedepankan humanis atau etika dan moral dalam penegakan aturan usai terjadinya bentrokan antara pedagang kali lima dengan Satpol PP, beberapa waktu lalu.

Mahasiswa mendesak aparat atau pihak Satpol PP untuk lebih kedepankan cara-cara yang persuasif dalam menjalankan tugas.

Jangan selalu terjadi kontak fisik atau bentrok saat melakukan penertiban atau penggusuran lapak pedagang.

Sehingga menimbulkan korban, baik dari pedagang sendiri dan pihak aparat.

BEM FH Unimal melihat adanya problematika yang terjadi beberapa waktu lalu soal penggusuran lapak.

“Di mana terlihat dari video yang beredar dengan tindakan kekerasan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh Satpol PP dan sahabat Satpol," ucap Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FH Unimal, Aris Munandar, Rabu (26/7/2023).

Disebutkkan Aris, pengusuran itu merupakan tindakan hukum oleh aparat yang berwenang.

“Tentunya diperbolehkan secara hukum untuk melakukan pengusuran, namun bukan bertindak sembarangan yakni premanisme,” ujarnya.

Ia mengharapkan kepada pihak Satpol PP agar dapat memberikan penjelasan kepada jajarannya agar mampu mengendalikan diri, menjadi petugas yang profesional, serta mengedepankan etika dan moral.

"Dikarenakan dalam penegakan aturan terdapat tahapan yang harus ditempuh upaya persuasif dan sosialisasi merupakan tahapan awal, sementara penegakan hukum dengan upaya koersif merupakan jalan terakhir dengan catatan apabila itu diperlukan," sebutnya.

Dikatakan dia, lebih mirisnya, aksi yang terjadi tersebut adalah perilaku tidak tertib di masyarakat, dan bukanlah wewenang ormas.

Namun yang berwenang adalah aparat penegak hukum seperti polisi atau Satpol PP.

Tambahnya, UU Ormas dengan tegas melarang ormas melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undanan Nomor 17 Tahun 2003 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 59 ayat 2 di poin d dan e.

Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan sanksi kepada Satpol PP sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 60 ayat 1.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved