Jadi Ulok-ulok, Sayed: Kalau Dulu Ada Orang dari Aceh, Silakan Imam Pak! Sekarang, Na Tramadol?
adi ulok-ulok atau bercandaan, Sayed sebut kalau dulu ada orang Aceh ke ibu kota, langsung disilakan menjadi imam, sekarang malah ditanya ada Tramadol
Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Jadi ulok-ulok atau bercandaan, Sayed sebut kalau dulu ada orang Aceh ke ibu kota, langsung disilakan menjadi imam, sekarang malah ditanya ada Tramadol.
Hal itu diceritakan Praktisi Hukum sekaligus Advokat Senior, Sayed Muhammad Muliady mengenai fenomena pahit yang dialami para perantau Aceh bila tiba di ibu kota, khususnya Jakarta, Bogor dan sejumlah daerah-daerah pinggir timur.
Menurutnya, para perantau dari Aceh di sana termasuk dirinya, mendapat beban sosial karena kerap dicap dengan label bisnis obat ilegal Tramadol.
Diceritakan Sayed, dahulu kalau ada orang Aceh ke ibu kota dan sekitaran, langsung dipersilakan menjadi imam.
"Dulu kalau kita magrib, pergi musalla dibilang, bapak orang mana? Orang Aceh, silakan pak jadi imam," ungkap Sayed dalam Program Serambi Spotlight dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali di studio Serambinews.com, Kamis (7/9/2023).
"Sekarang sudah becandaan, bapak dari mana? Dari Aceh. Na Tramadol (ada Tramadol?)," tambahnya tertawa.
Baca juga: Sayed Bongkar Detail Jaringan Tramadol, Dituding Terlibat Sabu hingga Lapor Abu Laot ke Polda
Baca juga: Sayed: Tiap Tawuran, Begal dan Geng Motor Konsumsi Pertama Pasti Tramadol, Polisi di Mata Dia Kecil
Warga setempat diceritakannya, kesal dengan oknum perantau asal Aceh yang bertebaran menjual Tramadol, karena kriminalitas di ibu kota, dipicu oleh konsumsi obat terlarang itu.
Bahkan dirinya berani memastikan kalau aksi tawuran, begal serta geng motor di sana, penyebab pasti telah mengonsumsi Tramadol.
"Setiap tawuran, begal, geng motor, konsumsi pertamanya pasti Tramadol," ungkap Sayed.
Karena, katanya, Tramadol itu berbeda dengan sabu yang harganya lebih mahal, kemudian dampaknya membuat orang menjadi penakut atau semacam paranoid.
"Gak mungkin orang pakai sabu itu berani bunuh orang, jarang terjadi kasus," kata Sayed.
"Tapi kalau orang pakai Tramadol, ketika anak-anak mau Tawuran, itu polisi di mata dia itu kecil. Makanya pembacokan, segala macam," tambahnya.
Baca juga: Dokter Edi Kaget Tramadol Bisa Disalahgunakan Seiring Kasus Oknum Paspampres Tewaskan Imam Masykur
Bahkan menurutnya, kalau ada geng motor yang menyerbu sebuah tempat perbelanjaan atau mini market, itu bisa dipastikan telah mengonsumsi Tramadol.
"Jadi kalau ada kasus geng motor misalnya serbu Indomaret, itu Tramadol. Dan itu sudah terverifikasi, kenapa? Harganya murah," ungkap Sayed.
Sebab dengan uang Rp 20.000 - Rp 100.000, para pelaku kriminal itu sudah bisa mengonsumsi narkotika dari obat Tramadol tersebut.
"Kemarin Kapolda Metro mengiyakan itu, sehingga beberapa ada yang digeledah segala macam, bahkan di Jakarta Barat kemarin dapat 30 juta butir," ungkap Sayed.
Advokat senior itu sempat menghubungi beberapa jenderal yang dikenalnya, menanyakan kasus Imam Masykur kenapa sampai dibunuh oknum Paspampres beberapa waktu lalu.
"Saya tanya, bang ureung Aceh. Nyoe peu masalah jih (ini orang Aceh apa masalahnya) bang, kok jadi pembunuhan. Apakah utang piutang, asmara," tanya Sayed ke salah satu jenderal.
"Kon dek, ubeut (bukan dek, obat). Begitu salah satu jenderal ini mengatakan seperti itu, saya langsung menulis tapi saya tidak menuduh siapapun," tambahnya.
Baca juga: Diseret Namanya soal Mafia Tramadol di Kasus Paspampres dan Imam Masykur, Akhyar Kamil: Itu Politik
Baca juga: Mencuatnya Mafia Tramadol Dibalik Meninggalnya Imam Masykur Usai Dianiaya, Begini Analisa GP Ansor
Tulisan tersebut kemudian dimuat di Serambinews.com rubrik Kupi Bengoh dengan judul Mafia Tramadol dan Nama Baik Aceh.
"Kita sebagai orang Aceh di Jakarta, ini menjadi beban sosial yang luar biasa," ungkap Sayed.
Bisnis Tramadol Kejam Sekali
Advokat senior itu juga mengungkapkan kalau bisnis Tramadol ini kejam sekali, karena dapat meningkatkan kriminalitas.
"Ini bisnis kejam sekali, dia jual untuk orang berkelahi. Dia jual untuk keuntungan pribadinya, kemudian obat itu menyebabkan kriminalitas meningkat," ungkap Sayed.
"Orang bunuh-bunuhan, geng motor, kriminalitas. Karena pemakainya kelas menengah ke bawah semua," tambahnya.
Kemudian dari sisi penjual, ada yang tidak setor uang tagihan keamanan terancam dipukul dan disiksa.
"Yang disiksa kan bukan cuma Masykur, sudah banyak sekarang speak up, sudah ratusan orang," kata Sayed.
"Artinya pelaku ini menurut saya sadis sekali, jadi korban generasi muda dan korban juga adik-adik kita dari Aceh ini," tambahnya.
Baca juga: Diperiksa Bareskrim, Rocky Gerung: Kasus Ini Tunggangan Menjilat Kekuasaan, Lawyer Cari Panggung
Menurut praktisi hukum itu, apa yang diungkapkannya ke publik selama ini bukan asal bunyi, melainkan data primer yang dapat dipertanggungjawabkan.
Verifikasi dilakukannya mulai dari pejabat di Polri, TNI hingga pihak yang terlibat seperti pelaku dan bekas korban.
"Makanya kalau ada orang tiba-tiba kemarin saya ngomong soal mafia ada yang mengklarifikasi, saya bingung juga, kok dia merasa sebagai mafia. Gak pernah saya sebut," ungkap Sayed.
Kasta Pengedar Narkotika di Jakarta
Advokat senior itu mengungkapkan, ada tiga kasta mafia di Jakarta yakni mafia ganja, mafia sabu, mafia Tramadol.
Mafia ganja diungkapkannya sudah mulai berkurang karena diganggu oleh mafia sabu.
"Ganja ini barangnya payah, tanamnya payah, panennya sulit, bawanya banyak," ungkap Sayed.
"Sementara satu truk ganja sama satu kilo sabu, masih mahal satu kilo sabu, makanya orang beralih semua ke sabu," tambahnya
Kemudian bicara mafia Tramadol, sebenarnya obat ini sangat murah, tapi karena bisa dikelola dengan baik, supply demand tinggi, barang ini habis dibeli di pasaran.
Namun Tramadol memiliki unsur narkotika, sehingga tidak boleh dijual bebas kecuali dengan resep dokter.
"Dulu ada modusnya orang buka depot obat sama apotek, hari ini kalau orang Aceh yang mengajukan, gak bakal lolos, izin itu gak bakal keluar," ungkap Sayed.
Jaringan Mafia Besar, Sumbernya dari India
Diceritakan Sayed, mafia Tramadol punya jaringan yang besar dan ini dimainkan oleh inisial AMG.
"Inisial AMG itu punya jaringan yang besar terutama terhadap sumber obat, karena itu yang paling sulit," ungkap Sayed.
"Menurut informasi yang saya dapat, sumber obat itu dari India, kenapa dari India karena semua yang sifatnya farmasi di India itu katanya murah," tambahnya.
Dikatakan mafia sebab menurutnya, kelas mereka tidak bisa lagi disebut gangster atau sindikat, karena banyaknya obat terlarang itu dipasok dari luar negeri.
"Kenapa saya katakan ini mafia, bukan gengster atau sindikat, karena dia bisa bawa 300 juta butir masuk ke Jakarta, sekapal," ungkap Sayed.
"Kemudian mafia ini yang sepengetahuan saya bukan orang Aceh, ini orang non Aceh, cuma ada juga Y, SY dan macam-macam lah," tambahnya.
Dari jaringan tersebut kemudian diperlukan downline (orang level bawah) yang bertugas mendistribusikan dan menjual obat tersebut ke konsumen.
"Orang melihat ini bisnis, di Jakarta mau hidup mewah dan senang, ditambah kerja keras, akhirnya jadilah kaki tangannya mafia besar," ungkap Sayed.
"Kayak di Condet, itu ada. Inisialnya saya bilang juga N, katanya hampir 70 persen pasar Tramadol ini dia yang pegang," tambahnya.
Para pedagang ini diungkapkan Sayed, mereka menjual Tramadol dengan caranya multi level marketing.
"Mereka buka rukoh di depannya, pasti ada jualan kosmetik, kelontong tapi di belakangnya langsung ada kardus (Tramadol)," ungkap Sayed.
Orang-orang ini, lanjutnya, berasal dari kelas bawah yang merantau ke Jakarta dan biasanya dahulu bekerja di kedai-kedai restoran, mie dan segala macam.
"Kerjanya kan capek tuh dari pagi sampai malam dapat uangnya cuma Rp 100 ribu, tapi jual itu (Tramadol) kalau bisa jual satu lempeng itu untungnya bisa Rp 400 ribu, jadi gampang terpengaruh," ungkap Sayed.
"Nah waktu saya dapat informasi yang AMG ini dekingnya jenderal yang ditangkap kemarin atau setidak-tidaknya jaringan itu," tambahnya.
Selain jaringan penjual, dibentuk juga grup pengutip uang keamanan yang targetnya bukan hanya puluhan, melainkan ratusan toko.
"Di Tangerang saja, itu bukan 10-20 toko, 120 toko. Saya dikirimi satu-satu gambarnya," ungkap Sayed.
"Kemudian ada satu lagi, mereka buat lembaga-lembaga sosial sebagai kamuflase, itu tagihannya mulai Rp 5-15 juta dan itu ada perintah, jadi jelas komandonya dan siapa yang kasih komando, itu sudah jadi rahasia umum," tambahnya.
Dituding Terlibat Bisnis Sabu, Sayed Laporkan Abu Laot ke Polda
Dituding terlibat bisnis sabu hingga prostitusi untuk maju sebagai caleg, Sayed laporkan Abu Laot ke Polda Aceh.
Awalnya ia mendiamkan soal itu karena sudah menduga pasti bakal diserang kelompok tertentu yang tidak suka kalau dirinya bersuara soal Tramadol.
Bahkan sempat ada yang meneleponnya mengingatkan kalau nanti bakal terganggu di Aceh, terutama jelang Pemilu.
"Saya bilang, ini nggak ada urusan sama politik. Kalau memang karena ini saya gak dipilih oleh orang Aceh misal gak setuju, ya nggak apa-apa," ucap Sayed.
"Bukan soal itu, ini soal bagaimana generasi muda Aceh bisa kita selamatkan, dan itu tugas kita sebagai anak Aceh," tambahnya.
Ditambah lagi kemudian serangan di TikTok seperti yang dilakukan oleh buzzer-buzzer fake selama ini.
"Sudah pasti dari kelompok sana, itu saya diamkan, tidak masalah," ungkap Sayed.
Meski demikian, tiba-tiba pada 30 Agustus lalu, sehari sebelum pulang ke Jakarta minggu lalu, salah seorang temannya mengirimi video.
Teman tersebut kemudian menanyakannya apakah sudah menonton konten yang diunggah di TikTok @Al_mukaram abulaot itu.
"Ada dua video. Saya dengar aja, kok ini kasar banget. Tiba-tiba muncul yang kedua lebih parah lagi, udah dia maki-maki keluarga, maki-maki orang tua, merendahkan Sayid-sayid, habaib, kemudian menjadi pembicaraan publik," ungkap Sayed.
"Kalau abang udah kenal saya puluhan tahun, tapi kalau yang di kampung-kampung sana, oh betul juga ini rupanya enak hidup di Jakarta jual sabu, fitnah itu kan bahaya," tambahnya.
Banyak pihak yang kemudian marah termasuk para keluarga, sehingga Sayed kemudian melaporkan kasus ini ke Polda Aceh.
"Makanya hari ini saya laporkan, pasal UU ITE pencemaran nama baik, fitnah dan menyebarkan kebohongan, banyak pasalnya. Itu bisa sampai 4-6 tahun," ungkap Sayed.
"Kalaulah serangan itu hanya kepada saya, mungkin masih bisa menahan diri, yang saya tidak bisa dan ini dari kecil, kalau ayah dan ibu saya dihina orang, saya gak bisa," tambahnya.
Bahkan Sayed mengakui walau jarang berkelahi, tetapi pernah sampai kepada memukul orang lain karena ada yang menghina orang tuanya, walau dalam konteks bercanda.
"Saya pernah pukul orang karena menghina orang tua saya walau itu bercanda, itu gak bisa bagi saya," ungkap Sayed.
"Di konten itu jelas menghina ibu, ayah kita dengan bahasa yang sangat kasar, kalau itu saya gak bisa terima, sampai ke mana pun saya cari, sampai ke lubang sumur," tambahnya.
Kemudian masalah lainnya saat pengunggah mulai melecehkah nama-nama Sayid dalam video tersebut.
"Sayid ini kan bukan nama saya saja, ini kan nama entitas, zuriat (keturunan) Rasulullah yang sudah dihormati orang berabad-abad yang membawa Islam ke Tanah Air, terus dilecehkan dikatakan begana-begini," ungkap Sayed.
"Kawan-kawan Sayid semua, Habib Syarief dari Jakarta khusus datang besok hanya untuk urusan ini, termasuk Habib Luthfi segala macam yang di Jakarta merasa tidak enak," pungkasnya.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.