Opini

Menebak Arah Politik Pemilih Muda

Namun, ada hal yang lebih menarik di Pemilu 2024, yaitu penetapan DPT dari segi demografi usia, pemilih muda cukup mendominasi dengan jumlah mencapai

Editor: mufti
IST
Nasrul Hadi, Dosen Prodi Kewirausahaan Universitas Muhammadiyah Aceh 

Nasrul Hadi SE MM, Dosen Prodi Kewirausahaan Universitas Muhammadiyah Aceh

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat Nasional Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 awal Juli 2023 lalu. Pada Pemilu tahun 2024 jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT naik 12 juta orang dibandingkan Pemilu 2019, sehingga Pemilu 2024 DPT mencapai 204 juta pemilih.

Namun, ada hal yang lebih menarik di Pemilu 2024, yaitu penetapan DPT dari segi demografi usia, pemilih muda cukup mendominasi dengan jumlah mencapai 52 persen dari total jumlah DPT. Pemilih muda ialah para generasi Z dan milenial dengan rentang usia 17 sampai 39 tahun. Pemilih muda memiliki proporsi lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia lainnya dan berpotensi menjadi penentu kemenangan pada kontestasi politik tahun 2024.

Tentu naiknya jumlah pemilih muda ini akan memberikan dampak elektoral yang signifikan dari kalangan anak muda. Hal ini membuat semua kontestan politik baik calon presiden-calon wakil presiden, calon legislatif (Caleg), calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan bahkan calon kepala daerah di Pilkada 2024 akan memanfaatkan potensi ini dengan baik dan pemilih muda akan menjadi primadona di Pemilu 2024.

Tantangan pemilih muda

Namun, tingginya jumlah pemilih muda yang mencapai 52 persen menjadi tantangan tersendiri bagi peserta pemilu. Sebagaimana kita ketahui, karakteristik pemilih muda yang sangat dekat dengan teknologi informasi di tengah terbukanya informasi, mereka cenderung kritis dan rasional. Pemilih rasional ialah pemilih yang memiliki kemampuan menentukan pilihan dengan melihat track record, visi dan misi calonnya, bukan yang memiliki karena hubungan kekerabatan dengan mereka.

Pemilih rasional di tengah arus teknologi informasi ini, mampu mengikuti perbincangan politik di media sosial (medsos) serta mereka punya kemampuan meneliti dan membandingkan informasi yang berseliweran di medsos sebelum memutuskan pilihan politiknya.

Dengan terbukanya informasi yang didapatkan oleh anak muda, maka orientasi politik mereka akan cenderung lebih evaluatif, karena banyak informasi yang diperoleh sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihannya pada Pemilu. Apalagi media sosial menjadi saluran informasi yang sangat dekat dengan anak muda, ada beragam platform yang digunakan oleh anak muda seperti twitter, instagram, threads, tiktok, whatsapp dan sebagainya. Konsekuensinya informasi yang diperoleh anak muda tentang dinamika sosial dan politik tergantung dari informasi apa yang mereka dapatkan di media sosial.

Saat ini kita bisa melihat sikap kritis kaum muda dalam menyikapi berbagai isu terkini mengalami peningkatan. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai aksi yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa (anak muda) yang turun aksi untuk berdemonstrasi maupun kritikan oleh anak muda melalui platform media sosial seperti yang pernah dilakukan oleh seorang generasi Z bernama Bima Yudho Saputro seorang konten kreator asal Kabupaten Lampung Timur.

Pada kasus Bima, dia menyampaikan kritiknya dalam majas sarkasme di medsos tentang pembangunan Lampung yang ia nilai tidak mengalami kemajuan. Apa yang dilakukan oleh Bima merupakan bentuk perhatian publik dan penyampaian aspirasi anak muda terhadap masalah infrastruktur, pendidikan, hingga birokrasi di daerahnya melalui media sosial, walaupun dia tidak memiliki jabatan politik apa pun namun mampu memberi pengaruh sampai Presiden Joko Widodo pun turun tangan menangani masalah yang dikritisi oleh Bima.

Informasi lain, merujuk dalam laporan survei Centre for Strategic And International Studies (CSIS) dengan melibatkan 1.200 responden berusia 17-39 tahun yang tersebar di 34 provinsi Indonesia, pemilih muda paling meminati dan membutuhkan pemimpin nasional yang memiliki karakter jujur/tidak korupsi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, bahkan sebanyak 34,8 persen responden.

Strategi Parpol

Lantas apa yang harus dilakukan oleh peserta Pemilu? Hemat penulis, mereka harus mampu menggaet pemilih muda dengan cara paling tepat. Mengingat pemilih muda rasional dan kritis, yang harus dilakukan oleh partai politik adalah mempersiapkan calon kontestan untuk mengikuti kontestasi politik yaitu orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan berintegritas. Yaitu mereka yang memiliki track record yang bagus seperti tidak pernah korupsi dan tidak cacat hukum, serta memiliki visi dan misi yang membangun.

Ini bisa dilakukan dengan proses pengkaderan maupun merekrut tokoh-tokoh masyarakat yang mumpuni. Jika hal ini sudah dilalui karena tahap pendaftaran caleg sudah selesai, Parpol harus mempersiapkan pendidikan politik atau political forming bagi calon kontestan. Pendidikan politik ini sebagai upaya bimbingan atau pembinaan yang sistematis untuk meningkatkan pengetahuan politik untuk mereka. Karena sejatinya, dalam negara demokrasi seperti Indonesia maka perlu Parpol sebagai mesin politik yang menjadi pilar dalam menggerakkan mesin demokrasi.

Parpol memiliki fungsi dan peran dalam mempersiapkan kadernya menjadi pemimpin melalui pengkaderan dan pendidikan politik untuk melahirkan kader politik yang cerdas dan berintegritas sehingga mampu mengakomodasi aspirasi rakyat nantinya. Selain untuk caleg, Parpol juga perlu memberikan pendidikan politik untuk publik terutama anak muda karena proporsi mereka yang cukup besar dan memiliki pengaruh signifikan.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved