Berita Banda Aceh

Ketua ISAD Sebut SE Pj Gubernur Aceh Secara Hukum Tidak Kuat, Minta Pemerintah Perkuat MPU

Pelaksanaan syariat Islam di Aceh sebenarnya sudah ada aturan yang kuat, namun penerapannya yang perlu ditingkatkan dengan memanfaatkan instrumen.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
IST
Ketua Umum DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Tgk Mustafa Husen Woyla memberi argumen dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) 

Ketua ISAD Sebut SE Pj Gubernur Aceh Secara Hukum Tidak Kuat, Minta Pemerintah Perkuat MPU

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ketua Umum DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Tgk Mustafa Husen Woyla mengapresiasi Pj Gubernur Aceh yang telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang penguatan Syariat Islam.

Ia mengatakan, pelaksanaan syariat Islam di Aceh sebenarnya sudah ada aturan yang kuat, namun penerapannya yang perlu ditingkatkan dengan memanfaatkan semua instrumen yang ada.

Dalam SE tersebut, Pj Gubernur Aceh mengatur beberapa poin penting tentang penguatan syariat Islam pada apatur sipil negara (ASN) dan masyarakat.

“Secara hukum SE ini tidak kuat dalam penguatan Syariat Islam di Aceh dibandingkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) apalagi Qanun,” kata Tgk Mustafa dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) malam.

“Tapi Alhamdulillah kita sangat mengapresiasi adanya beberapa kepala daerah tingkat kabupaten/kota yang langsung meresponnya,”

“Seperti Wali Kota Banda Aceh yang menyambutnya dengan baik dan langsung menindaklanjuti Surat Edaran Pj Gubernur,” ungkapnya.

Baca juga: Praktisi Warung Kopi Pertanyakan SE Pj Gubernur Aceh: Apakah Warkop Selama Ini Jadi Sarang Maksiat?

Ia mengatakan, ada poin yang terdapat dalam SE ini telah memunculkan polemik dan menjadi pro kontra di masyarakat, yakni warung kopi dilarang buka di atas pukul 00.00 WIB.

“Sebenarnya ini juga baik jika dilihat dari aspek sosial dan kesehatan,”

“Kalau ada yang mempersoalkan perihal masalah ekonomi, sejatinya penutupan warung kopi di atas pukul 12 malam juga tidak terlalu berpengaruh terhadap sektor perekonomian Aceh,” sebutnya.

Tgk Mustafa mengatakan, yang perlu dicermati bersama bahwa ada banyak pihak diluar yang tidak suka dengan Syariat Islam di Aceh.

Mereka menginginkan syariat Islam di Aceh gagal, Sehinga oknum tersebut berupa merongrong setiap ada aturan yang dikeluarkan terkait penegakan dan penguatan Syariat Islam di Aceh.

Oleh karena itu, Tgk Mustafa meminta lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh perlu diperkuat dengan dukungan anggaran yang memadai dari Pemerintah Aceh.

“Dengan perannya yang melekat, MPU dapat mengedukasi masyarakat Aceh lewat tausiah dan rekomendasi,”

“Selama ini MPU sudah banyak mengeluarkan tausiah dan rekomendasi, tapi kurang sosialisasi karena tidak punya anggaran,” ujarnya.

Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh ini bekerjasama dengan DPP ISAD dan HIPSI, mengangkat tema "Antara Memperkuat Syariat Islam dan Dinamikanya".

Kajian tersebut menghadirkan pemateri Rektor UIN Ar-Raniry Prof Dr H Mujiburrahman MAg, Ketua Umum DPP ISAD Aceh Tgk Mustafa Husen Woyla, Guru Besar UIN Ar-Raniry Prof Dr Syamsul Rijal MA, dan Ulama yang juga Praktisi Warung Kopi Dr H Agam Syarifuddin MA.

Para narasumber dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) malam.
Para narasumber dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) malam. (SERAMBINEWS.COM/IST)

 

Praktisi Warkop: Jangan Mengkambinghitamkan Warung Kopi

Praktisi Warung Kopi Aceh, Dr H Agam Syarifuddin MA meminta kepada semua pihak untuk tidak mengkambinghitamkan warung kopi.

Hal itu menjawab Surat Edaran (SE) Pj Gubernur Aceh tentang Penguatan Syariat Islam yang mengatur jam operasional warung kopi dan kafe atau kegiatan usaha sejenis lainnya.

Dalam SE itu, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki meminta warung kopi (warkop) dan kafe untuk menutup kegiatan usahanya pada pukul 00:00 WIB.

Dr Agam mengutarakan, dalam hal penerapan Syariat Islam, mestinya Pemerintah Aceh dalam hal ini Pj Gubernur Aceh menjalankan aturan yang sudah ada, dengan memaksimal dan memperkuat instansi terkait.

“Pemerintah Aceh mestinya meningkatkan perannya dalam mengedukasi masyarakat agar mau menjalankan Syariatnya, bukan malah mengkambinghitamkan warung kopi,” katanya.

“Aceh saat ini sudah sangat aman, dan jangan dibuat terkesan seolah Aceh hari ini tidak baik dan tidak aman,” tegasnya.

Praktisi Warung Kopi Aceh, Dr H Agam Syarifuddin MA memberi argumen dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023)
Praktisi Warung Kopi Aceh, Dr H Agam Syarifuddin MA memberi argumen dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) (SERAMBINEWS.COM/IST)

Ia meminta, seharusnya dalam penguatan Syariat Islam ada kearifan-kearifan lokal yang dipertimbangkan oleh Pj Gubernur Aceh, bukan hanya sekedar mengeluarkan Surat Edaran.

Dr Agam pun mempertanyakan SE Pj Gubernur Aceh tersebut, yang seolah-olah warung kopi di Aceh sebagai tempat maksiat.

“Poin SE Pj Gubernur yang melarang membuka warung kopi di atas pukul 12 malam, ini menjadi pertanyaan serius bagi kita, apakah warkop ini menjadi sarang maksiat?,” tanya.

“Mestinya yang perlu ditekankan juga adalah penerapan Syariat Islam di kantor-kantor pemerintahan, terutama Kantor Gubernur Aceh,” tegasnya.

Ia mengatakan, sejak dahulu kedai kopi di Aceh sudah dipahami sebagai tempat bersilaturahmi dan menjadi simbol budaya dan ekonomi masyarakat Aceh.

Kedai kopi itu, lanjutnya, sebuah bentuk kehidupan di masyarakat Aceh, dan menjadi pusat silaturrahmi dan informasi, karena banyak hal yang dibahas saat meminum kopi.

“Kalau ada sebagian tempat di warung kopi yang kedapatan ada terjadinya pelanggaran syariat Islam, mestinya pelaku yang ditindak, dan pemilik workopnya diberi peringatan bukan malah memerintah menutup warung kopi secara keseluruhan,” ungkapnya.

 

Warkop Sudah Menjadi Tempat Silaturahmi dan Diskusi Masyarakat Aceh Sejak Abad ke-18

Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr Syamsul Rijal MA mengatakan, pro kontra pada poin SE Pj Gubernur Aceh tentang penutupan warung kopi di atas pukul 00:00 WIB malam, merupakan hal yang lumrah.

Menurutnya, mesti yang lebih dibutuhkan adalah edukasi kepada masyarakat perihal penegakan Syariat Islam.

“Misalnya, kata dia, meminta pemilik warung kopi agar memberitahukan kepada pengunjung setiap 15 menit menjelang waktu shalat tiba, bahwa waktu shalat akan segera tiba.

“Namun masalahnya, siap gak kita setiap waktu shalat tiba, kita bergegas untuk melaksanakannya,”

“Saya rasa hal seperti ini perlu diedukasi agar tertanam di hati kita masyarakat Aceh akan pentingnya menjaga waktu shalat, menunaikan kewajiban,”

“Kalau kita sudah terbiasa menjaga shalat maka dengan sendirinya Syariat Islam itu akan tegak dan berjalan dengan baik di Aceh,” ujarnya.

Baca juga: Banda Aceh Siap Jalankan SE Gubernur Aceh, Wanita Diminta Tinggalkan Warkop Sebelum Pukul 23:00 WIB

Dalam masyarakat Aceh, sebut Prof Syamsul, warung kopi menjadi salah satu tempat untuk menjalin silaturrahmi dan mendiskusi banyak hal.

Hal ini setidaknya sudah berlaku di masyarakat Aceh sejak abad ke-18, di mana bisa dilihat dari kata-kata seorang Pahlawan Aceh Teuku Umar.

Teuku Umar berkata “Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keudee Meulaboh atawa ulon akan syahid. (Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau aku akan mati syahid.”

Namun nahas, sebelum sempat minum kopi, Teuku Umar paginya benar-benar Syahid ditembak pasukan Belanda, tidak sempat minum kopi.

“Dari kata-kata Teuku Umar tersebut, filosofinya apa? Bahwa minum kopi (warung kopi) memiliki dimensi sosial dan ekonomi,” sebutnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved